Share

84. Gian Tampak Berbeda

Author: A mum to be
last update Huling Na-update: 2025-08-10 10:15:50

“Ada apa?” Aurelia menatap lekat wajah Gian yang baru saja menutup pintu apartemen, suaranya terdengar hati-hati.

Tidak ada jawaban.

“Ada masalah di kantor ya?” tanya Aurelia lagi, mencoba menebak.

Pria itu berhenti sejenak, menghela napas panjang. Masih tanpa sepatah kata pun. Aurelia ingin bertanya lagi, tapi ia menahan diri. Sorot mata Gian penuh beban, dan ia tahu memaksa hanya akan membuat dinding di antara mereka semakin tebal.

Suasana ruang tengah menjadi sunyi. Hanya terdengar detak jam dinding yang terasa lebih keras dari biasanya.

Aurelia memutuskan untuk tidak mendesak. “Aku buatkan teh hangat dulu, ya?” suaranya lirih, mencoba memecah sunyi yang pekat.

Gian hanya mengangguk kecil, lalu melepaskan jasnya dan melemparkannya sembarangan ke sofa. Wajahnya muram, rahangnya mengeras, dan tatapan matanya menembus kosong seolah membawa beban yang tak bisa dibagi.

Aurelia menelan ludah, hatinya i

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Locked Chapter

Pinakabagong kabanata

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   95. Apa Kau Ingin Menyerah?

    Aurelia berdiri terpaku di balik pintu kamar mandi, punggungnya menempel pada kayu dingin yang baru saja ia tutup rapat. Cahaya pagi yang menyusup dari celah jendela kamar mandi jatuh di lantai keramik, membentuk garis tipis yang terasa asing baginya. Nafasnya terlihat tenang dari luar, tapi di dalam dadanya, detak jantungnya bergemuruh seperti ombak memecah karang.Kata-kata yang ia dengar semalam dari Kirana dan Nyonya Lestari masih menggema. Bukan sekadar terdengar sekali lalu menghilang, melainkan berputar-putar di kepalanya seperti lagu buruk yang tak bisa ia hentikan. Setiap nada, setiap intonasi, setiap helaan napas di sela kalimat, ia ingat dengan jelas.Ia tahu—jika ia menceritakan percakapan itu kepada Gian, segalanya bisa berubah menjadi rumit. Gian sedang berada di titik rapuh, berusaha membangun kembali hubungan dengan ibunya setelah sekian lama renggang. Jika ia menambah bara api, ia

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   94. Wanita Pilihan

    "Bagaimana, Aurelia?" tanya Tuan Mahesa penuh harap, seolah mewakili Nyonya Lestari yang gengsi untuk mengatakannya.Aurelia menoleh dengan senyum tipis. "Aku sih terserah sama Gian saja, Ayah."Sementara Kirana seakan menelan ludah. Senyumnya tetap ia jaga, tapi sorot matanya sedikit meredup. "Oh… begitu," ucapnya lirih sambil berusaha tertawa kecil. "Ya, tentu saja. Memang sudah seharusnya begitu," tambahnya, mencoba menutupi rasa kecewa yang sempat muncul di wajahnya.Langit sudah berganti pekat saat Gian akhirnya mengangguk setuju untuk menginap. Nyonya Lestari tampak senang, sedangkan Kirana hanya tersenyum tipis—senyum yang terlalu rapih untuk benar-benar tulus. Aurelia mencoba menepis rasa janggal yang merayap di dadanya, meski nalurinya sudah memberi sinyal.“Kamarmu masih tidak berubah,” kata Nyonya Lestari yang kini menatap Gian dengan mata yang berbinar.&n

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   93. Kado Untuk Ibu Mertua

    “Aduh, cantik sekali anggrek ini, Mbak,” kata penjual tanaman, seorang wanita paruh baya dengan topi jerami yang tampak akrab menyapa pelanggan.Aurelia tersenyum sambil mengangguk. “Anggrek bulan putih, ya?”“Iya, ini salah satu jenis yang paling disukai pecinta tanaman hias. Bunganya tahan lama, warnanya elegan, dan perawatannya cukup mudah kalau tahu caranya.” Penjual itu membelai kelopak bunga yang sedang mekar sempurna.Doni, yang berdiri di samping Aurelia, ikut menimpali, “Kalau Ibu mertuamu suka tanaman, ini cocok banget. Anggrek bulan putih itu simbolnya penghormatan dan ketulusan.”Wulan mengangguk setuju. “Lagipula, Bibi Doni ‘kan ahli tanaman, jadi aku sudah dapat bocoran kalau tanaman ini tidak akan bikin Aurelia repot jelasin cara rawatnya ke Ibu Mertua.”Aurelia menatap keduanya sambil tersenyum kecil. “Kalian berdua benar-benar penyelamatku hari ini. Aku tadi mau be

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   92. Kalau Aku Tergoda Bagaimana?

    Malam itu, Aurelia berbaring di ranjang, selimut membungkus tubuhnya. Ia menatap wajah Gian yang tiba-tiba berubah jengah saat melihat ponselnya. Tawa kecil keluar dari bibir Aurelia.“Kirana lagi, ya?” tanya Aurelia dengan tawa kecil. Tanpa ragu, ia menyentuh wajah suaminya dan menciuminya dengan lembut. “Ya sudah, layani saja dia dulu,” bisiknya sambil tersenyum nakal.Gian mengeluarkan suara pelan, matanya berkilat antara kelelahan dan candaan. “Kau tidak takut aku malah jatuh hati padanya? Kalau aku tergoda bagaimana?”Aurelia hanya menggeleng sambil merapikan selimut yang membungkus tubuhnya. Ia berusaha memejamkan mata, namun Gian segera membuka pembicaraan lagi.“Batu yang keras bisa jadi cekung kalau terus-terusan ditetesi air, kan?” Gian terdengar mulai kesal tapi tetap ingin menggoda.Aurelia menahan ingin tidur dan menjawab dengan tenang, “Aku tahu itu. Tapi batuku tetap keras karena

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   91. Masuk Rumah Sakit

    Dari seberang sana, suara Mbok Sri terdengar panik dan bergetar. “Bu, maaf ya mengganggu pagi-pagi begini. Non Caca tadi malam demamnya tinggi sekali. Badannya panas, dan sejak tadi dia terus memanggil-manggil nama Ibu. Kami sudah bawa dia ke rumah sakit. Dokter bilang harus diobservasi lebih lanjut.”Aurelia membeku sejenak. Dadanya sesak, seolah beban berat menekan tulang rusuknya. “Oh, Caca…” gumamnya pelan, suaranya hampir tak terdengar. “Papanya di sana ‘kan?”“Dua hari yang lalu baru saja berangkat ke Singapura lagi, Bu,” jawab Mbok Sri dengan suara yang bergetar, seolah menahan air mata.Aurelia menghela napas panjang, berusaha menguasai diri agar tidak panik. “Aku ada kelas hari ini, Mbok. Tapi nanti siang aku pasti ke sana, ya? Salam buat Caca. Semangatin dia terus.”“Baik, Bu. Terima kasih sudah mau datang,” kata Mbok Sri dengan nada penuh harap, suaranya lirih

  • Terpaksa Jadi Mempelai Pengganti di Pernikahan Kakakku   90. Puding Mangga

    Aurelia mengerjap, nyaris menghela napas panjang, tapi menahannya. “Apa maksudmu?”“Jangan pura-pura tidak paham, Lia,” ucap Gian, menaruh tas kerjanya di kursi dengan bunyi thud. “Kau bahkan menyambut Kirana dengan senyum selebar itu, seolah dia… tamu terhormat di rumah kita.”Aurelia mendesah panjang, matanya menatap Gian dengan campuran lelah dan pasrah. Ia maju dua langkah, merebut tas kerja Gian dari kursi, lalu meletakkannya di meja sudut. Tanpa menunggu respon, ia juga mengambil jas kerja suaminya dan menggantungnya di belakang pintu.Tak lupa, ia melepas apron dari tubuhnya, melipatnya sembarangan di meja. “Aku sudah buatkan puding mangga,” katanya, suaranya dibuat riang, seolah ingin mencairkan suasana. “Ada tiga rasa. Asam, manis, dan keju.”

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status