Share

Acara di Rumah Bos

Penulis: Nainamira
last update Terakhir Diperbarui: 2021-11-13 01:04:20

Tidak terasa sudah hari jum'at. Sudah hampir seminggu Alif berada di asrama, besok siang rencana Rahma akan menjemput Alif untuk menghabiskan akhir pekan bersama. Rahma sudah memiliki rencana istimewa untuk menyambut putranya itu. Sepulang mengajar dia akan belanja untuk membuat masakan kesukaan Alif, ayam geprek dan bakso bakar.

Selama sembilan tahun membesarkan anak itu, dia tahu benar perubahan Alif satu persatu. Waktu umur dua tahun, Alif suka sekali memakan  gulai ikan patin tanpa cabe, dimakan dengan nasi hangat, dia bisa tambah-tambah makannya. Umur tiga tahun beda lagi kesukaannya, dia suka kue browies keju. 

Karena hari ini pulang cepat, Rahma akan segera belanja ke pasar untuk membeli bahan ayam geprek buatannya, Alif lebih suka jika dia yang membuatnya daripada membeli jadi, menurut anak itu sambelnya tidak terlalu pedas tetapi gurih dan lezat.

Baru memarkirkan motor di pasar, handphone Rahma berbunyi, buru-buru dia mengambil Ponsel di tasnya, rupanya bosnya yang menghubungi.

"Assalamulaikum, Bos?" sapa Rahma

"Kamu di mana?" 

"Saya lagi di pasar, Bos. Lagi belanja."

"Oh, kebetulan sekali. Besok di rumahku ada acara, kamu masak yang enak-enak untuk tiga puluh orang, ya," kata bosnya dari sebrang sana.

"Untuk berapa orang, Bos?" tanyanya memastikan.

"Untuk tiga puluh orang. Masak yang enak, menunya daging, ayam, seafood. Jangan lupa cemilan, kue dan penganan ringan lainnya. Duitnya sudah saya transfer," kata Bastian langsung mematikan panggilannya.

"Tapi, Bos ... Bos! Huh ...."Rahma mendengus kesal.

'Untuk acara sebesar itu kenapa tidak catering aja sih? Apa aku sanggup memasak sendiri dengan menu sebanyak itu,’batinnya.

Dulu waktu menjual mie ayam, Rahma pernah membuat hingga lima ratus porsi, tapikan itu cuma semacam.

Dia segera mengecek SMS Banking, di sana tertera uang yang sudah di transfer lelaki itu. Wah, lima belas juta? Yang benar saja ini? Uang segini cukup untuk membuat Akikahan anak laki-laki. 

"Duh, harus bagaimana aku ni? Yah terpaksa mengambil uang cash dulu di ATM," katanya sambil melajukan motornya ke mesin ATM terdekat.

Setelah mengambil uang, Rahma segera membeli daging tiga kg, ayam 4 kg dan udang besar 2 kg. Membeli bumbu-bumbu dapur, cabe, bawang dan berbagai macam sayuran. Barang belanjaan yang cukup banyak, membuat Rahma kepayahan membawanya. Beruntung pedagang ayam memberinya karung bekas sehingga semua barang dimasukkan dan diikat di belakang jok sepeda motor.

Rahma menaruh semua bahan makanan yang baru dibelinya di rumah, sesudah itu dia segera memesan ojek online untuk pergi ke  swalayan. Di swalayan, Rahma membeli sembako,  bahan-bahan kue, membeli blender, mixer kue, oven dan panci presto. Yah, semua alat ini dia beli, kan untuk memudahkan pekerjaannya. Tak lupa dibelinya magicom ukuran jumbo, agar dia tidak repot menanak nasi. Untungnya di swalayan ini lengkap menyediakan barang kebutuhan rumah tangga dan elektronik.

Sepertinya masih ada yang kurang, dia segera menelepon bosnya, panggilannya tersambung dan diangkat.

"Ada apa?" kata suara di seberang telepon.

"Bos, di rumah Bos lengkap gak peralatan makan? Seperti piring, sendok, gelas dan tempat prasmanan?" tanya Rahma.

"Ya, nggak ada. Piring di rumah cuma selusin. Ya sudah, kamu beli saja, kalau duitnya kurang, bilang!" kata Bastian

"Oke," kata Rahma.

Ah, Rahma sendiri heran, kenapa dia justru bersemangat sekarang? Mungkin karena seumur hidupnya dia tidak pernah berbelanja memborong barang sebanyak itu. Pelayan swalayan sampai dua orang yang melayaninya. Dia tambah piring empat lusin sekalian sendoknya, tempat prasmanan yang cantik-cantik dari keramik enam buah, gelas piala empat lusin, piring hias untuk tempat kue-kue. Tak lupa membeli air mineral empat dus. Wajan yang besar juga tak ketinggalan. Dia masih menambah membeli kompor gas tungku satu yang biasa untuk masak besar. Di swalayan habis belanjanya sepuluh juta. Pihak swalayan memberi jasa antar gratis memakai mobil pick up untuknya. Sepertinya uangnya cukup, bahkan lebih dua juta lebih. 

Selama di mobil Rahma kembali menelpon bosnya.

"Apalagi, sih? Duitnya kurang?" tanya pria itu di seberang sana.

Sebenarnya Rahma malas banget telpon-telponan dengan lelaki itu, bahasanya suka ketus, nyelekit banget bikin kuping panas.

"Bos, saya masak di rumah saya, ya? Jadi, dibawa ke situ sudah matang," kata Rahma sebelum mobil pick up sampai ke tempat tujuan. 

"Terserah kamu, asal makan malam jangan lupa kau antar," kata Bastian 

"Ya ampun, Bos. Sayakan lagi repot memasak untuk besok? Beli saja kenapa sih?"

"Kalau aku bisa beli untuk apa bayar pembantu,” kata pria di seberang sana.

"Kan saya sedang repot?" kata Rahma 

"Itu urusanmu! Terus aku bakalan kelaparan semalaman gitu? Mikir, gimana biar tugas kelar semua. Sudah gak usah ganggu lagi, saya lagi rapat!"

Tuut ... tuut ....

Sambungan telepon diputus di seberang sana. 

"Hiiiih! Belagu banget sih?" Rahma kesal, hampir saja membanting HP di tangannya. 

"Kenapa, mbak?" tanya Sopir pick up yang sudah paruh baya di sampingnya.

"Nggak, Pak. Antar ke rumah saya, Pak,” kata Rahmah sambil menunjuki jalan pada Pak Sopir.

Karena dia besok sibuk, otomatis tidak bisa pergi ke sekolah. Terpaksa  izin satu hari tidak masuk, karena selama sembilan bulan ini, Rahma tidak pernah izin atau sakit, maka kepala sekolah mengizinkan, tetapi hanya satu hari besok sabtu.

****

Rahma sampai rumah pas azan Ashar, dia segera mengambil wudhu dan salat. Dia harus memanfaatkan waktu seefesien mungkin. Mula-mula pekerjaan yang dilakukan menanak nasi di magicom untuk makan malam bosnya. Selanjutnya memixer telur dan gula untuk membuat brownies panggang. Ketika tengah mixer, dia sambi meracik bumbu masakan. Kali ini dia hanya masak sederhana biar cepat, tumis kangkung dan telur kecap pedas mata sapi.

Setelah racikan selesai, telur yang dimixer sudah mengembang tinggal ditambah coklat dark, coklat bubuk, terigu dan susu kental manis, sebelum di panggang di oven, dia taburi dengan keju parut. Brownies siap di panggang, selanjutnya dia menyiapkan lagi adonan untuk bolu mentega coklat, ketika memutar mixer yang kedua, tangannya cekatan menumis sayur kangkung dan membuat telur ceplok tiga buah.

Selesai memasak, segera di masukkan rantang termos seperti biasanya. Hari sudah jam lima sore, pria itu pasti sudah pulang. Rahma segera memesan ojek online di aplikasi hijau, tidak sampai lima menit ojolnya sudah datang, Rahmah tinggal memberi ongkos kirim makanannya dan memastikan alamat yang dituju agar sang driver cepat sampai.

Ah ... lega, selesai tugas satu. Siapa yang gak bisa mikir? Zaman canggih seperti ini, tidak perlu mengantar langsung tinggal sewa jasa pengantaran. Rahma jadi terpikir, kenapa selama ini dia harus pontang-panting tiap pagi mengantarkan bekal untuk pria itu, yah ... mulai besok dia akan hemat energi, tidak perlu lagi mengantarkan makanan itu sendiri.

Segera Rahma mengirim pesan pada bosnya.

(Bos, makanan saya antar lewat ojol) pesan sudah di baca tapi tidak dibalas. Ya sudah, yang penting sampai. 

Rahma kembali berkutat dengan urusan dapur, seloyang brownies, seloyang bolu mentega, seloyang bolu pandan sudah siap. Puding mangga tinggal didinginkan di kulkas, jam sembilan malam Rahma tinggal mencetak risole.

Ah ... capeknya, jam sebelas malam Rahma langsung tertidur tanpa salat Isya terlebih dahulu seperti biasanya.

Jam tiga pagi Rahma terbangun, dia segera salat Isya sekaligus tahajud. Setelah kesadarannya pulih, dia segera memasak daging yang sudah dipotong dadu di fresto. Setelah sepuluh menit dagingpun empuk, segera diiris tipis dan dipipihkan, rencananya dia akan membuat sambal dendeng. Masih ada sisa daging balungan di kulkas, segera dikeluarkan, diraciknya bumbu sop balungan. Dimasukkan semua bumbu dan daging ke fresto biar cepat matang. Setelah daging empuk dimasukkan sayur-sayuran. Jam setengah enam dendeng dan sop balungan sudah ready

Setelah salat subuh, dia kembali memasak ayam kecap, udang asam manis, sayur urap, membuat es buah, memasak nasi, dan memotong buah semangka dan buah melon. Jam setengah sebelas semua sudah siap, segera dia mandi.

Yah, karena barang yang akan diantar banyak, maka Rahma menelpon jasa mobil angkut barang, datanglah mobil box mini. 

****

Jam sebelas Rahma sudah sampai tempat bosnya, acara tinggal satu jam lagi. Rahmapun meminta sopir mobil box itu untuk mengangkut semua barangnya dan membantu menyusunnya. Barang-barang peralatan rumah tangga yang dibelinya dionggokkan begitu saja di gudang, nanti selesai menata makanan dia akan merapikannya. 

Makanan sudah terhidang di meja makan yang dialasi taplak meja cantik yang dibelinya kemarin. Setiap sudut ruangan dihiasi bunga-bunga plastik yang indah. Ruang tengah dipasang permadani cantik yang juga dibelinya kemarin. Delapan buah kursi cantik disusun di halaman belakang yang cukup teduh oleh rimbunan pohon ketapang.

Empat buah meja kecil di letakkan di sudut ruangan, diletakkan juga berbagai macam minuman soda dan teh kemasan botol, tak lupa kue-kue yang dibuatnya diletakkan di piring keramik cantik, dilapisi plastik mika. Gelas-gelas piala diletakkan di meja terpisah. Buah-buahan dan es buah diletakkan di dekat hidangan utama.

 Ah ... beres! Tinggal nunggu tamunya datang. Sebuah nada notifikasi terdengar dari ponselnya, dari bosnya. Woow, rupanya banyak sekali panggilan tak terjawab dan SMS yang bosnya kirimkan. Yah, bagaimana mau menerima telpon atau balas SMS, diakan sedang sibuk?

(Kami berangkat dari kantor jam dua belas. Bagaimana? sudah siap?) Jam 11

(Bagaimana? sudah siap belum? Kenapa ditelpon gak jawab-jawab?) jam 11. 25

(Woi ... angkat ngapa telponnya! Awas ya kalau sampai acaraku ini gagal, terima konsekuennya) jam 11. 45

(Woi, Balas!!) Jam 11. 47

Rahma tertawa ngikik melihat kecemasan bosnya. 

"Tuh, lah. Suka meragukan kemampuan dan profesionalisme seorang Rahma, sih? Jadi salting sendiri kan?" gumam Rahma sambil membalas SMS bosnya.

(Ready, Bos. Come on go ... go ...go!!!) Balasan SMS Rahma langsung dibaca, tetapi tidak dibalasnya. 

Sambil menunggu tamu agung datang, Rahma menyapu dan membersihkan ruangan yang sekiranya masih kotor. Rasanya badannya sudah pegal sekali pengen dibawa baring, tapi dia gak enaklah sama bosnya, jadi ya ditahan-tahan.

****

Terdengar deru suara mobil dan motor yang memasuki halaman. Rahma segera berlari membuka pintu. Tampak Bastian dan Romi datang duluan, berjalan cepat ke dalam rumah, Rahma segera menyongsong bosnya itu. 

"Gimana? Benar sudah siap?" tanya Bastian tanpa basa-basi.

"Silahkan diperiksa sendiri, Bos," jawab Rahma dan berlalu kebelakang untuk menyimpan sapu yang digunakannya tadi.

"Wah ... perfekto, Bro!" pekik Romi melihat dekorasi rumah Bastian.

"Ini bukan makan siang biasa, it is a party! Emejing," lanjutnya.

Bastian hanya mengangguk-ngangguk sambil berkacak pinggang. 

"Lumayan," gumamnya. " Rom, ayo sambut klien kita," lanjut Bastian.

 Romi segera menuju ke ruang depan, menyambut kliennya dan beberapa pegawai yang ikut serta.

Bastian sendiri menuju hidangan utama, diperiksa lauk di wadah satu persatu dan dicicipinya.

Lumayan, hampir mirip sama masakan restoran,’ batinnya. 

"Bos, tugasku sudah selesai, kan? Aku pergi sebentar ya, mau menjemput Alif," kata Rahma menghampiri Bastian.

"Apa? Kalau ada yang butuh dilayani bagaimana? Nanti kusuruh pegawaiku saja yang jemput," kata Bastian sambil berlalu menyambut tamunya.

Rahma hanya mendesah sebal melangkah kearah dapur. 

"Aish, sebentar doang aja gak boleh, gimana nih aku? Sudah kangen banget sama Alif," keluhnya.

Para tamu sudah masuk semua ke ruangan, mereka mulai memakan hidangan ringan sambil bercengkrama. Silvia yang ikut datang, memasang aksi bak nyonya rumah. Semua tamu ditawarinya makan, minum atau camilan. Dia bahkan menerangkan makan siangnya itu dengan detil, seolah-olah dia yang memasak. Sedangkan Bastian sibuk mengobrol dengan Bos pemilik Mall. 

"Maaf Pak Bas, apa tidak disediakan asbak?" tanya Bos Mall itu

"O, maaf, sebentar ya, Pak.” Bastian segera ke dapur mencari Rahma.

Setelah ketemu, disuruhnya Rahma membawa asbak ke meja di taman belakang. 

"Bro ... eh, Bro!" panggil Romi antusias.

Disejajari langkah Bastian.

"Siapa dia, Bas?" tanya Romi sambil menepuk punggung Bastian.

"Siapa?" 

"Itu yang barusan ngobrol sama elu, Bro,” kata Romi sambil menghentikan langkah.

“Yang mana?”

“Eitdah, cewek barusan, yang pakai jilbab maroon itu, loh.” Romi menunjuk ke arah Rahma.

"Oh ... itu? Itu pembokat gue," jawab Bastian santai

"Jadi ... jadi itu pembokat elu?" 

"Iya, emang kenapa?" tanya Bastian sambil mengernyitkan dahi.

Bastian merasa heran dengan pertanyaan Romi, roman-romannya ada apa-apa nih?

"Aduh, Bro. Kenapa gak bilang punya pembantu kayak gitu? Wanita kayak gitu, Bro, tipe ideal calon istri gue," kata Romi bersemangat.

"Ha?" Bastian mengernyitkan dahi mendengar perkataan Romi

"Sepertinya gue jatuh cinta ini, Bro." Romi menatap Rahma dari jauh sambil berdecak kagum dan menggeleng-gelengkan kepala.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Adi Nata U
lebih baik diberi bab atau nomer atau emang sengaja dibuat gitu biar ada yg komen? ......
goodnovel comment avatar
SK Celey
typo Thor... harusnya panci "presto" , bukan fresto. tolong dibenerin biar enak bacanya. tx
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Hidupku sudah sempurna

    Malam itu menjadi malam paling membahagikan bagi Rahma sejak kehamilan pertamanya. Dia tidak menyia-nyiakan kesempatan berjalan-jalan berdua dengan Bastian. Bastian sengaja mematikan ponselnya agar qualty time dengan istrinya tidak terganggu.Hingga sampai pulang seorang perawat dari rumah sakit menunggunya di rumahnya."Maaf, Pak. Saya jadinya ke mari, karena Bapak tidak bisa dihubungi, saya akan mengabarkan satu jam yang lalu, Bu Virda menghembuskan napas terakhir.""Apa?" Bastian kaget sekali mendengar kabar itu.Dia hanya berjalan-jalan dengan istrinya selama tiga jam dari kepulangannya dari rumah sakit, jika dia tahu Mamanya akan meninggal tentu dia akan bersikeras tidak meninggalkan Mamanya, walau Mama Virda memaksanya untuk pulang. Bastian terduduk lesu di sofa ruang tamu. Dia juga menyesali kenapa dia musti mematikan ponselnya"Ya, Allah ... Innalilahi wa Inna ilaihi rojiun ...," u

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Bunda Asti pergi Umroh

    "Bunda pergi dulu, ya ... Jagalah Mama kalian dengan baik," kata Bunda Asti ketika berada di Bandara.Bastian, Rahma, Fitri dan Alif turut mengantar kepergian mereka ke tanah suci."Bunda ... Tolong do'akan agar Mama lekas sembuh," kata Bastian."Iya, tentu saja Bunda akan mendo'akan Mama Virda. Jaga baik-baik istrimu dan anakmu, ya?""Iya, itu pasti," Bastian mencium punggung tangan Bunda Asti."Bunda, do'akan kehamilan Rahma lancar dan sehat ya ... Do'akan juga Alif cepat sembuh dan cepat berjalan dan tolong do'akan juga suamiku agar ingatannya kembali lagi," Rahma memeluk Bunda Asti."Iya, sayang ... Semua keluarga Bunda nanti Bunda do'akan satu persatu.""Aku berangkat dulu, Bro. Nanti akan aku do'akan agar ingatanmu cepat kembali. Agar kau bisa mengingat kembali momen di mana kau bucin banget sama istrimu itu, agar kau bisa mengingat malam pertama kalian," kata Romi sambil terkekeh.Bastian memeluk saudaranya itu dan

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Luka hati, tak terasa sakit lagi

    "Bunda ... Bunda dari mana?" suara Alif menyambut kedatangan Rahma dan Baatian dari rumah sakit."Alif? Kenapa belum tidur, Nak? Ini sudah malam loh," kata Bastian membelai rambut Alif.Alif terpukau dengan perkataan Bastian, lelaki itu biasanya selalu bersikap masa bodoh, cuek bahkan menampakkan wajah tak ramah padanya. Namun, sekarang lelaki dihadapannya ini rela berlutut hingga wajahnya bisa menatapnya dengan jelas, mata lelaki itu penuh kehangatan seperti Ayah Bastian yang dulu."Alif belum ngantuk, Yah. Ayah Sama Bunda dari mana?""Ayah sama Bunda dari Rumah sakit" jawab Rahma"Ke Rumah sakit? Siapa yang sakit, Bun?""Yang sakit Mamanya Ayah," jawab Bastian."Maksudnya Nenek Bunda Asti? Dia di rumah kok," kata Alif polos"Bukan sayang, Ayah juga sama dengan Alif, punya dua orang Ibu. Yang sakit itu Mama kandung Ayah, seperti Mama Santi, dia ibu kandung Alif, kan?""OOO gitu? Ternyata kita punya nasib yang sama

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Telepon dari Rumah sakit

    "Nanti malam kita makan di luar, yuk? Untuk meresmikan hari jadian kita," kata Bastian setelah salat AsharRahma yang tengah membereskan tempat tidur tersenyum ceria."Hari inikan bukan hari jadi kita? Kita menikah baru dua bulan, Mas!""Bukan hari pernikahan kita, tetapi hari jadian kita saat aku Amnesia, kalau kenangan masa lalu bersamamu aku lupa, maka mulai hari ini aku akan membuat kenangan baru, ingatan baru bersamamu," Bastian memeluk Rahma dari belakang.Derrrttt ... Derrrrtttt ...."Mas, itu ponselmu bergetar," seru Rahma menunjuk ponsel Bastian di atas nakas.Bastian segera mengambil ponselnya dan menggeser tanda panggilan di layar."Halo? Iya ... Apa? Oiya ... Iya, saya akan segera ke sana,"Bastian menutup teleponnya dengan menghembuskan napas berat."Ada apa, Mas? Siapa yang nelpon?" tanya Rahma penasaran."Dari rumah sakit, katanya Mama pingsan dan sekarang masuk rumah sakit."

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Kau Istimewa

    Suasana sore itu membuat mereka tertidur sambil berpelukan. Semua baju basah mereka ditumpuk di kamar mandi. Rahma terjaga dari tidurnya setelah mendengar suara ramai.'Ah, mereka pasti sudah pulang dari belanja,' batinnya.Rahma segera bangkit dari pembaringan dan memakai pakaian lengkap, tak lupa memakai jilbab kaosnya. Diperhatikan dengan seksama suaminya yang tengah terlelap dengan tubuh ditutupi selimut tebal. Rahma harus segera ke kamar lelaki itu untuk membawa baju ganti. Dia segera keluar dari kamar tak lupa mengunci kamarnya dari luar."Alif sudah pulang?" tanya Rahma antusias melihat putranya tengah membawa mobilan remot."Bunda, lihat deh. Om Romi membelikan Alif mobil-mobilan remote," serunya"Iya, bagus ya? Sudah bilang terima kasih belum?""Sudah.""Sekarang Alif mandi, sudah itu salat Ashar. Selanjutnya makan ya?"

  • Terpaksa Jadi Pembantu Rumah Tangga   Hujan Romantis

    "Rahma, kamu kenapa, Sayang?" seru Bunda Asti ketika melihat Rahma muntah-muntah di kamar mandi."Nggak tahu, Bunda. Perutku rasanya mual banget," kata Rahma."Ya, Ampun ... Kamu sudah mulai emesis. Ya sudah kamu istirahat saja, tidak usah ikut belanja. Nanti biar Bik Wati menemanimu.""Iya, Bunda ... Aku gak bisa ikut, takutnya mualku kambuh di sana."Ketika mau berangkat, Alif ternyata bersikeras untuk ikut. Rahma meminta Bik Wati agar ikut belanja bersama mereka, untuk membantu keperluan Alif. Walau Romi dan Fitri bersikeras mereka yang akan menjaga Alif, namun Rahma ingin agar pasangan muda itu lebih bebas menjalin kedekatan diantara mereka.Setelah mereka pergi, Rahma hanya berbaring di ranjang sembari membaca novel.****Setelah jam makan siang tiba, Bastian tidak sabar membuka bekal makan siangnya. Setelah dibuka, aromanya tercium begitu sedap

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status