LOGINHappy Reading 🎈
••••••
"Bagaimana para saksi, sah?"
"Sah!"
Virly tidak dapat menahan tangisnya. Ia kini resmi menjadi istri dari pria yang ia benci dan takuti, seorang pria yang membelinya untuk melunasi hutang ayahnya.
Begitu akad selesai, Arsen langsung menyela, memotong waktu untuk doa dan salam.
"Virly, sekarang kamu harus ikut ke rumahku. Sekarang juga."
Virly menatap Arsen tajam, melampiaskan sisa perlawanannya. "Tidak mau! Aku tidak mau ikut! Kau tidak bisa memaksaku!"
"Jangan membantah! Segera pamit kepada keluargamu! Kita akan pergi sekarang."
Virly tetap keras kepala, ia tetap menggeleng. Arsen yang mulai kehilangan kesaaran, meninggikan suaranya, memperingatkan. "Aku bukan orang yang sabar, Virly. "
"Satu..."
"Dua..."
"Ti__"
Tepat sebelum kata 'tiga' keluar, Mama Arsen, Diana, yang sedari tadi diam dan mengamati drama itu dengan wajah prihatin, menegur putranya.
Diana menarik lengan Arsen dengan lembut. "Arsen! Jangan seperti itu. Dia baru saja menikah."
Diana kemudian mendekati Virly, tatapannya lembut, tidak sekejam putranya.
Diana menggenggam tangan Virly.
"Sayang, Nak. Jangan takut. Nak Arsen memang sedikit kasar. Sekarang pamitlah. Nak Arsen sedang ada urusan penting. Kami sebagai orang tuanya juga harus pulang ke rumah sendiri, tidak bisa mengantarmu."
Mendengar nada lembut dari calon mertuanya itu, yang berbeda dengan kekejaman Arsen, hati Virly sedikit melunak. Ia tidak punya pilihan.
Dengan air mata yang tak terbendung, Virly memeluk kedua orang tuanya, Tante, dan Omnya, mengucapkan selamat tinggal pada kehidupan lamanya. Pengorbanan telah selesai. Sekarang, ia harus menjalani konsekuensinya.
•••••• Di dalam mobil mewah Arsen, keheningan mencekik. Vano duduk di depan, berusaha bersikap profesional, meskipun punggungnya terasa panas. Di kursi belakang, Arsen duduk kaku, sementara Virly di sampingnya tidak berhenti meneteskan air mata.Akhirnya, Arsen yang jengah dengan suara isakan pelan itu angkat bicara.
"Berhenti menangis, Virly." Arsen menghela napas panjang, suaranya terdengar dingin.
Virly menoleh, matanya merah dan sembab. Ia sudah terlalu lelah dan kesal untuk bersikap sopan.
"Tidak mau! Apa untungnya buatmu kalau aku berhenti menangis?" Ucap Virly jengkel.
"Emang apa untungnya menangis terus? Buang-buang tenaga saja. Kau harus hemat energi untuk tugas barumu."
Virly tersentak. Ia menoleh ke arah Arsen dengan mata merah dan tatapan kesal.
"Aku tidak mau! Aku menangis karena sedih! Kau pikir apa yang ku lakukan ini lucu?!"
"Sedih apa? Semuanya sudah berlalu. Ayahmu selamat. Itu yang terpenting, bukan? Sekarang kamu tinggal menjalani kewajibanmu" Arsen sangat santai, seolah membicarakan cuaca hari ini.
"Aku menangis karena sedih! Aku sedih harus berpisah dengan orang tuaku! Dan aku sedih di usiaku yang masih kuliah harus dipaksa menikah dengan pria kejam yang tak punya hati!" Ucap Virly kesal.
"Kalau mau menyindir, tidak usah berbelit-belit. Langsung sebut nama saja." Arsen menyandarkan kepalanya santai.
Virly sudah di ambang batas. Ia menatap Arsen penuh kebencian.
"Arsen! TAI."
Arsen langsung menoleh, matanya tajam dan menusuk. Wajahnya mengeras. "Apa yang baru saja kau katakan?"
Virly yang tiba-tiba merasa takut dengan tatapan itu, segera membuang muka ke jendela.
"Ucapkan lagi apa yang kamu bilang tadi, Virly." Nadanya terdengar mengancam.
Virly, yang merasa kesal dengan dominasi Arsen, mengambil risiko. Ia menoleh ke arah Arsen, meskipun suaranya lebih lirih
"Diamlah, duda! Aku lagi pusing!"
Arsen terperangah. Ejekan itu berhasil menusuk harga dirinya. "Aku tidak duda! Aku baru saja menikah! Dan jangan lupa, sekarang kau adalah istriku, Virly!"
Di kursi depan, Vano berusaha keras menahan tawanya. Bahunya bergetar.
Arsen memperingati Vano lewat kaca spion. "Vano! Jangan tertawa!"
••••• Tak terasa, mobil sudah berhenti di depan rumah megah Arsen. Arsen keluar, dan Virly mengikutinya masuk ke dalam. Di ruang tamu hanya ada Bi Lastri yang sedang bersih-bersih."Bi Lastri, anak-anak di mana?"
"Ada di kamar, Tuan. Baru selesai main di balkon."
"Baik. Virly, ikut aku."
Virly tidak menjawab, hanya mengikuti langkah kaki Arsen yang cepat menuju lantai atas. Sesampainya di depan kamar, Arsen membuka pintu dan masuk.
Kayla dan Kay yang sedang bermain mobil-mobilan dan boneka langsung menoleh. Arsen mendekati anaknya, merendahkan tubuhnya di depan mereka, dan memaksakan senyum tulus.
"Hai, Sayang..."
"Papa..." Kay memanggil pelan.
Arsen menjawab dengan lembut dan segera membawa Kay ke pelukannya. "Anak pintar. Papa rindu."
Arsen melepaskan pelukannya dan menatap kedua anaknya.
"Coba tebak, Papa bawa siapa?"
Kayla dan Kay langsung menoleh ke arah Virly yang berdiri canggung di belakang Arsen. Virly yang merasa ditatap oleh dua pasang mata polos itu langsung membuang mukanya ke arah lain, kembali merasa tertekan.
Arsen menegur Virly dengan suara rendah dan tajam. "Virly! Jaga sikapmu. Tatap anak-anakmu!"
Virly memaksakan diri untuk kembali menatap mereka.
Arsen kembali tersenyum pada anak-anaknya. "Papa bawa Mama baru untuk kalian. Mama yang baik. Mama yang akan peluk dan temani kalian setiap hari."
"Serius, Papa? Mama baru?" Kay menatap Arsen dengan mata berbinar, penuh harap.
"Serius, Sayang." Jawab Arsen tersenyum.
Kayla hanya melirik sekilas, tidak tertarik dan kembali fokus pada mainannya, menunjukkan ketidakpercayaan dan keengganan.
Sedangkan Kay menatap Virly lekat-lekat. "Tapi... kenapa Mama baru terlihat tidak senang dengan Kakak dan Kay?"
Perkataan polos itu membuat Arsen terdiam sejenak. Ia tahu Kay benar.
"Tidak, Nak. Mama senang. Cuma malu. Kalau begitu, Kay sama Kakak harus kenalan dulu dengan Mama baru." Ucap Arsen.
Arsen melepaskan pelukan pada Kay, mendorongnya pelan ke arah Virly. Kay mendekati Virly dan dengan hati-hati memegang ujung dress pernikahan Virly yang masih melekat di tubuhnya.
"Ma-mama..." Kay dengan gugup memanggil pelan.
Virly menoleh ke arah Kay, yang menatapnya dengan mata polos dan penuh harap. Melihat Kayvan dan merasakan tatapan tajam Arsen di punggungnya, Virly akhirnya berjongkok, menyamakan tinggi mereka. Ia memaksa dirinya tersenyum.
"Halo! Nama Kakak Virly, dan sekarang Kakak akan menjadi Mama untuk kalian. Siapa namamu, Nak?" Virly berusaha seramah mungkin.
Kay tersenyum senang mendengar konfirmasi bahwa wanita di depannya adalah ibu barunya.
"Aku Kayvan! Dan itu Kakak Kayla!" Jawab Kay bersemangat
"Nama yang bagus! Kayvan, kamu tampan sekali." Puji Virly.
Kay tersenyum lebar, merasa bangga. Virly kemudian menoleh ke arah Kayla yang sibuk sendiri
"Kayla, Sayang... kemari, Nak." Virly mencoba memanggil Kayla.
Kayla hanya diam. Virly tidak menyerah. Ia mendekati Kayla dan memberanikan diri mengelus rambut Kayla dengan sangat lembut.
Kayla mendongak, terkejut mendapat sentuhan lembut yang jarang ia rasakan.
Virly tersenyum ramah. "Kakak cantik ini lagi ngapain?"
"Main." Kayla menjawab singkat.
"Boleh Mama Virly ikut main?"
Kayla hanya mengangguk, kali ini tanpa rasa takut. Sentuhan lembut dan senyum Virly telah meruntuhkan sedikit pertahanan dingin yang dibangun Kayla.
Melihat interaksi yang tak terduga berhasil dan suasana mulai cair, Arsen merasa rencananya berhasil.
"Bagus. Papa ada urusan penting sebentar di bawah. Virly, kamu harus temani anak-anak. Jangan tinggalkan mereka sendiri. Aku akan kembali sebentar lagi."
Arsen berbalik dan meninggalkan kamar. Virly menatap punggung Arsen dengan kesal, tetapi begitu menoleh ke Kayvan yang menatapnya penuh harap, Virly tahu perannya yang berat telah dimulai.
Tugas Virly sebagai 'ibu' yang dibeli telah dimulai.
••• Jangan lupa untuk vote dan tinggalkan komentar yaaa biar semangat hehehe 💙💙💙💙Hai💙💙Ayok bantu votee dan komenn yang buaanyakkk🥳🥳 Bantuin Promosiinn juga boleh yaa😋😋Selamat membaca bagi yaa gaysss. Votee dan komen yang banyak ya! Spam dengan emot ini dulu biar semangat 💙💙 💙 💙 💙 💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙••••••Setelah kepergian Arsen, kamar anak-anak mendadak terasa sunyi. Virly hanya diam saja, tubuhnya terasa mati rasa. Ia menatap hampa ke depan, memproses semua yang terjadi begitu cepat. Ia masih mengenakan gaun pernikahan yang kini terasa seperti rantai.Rasa tidak adil menyelimuti dirinya."Apakah orang kaya selalu seenaknya terhadap orang di bawahnya?" batinnya menjerit. Di usianya yang baru 17 tahun, saat ia masih harusnya memikirkan ujian akhir SMA dan kencan dengan pacarnya, kini ia dipaksa menjadi ibu bagi dua anak yang tidak ia harapkan.Di hadapan Kayla dan Kay, Virly menjatuhkan dirinya, duduk lemah di lantai berkarpet. Ia mengingat kembali wajah kejam Arsen saat mengancam ayahnya.Rasa benci itu perlahan menguasa
Happy Reading 🎈 ••••••Di sudut kota yang jauh dari rumah Arsen yang penuh ketegangan, Vina memasuki sebuah kafe private yang mewah dan tersembunyi. Tempat itu terasa kontras dengan suasana rumahnya pagi tadi—di sini, segalanya ringan dan bebas.Candra, pacar Vina, atau lebih tepatnya selingkuhannya, segera berdiri begitu melihat Vina. Pria muda bertubuh atletis itu tersenyum lebar, senyum yang memancarkan kegairahan dan kenikmatan hidup. Ia merentangkan tangannya lebar-lebar."Akhirnya, ratuku datang juga!"Vina segera masuk ke dalam pelukan Candra, menghirup aroma parfum maskulin yang berbeda dari aroma kemeja Arsen yang kaku."Aku merindukanmu, Sayang." Vina mendekap erat.Setelah melepaskan pelukan, Candra memegang wajah Vina, menatap matanya dengan penuh puja."Kenapa lama sekali, Darling? Aku bahkan sudah menunggu dari tadi. Aku hampir bosan melihat layar ponselku." Keluh Candra.Vina mendengus, ekspresinya kembali berubah malas begitu mengingat drama di rumahnya.Vina me
Happy Reading 🎈 ••••••"Bagaimana para saksi, sah?""Sah!"Virly tidak dapat menahan tangisnya. Ia kini resmi menjadi istri dari pria yang ia benci dan takuti, seorang pria yang membelinya untuk melunasi hutang ayahnya.Begitu akad selesai, Arsen langsung menyela, memotong waktu untuk doa dan salam."Virly, sekarang kamu harus ikut ke rumahku. Sekarang juga."Virly menatap Arsen tajam, melampiaskan sisa perlawanannya. "Tidak mau! Aku tidak mau ikut! Kau tidak bisa memaksaku!""Jangan membantah! Segera pamit kepada keluargamu! Kita akan pergi sekarang."Virly tetap keras kepala, ia tetap menggeleng. Arsen yang mulai kehilangan kesaaran, meninggikan suaranya, memperingatkan. "Aku bukan orang yang sabar, Virly. ""Satu...""Dua...""Ti__"Tepat sebelum kata 'tiga' keluar, Mama Arsen, Diana, yang sedari tadi diam dan mengamati drama itu dengan wajah prihatin, menegur putranya.Diana menarik lengan Arsen dengan lembut. "Arsen! Jangan seperti itu. Dia baru saja menikah."Di
Happy Reading 🎈 ••••••"Di sini... berat, Papa. Kayvan capek..." Kayvan mendekap leher Arsen dengan isakan kecil.Arsen menatap Bi Lastri, yang terlihat lelah tapi penuh perhatian."Bi Lastri, terima kasih banyak. Biar malam ini saya yang jaga Kayla dan Kayvan. Bibi istirahat saja.Bi Lastri adalah asisten rumah tangga yang bertanggung jawab untuk dapur dan kebersihan, tetapi ia harus merangkap menjadi pengasuh sejak Arsen memecat dua baby sitter sebelumnya karena mereka sering memukul Kayvan dan Kayla saat menangis."Tidak apa-apa, Pak Arsen. Biar saya saja yang jaga. Bapak pasti lelah setelah bekerja. Bapak istirahat saja." Bi Lastri tersenyum lembut."Tidak, Bi. Saya yang harus di sini. Saya ingin memeluk anak-anak saya malam ini. Bibi istirahat ya. Besok masih harus beres-beres. Terima kasih banyak, Bi." Ucap Arsen tegas, namu terdengar lembut.Tak ingin membantah majikannya, wanita paruh baya itu mengangguk, memberikan senyum penuh dukungan, dan segera keluar dari kamar
Happy Reading 🎈••••"APA?! Menikah dengan Bos Papa?! Tidak mau! Papa, ini lelucon, kan?! Aku masih kuliah Pa! Aku bahkan sudah punya pacar! Papa tidak bisa melakukan ini padaku!" Virly menolak mentah-mentah.Reaksi Virly sama sekali tidak menggoyahkan Arsen. Ia bangkit dari sofa, menjulang tinggi di atas keluarga yang sedang hancur itu."Aku tidak peduli kau punya pacar atau masih kuliah. Kau punya waktu satu hari untuk memutuskan, Nona Virly." Arsen berkata dengan suara dingin, tegas, dan menindas.Ia melangkah maju, memaksa Virly mendongak untuk menatapnya."Menikah denganku, dan hutang ayahmu lunas. Atau, ayahmu masuk penjara besok, dan semua asetmu akan kuserahkan ke bank. Aku hanya butuh ibu untuk kedua anakku. Aku tidak butuh drama cintamu.""Kau tidak boleh seenaknya! Kau tidak bisa membeli hidup orang lain seperti ini! Ini tidak adil!" Teriak Virly marah."Keadilan? Keadilan adalah hutang yang harus dibayar. Sekarang pilihan pembayaran ada di tanganmu. Pikirkan baik-b
Happy Reading 🎈 ••••"Lagi ngapain?" tanya Virly ketika melihat Reno di seberang yang grasak-grusuk."Apa sayang? Gak kedengeran, tunggu bentar mau pindah posisi dulu." Terdengar jawaban dari seberang telepon."Lagi ngapain sih? Kayak cewek aja, kameranya gak bisa diem." Virly menatap kesal layar handphone nya."Apa sayang? Cewek? Cewek siapa? Di sini gak ada cewek." Suara Reno kembali terdengar, tapi tidak dengan mukanya."Reno anak setan. Kalau nggak jelas aku matiin aja ya?" Virly ngedumel kesal mendengar ucapan Reno."Ehhh, jangan dulu dong! Ini udah selesai." Reno tersenyum menampilkan mukanya di layar HP."Lagi di mana? Kok banyak suara?". tanya Virly penasaran."Lagi di luar sama teman, sayang!" jawab Reno."Ihh, geli banget dan di panggil sayang. Panggil nama aja bisa nggak?" Virly geli sendiri mendengar ucapan Reno yang memanggilnya sayang sedari tadi."Biar terbiasa sayang, lagian kita kan pacaran." jawab Reno santai."Baru juga sehari." Virly memutar matany







