LOGINHai💙💙
Ayok bantu votee dan komenn yang buaanyakkk🥳🥳 Bantuin Promosiinn juga boleh yaa😋😋 Selamat membaca yaa gaysss. Votee dan komen yang banyak ya! Spam dengan emot ini dulu biar semangat 💙💙 💙 💙 💙••••••
Setelah menyuruh Virly keluar, Arsen sibuk menenangkan anak-anaknya. Kayla sudah tenang, matanya terpaku pada iPad yang diberikan Arsen, sebuah distraction instan untuk melupakan drama yang baru saja terjadi.
Kay masih berada di gendongan Arsen, kepalanya menyandar di dada ayahnya, diam tanpa suara—keadaan yang lebih mengkhawatirkan daripada tangisan.
Arsen mengusap kepala Kay lembut . "Mau main dengan Kakak, Nak? Mobil-mobilan?
Kay hanya menggeleng tak minat, tetap memejamkan mata di dada Arsen.
Arsen menghela napas lelah. "Sekarang mau Kay apa, Sayang?"
Pikiran Arsen mulai kacau. Pernikahannya dengan Virly baru sehari, tapi sudah terasa seperti bencana besar.
"Apakah keputusanku terlalu cepat?" tanyanya pada diri sendiri.
Kepalanya serasa mau meledak dengan masalah yang datang bertubi-tubi. Ia merenungkan perkataan orang tentang cobaan hidup.
Benar apa yang orang katakan. Cobaan hidup ini berbeda-beda. Ketika mempunyai keluarga yang damai dan harmonis, pasti ujiannya di ekonomi. Tapi ketika ekonomi bagus, pasti ujiannya di keluarga.
"Aku punya uang berlimpah, tapi cobaan terbesarku di keluarga. Aku hanya ingin kehidupan yang tenang. Tuhan, tolonglah aku!" Batinnya lelah.
Saat Arsen bergumul dengan pikirannya, ketukan di pintu menginterupsi momen itu.
"Permisi, Tuan Arsen. Ada Tuan Vano di bawah." Terdengar bi Lastri memanggil dari luar.
"Baik, Bi. Saya turun sekarang."
Arsen menurunkan Kay. Kay mengangguk mengerti, kembali ke gambarannya dengan Kayla.
Sesampainya di ruang tamu, sudah ada Vano, sekretaris setianya, berdiri dengan map di tangan.
"Mana surat-suratnya?" Tanya Arsen tanpa basa-basi.
Gio segera menyerahkan map cokelat tebal itu. "Sudah siap semua, Tuan. Saya sudah menghubungi Nyonya Vina dan juga Andra terkait gugatan cerai ini. Saya katakan padanya bahwa persidangan akan langsung diadakan besok pagi."
Arsen mengangguk puas. "Kerjamu sangat bagus, Gio. Dan jangan sampai Vina tahu sebelum waktunya."
Belum sempat Arsen dan Gio menyelesaikan pembicaraan, pintu rumah didobrak dengan suara keras. Vina datang, tampilannya yang stylish kini terlihat berantakan karena amarah yang memuncak.
"Arsenio! Apa maksud semua ini?! Apa yang kau katakan pada Candra?! Kenapa kau menuntut cerai?!" Vina berteriak histeris.
"Arsenio! Apa maksud semua ini?! Apa yang kau katakan pada Andra. Kenapa kau menuntut cerai?!" Vina berteriak histeris.
Arsen menatap Vina dengan pandangan datar, matanya kosong dari emosi.
"Aku mau menceraikanmu, Vina. Itu sudah jelas."
Vina menggeleng keras, mencengkeram tas tangannya. "Aku tidak mau! Aku tidak mau cerai darimu! Kau tidak bisa seenaknya!"
"Aku tidak peduli kau mau atau tidak. Besok persidangan sudah siap. Aku tidak main-main. Kau tidak akan mendapatkan hak asuh, dan kau tidak akan mendapatkan apa-apa." Ucap Arsen dingin.
Vina terkejut.
"Kau tidak bisa melakukan ini! Aku istrimu! Aku ibu dari anak-anakmu!"
"Kau? Ibu? Setelah kau mengatakan di depan mereka bahwa kau bukan ibu mereka? Cukup! Malam ini, kau kemasi barang-barangmu dan pergi dari rumah ini sekarang juga."
"Tidak mau! Ini juga rumahku! Aku tidak akan pergi!" Vina berteriak.
"Jangan berteriak di rumahku. Jangan sampai anak-anakku mengira kau sudah gila." Arsen menunjuk Vina dengan tatapan yang tajam.
"Sialan kau, Arsen!" Vina mengumpat dengan penuh emosi.
Arsen mengabaikan umpatan itu. Ia segera memanggil Bi Lastri.
"Bi Lastri! Tolong panggil tukang kebun dan satpam. Kalian bantu kemasi semua barang Vina di kamarnya dan keluarkan dari rumah ini sekarang juga!"
Vina sontak membentak Bi Lastri yang hendak naik ke atas.
"Berani menyentuh barang-barangku, pelayan sialan?! Jangan naik!"
Bi Lastri yang patuh pada majikan utamanya, hanya menunduk dan tetap naik ke atas, mengabaikan teriakan Vina.
Arsen menatap Vina dengan pandangan final. "Aku tidak mau tahu. Pokoknya malam ini kau harus keluar. Dan besok, kau datang ke persidangan."
"Aku tidak akan datang!" Sangkal Vina.
Arsen menghela napas, ia tahu kelemahan Vina.
"Aku akan membayarmu, Vina. Bayaran yang sangat besar. Bukan sebagai ganti rugi, tapi sebagai harga untuk kebebasanku."
Vina menatap Arsen dengan marah, tetapi perlahan kerutan di dahinya mengendur, digantikan oleh ketertarikan.
"Dua miliar rupiah. Kau akan mendapatkannya jika persidangan besok berjalan lancar, tanpa drama, dan kau melepaskan semua hak atas anak-anak. Ambil uang itu, dan pergilah selamanya bersama selingkuhanmu." Ucap Arsen.
Mendengar jumlah dua miliar rupiah, Vina terdiam. Wajahnya yang semula marah, kini dipenuhi kalkulasi. Uang selalu menjadi prioritas utamanya. Ia memandang Arsen dengan tatapan penuh kebencian yang dingin.
Tanpa mengatakan apapun, Vina berbalik dengan langkah kesal dan naik ke lantai atas menuju kamarnya. Kamar yang sudah terpisah dari Arsen sejak kelahiran Kayla, kamar yang menjadi saksi bisu keegoisannya.
Arsen tahu, ia telah membeli kebebasannya dengan harga yang mahal. Ia melihat kepergian Vina, dan hanya ada rasa jijik.
Ia menoleh ke Vano. "Urus sisanya. Aku mau melihat anak-anakku.
Ia naik, meninggalkan kekacauan di lantai bawah, menuju kehangatan palsu yang ia janjikan kepada kedua anaknya.
Sesampinya di atas, ia mendekati anaknya kembali. Membawa Kay ke gendongannya.
"Mama mana papa?" Kay kembali bertanya.
"Mama lagi ganti baju sebentar. Sekarang kita turun ke bawah duluan ya." Arsen membujuk anaknya.
"Tapi mama tidak pergi kan papa?" Kay kembali bertanya, takut mama baru yang baru saja di bawa papanya pergi lagi.
"Tentu tidak, asalkan Kay tidak nakal." Arsen mengelus rambut kayvan lembut.
Arsen menoleh ke arah Kayla yang sedari tadi hanya diam. Ia menghela nafas melihat putrinya yang tampak murung.
"Kayla, ayok makan dulu nak. Mama lagi ganti baju sebentar. Nanti baru main sam mama ya!" Arsen mendekati Kayla dengan Kay yang masih di gendongan nya.
"Ayok, nak!" Arsen menggandeng tangan Kayla agar mengikutinya turun ke bawah.
Kayla hanya menurut ketika tangannya di tarik papa nya dengan pelan. Ia merasa kecewa karena terlalu berharap akan mendapatkan mama baru yang baik dan penyayang.
Tapi yang di bawa papanya menurutnya tidak jauh berbeda dengan mama kandung nya. Sama-sama tidak perduli kepada nya dan adiknya.
Sesampainya di bawah, Arsen membawa Kay dan Kayla agar duduk dulu di sofa, sambil menunggu Virly sebelum makan malam.
Tidak berapa lama kemudian, suara langkah kaki tergesa-gesa terdengar dari lantai atas. Arsen seketika menoleh ke sumber suara, begitu juga Kay dan Kayla.
Vina turun dengan beberapa barang di tangan nya. Sedangkan untuk semua pakaian dan kopernya, ia menyuruh agar pak orang suruhan Arsen.
Melihat Arsen bersama kedua anaknya duduk di sofa, Vina menatap sinis dan memalingkan mukanya. Ia berjalan dengan cepat menuju pintu.
Tepat saat Vina berada di ambang pintu, suara serak dan lirih memanggilnya.
"Mama..." Kayvan berbisik pelan, penuh harapan.
Vina berhenti. Ia berbalik, menatap Kayvan yang berada di pangkuan Arsen. Tatapannya sama sekali tidak mengandung kehangatan. Ia hanya merasakan kejengkelan karena drama ini menahannya.
"Aku bukan mamamu." Ucap Vina dengan suara dingin dan menusuk.
•••• Ayok ayok mana komentarnya 💙💙💙💙 Hai🔥💙Ayok bantu votee dan komenn yang buaanyakkk🥳🥳 Bantuin Promosiinn juga boleh yaa😋😋Happy Reading 🎈 ••••"Sudah, pulang sana!" Desak Virly.Reno mengangguk. "Bye, Sayang!"Virly melambaikan tangan setelah kepergian Reno.Jantung Virly berdegup kencang saat matanya menangkap mobil Arsen yang sudah terparkir di depan pagar. "Sial, semoga Mas Arsen tidak melihat adegan pelukan tadi. Matilah aku!" Ia segera berjalan mendekati mobil itu, membuka pintu depan, dan duduk di samping Arsen."Mas." Virly mencoba tersenyum.Ia mengulurkan tangannya untuk salim pada Arsen. Arsen menerima uluran tangan Virly. Virly menempelkan punggung tangan suaminya ke pipinya, melirik Arsen yang menatap nya datar, lalu melepaskan tasnya.Arsen menjalankan mobil tanpa berkata apa-apa.Virly melepaskan dasi yang mencekik lehernya."Mas, ada air minum? Aku haus. Airku habis."Arsen mengambil tumbler yang tersedia di mobilnya dan menyerahkan ke Virly. Virly minum dengan hati-hati dan mengembalikan tumb
Hai💙💙Ayok bantu votee dan komenn yang buaanyakkk🥳🥳 Bantuin Promosiinn juga boleh yaa😋😋••••••Arsen mengedikkan bahu, pura-pura tidak mengerti. "Terus aku harus apa? Sebagai seorang ibu, harusnya kau bisa mengurus anakmu.""Aku sebentar lagi akan terlambat!"Virly berharap Arsen mengerti."Aku juga mau pergi bekerja. Bukan cuma kamu yang ada kegiatan." Jawab Arsen sarkas.Mendengar jawaban Arsen yang seolah tak mau membantunya, Virly hanya diam saja. Rasanya percuma meminta tolong kepada manusia seperti Arsen.Ia kembali menjauh dari Arsen, duduk di meja makan, dan menepuk-nepuk punggung Kayvan dengan pelan."Baiklah. Kalau Kay tidak mau ditinggal, aku libur saja hari ini. Arsen, kau memang menyebalkan, tapi aku tidak akan membiarkan anakmu menderita karenamu." Batinnya.Keputusannya telah bulat. Virly pasrah melewatkan kuliah, demi menenangkan anak yang ia jaga.Melihat Virly hanya diam di meja makan, memeluk Kayvan, Arsen menghela napas. Ia berjalan mendekati Virly.Arsen b
Hai💙💙Ayok bantu votee dan komenn yang buaanyakkk🥳🥳 Bantuin Promosiinn juga boleh yaa😋😋Selamat membaca bagi yaa gaysss. Votee dan komen yang banyak ya! Spam dengan emot ini dulu biar semangat 💙💙 💙 💙 💙 💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙••••••Pagi hari, sekitar pukul 05:30, sebelum anak-anaknya bangun, Virly sudah terbangun terlebih dahulu. Ia meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku karena harus berbagi ranjang dengan Kayvan dan Kayla. Ia menatap kedua anak itu dengan dalam, merasa iba melihat mereka harus menjalani hidup tanpa kasih sayang orang tua yang utuh.Ia segera menuruni ranjang dan berjalan menuju kamar utama. Ia memutar knop pintu dengan malas, tetapi pintu itu terkunci."Mas... Mas Arsen, buka!" Virly mengetuk pelan.Tak ada jawaban. Virly kembali mengetuk pintu dengan kencang, mulai panik karena takut terlambat sekolah."Mas Arsen! Buka! Aku mau mandi! Aku harus berangkat kuliah!"Tak lama, pintu terbuka. Arsen berdiri di sana dengan wajah baru bangun tid
Hai💙💙Ayok bantu votee dan komenn yang buaanyakkk🥳🥳 Bantuin Promosiinn juga boleh yaa😋😋💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙•••••••Selesai dengan tablet-nya, Arsen memutuskan untuk keluar menuju kamar anak-anak. Begitu ia membuka pintu, ia melihat Kayvan dan Kayla yang sibuk menggambar. Matanya menoleh ke arah ranjang, di sana ada Virly yang membalut tubuhnya dengan selimut." Apakah dia sudah tidur? Ini bahkan baru pukul 7 malam. Apakah istriku merajuk? "Arsen kemudian mendekati kedua anaknya dan duduk di samping Kayla. "Sedang apa, Nak? Gambar apa itu?"Bukannya menjawab, Kayla malah menatap ayahnya dengan serius.Kayla berkata dengan suara polos namun menyentuh. "Papa... Papa tadi memarahi Mama, ya?"Arsen terdiam. Ia tidak menyangka Kayla memperhatikan."Tidak, Sayang. Papa tidak memarahi Mama. Papa hanya bicara tegas." Jawab Arsen."Tapi Mama terlihat murung. Mama sudah capek sekolah dari pagi, dan begitu pulang harus mengurus aku dan Adek lagi. Jadi... bisakah Papa jang
Hai💙💙Ayok bantu votee dan komenn yang buaanyakkk🥳🥳 Bantuin Promosiinn juga boleh yaa😋😋💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙💙••••••Follow Ig: wang_shineeHappy Reading 🎈 •••"Halo, Sayang! Sibuk ya? Nanti malam kita jadi keluar kan? Aku kangen banget nih." Suara Reno yang ceria, terdengar jelas.Virly terkejut total. Ia segera melihat layar ponselnya—ternyata memang Reno yang menelpon. Ia langsung mematikan loudspeaker dan berjalan menjauh ke arah balkon, sementara mata Arsen menatap tajam ke punggungnya."Reno, aku tidak bisa untuk malam ini. Ada acara mendadak. Sangat penting." Virly berbisik, suaranya tegang.Reno terdengar menghela napas. "Yah... padahal aku sudah siapkan kejutan. Kalau begitu, kapan Virly bisa? Besok?""Nanti aku kabari. Aku tutup dulu ya. Sampai jumpa." Virly langsung menyudahi panggilan tersebut.••••Virly kembali masuk ke dalam kamar dan langsung mendapatkan tatapan tajam, menusuk, dan penuh amarah dari Arsen.Virly, meskipun gentar, berusaha tidak
Hai💙💙 Ayok bantu votee dan komenn yang buaanyakkk🥳🥳 Bantuin Promosiinn juga boleh yaa😋😋 Selamat membaca bagi yaa gaysss. Votee dan komen yang banyak ya! Spam dengan emot ini dulu biar semangat 💙💙 💙 💙 💙 •••••• • Kayvan menggeleng. "Kay mau menunggu Mama." Virly menghela napas panjang. Ia menatap Arsen dengan sinis, matanya memancarkan kekesalan luar biasa. "Kenapa kau menatapku sinis begitu?" Ucap Arsen merasa terganggu dengan tatapan itu. Virly mendengus kesal. "Kau tidak punya hati." Arsen langsung memasang wajah tak terima. "Apa maksudmu, Virly? Jaga ucapanmu!" Virly, yang sedari tadi menahan kekesalannya, akhirnya meluapkannya. "Bagaimana bisa kau dengan santainya duduk tadi di bawah, membiarkan Kay menangis sampai sesegukan?! Bahkan sampai sekarang, sudah hampir jam empat sore, Kay belum makan sama sekali! Di mana hati nuranimu, Arsen?!" Ucap Virly, nada nya meninggi karena emosi. "Kayvan yang nakal! Aku sudah bilang dia harus diam dan men







