Share

5. Pernikahan Kontrak

Author: Sandra Dhee
last update Last Updated: 2025-04-28 09:12:46

Mobil Lamorghini hitam itu meluncur perlahan di jalanan mewah di salah satu sudut kota Jakarta. Rania duduk diam di kursi penumpang, menatap keluar jendela sambil menahan napas. Ini gila. Ini semua terlalu cepat. Batinnya.

Baru dua hari sejak mereka bertemu, dan sekarang Bara membawanya ke rumah keluarganya. Bara Maheswara! Salah satu orang terkaya di negara ini, bahkan keluarganya termasuk salah satu yang terkaya di Asia. Lucunya, dia baru mengetahuinya kemarin. Bodoh, bagaimana dia bisa tak mengenali pria tersebut? Dia memang merasa wajahnya tak begitu asing, tapi siapa yang sangka bukan? Siapa yang mengira mereka akan bertemu dengan cara seperti ini.

"Tenang aja," suara Bara memecah keheningan. "Mereka nggak sekejam yang kamu bayangkan."

“Hah!?” Rania melongo, tapi sedetik kemudian dia mengerti apa yang dibicarakan Bara. Bara tentu menyangka Rania sedang gelisah karena hendak bertemu dengan keluarga Maheswara. Dan itu memang benar. Rania gelisah dan tak percaya, bahwa setelah ini hidupnya akan berubah.

Rania mengangguk kecil. Tangannya menggenggam erat ujung tas selempangnya, berusaha menenangkan degup jantungnya yang terasa seperti genderang perang. Dia melirik tasnya yang tampak baru, bukan tas lusuh yang biasa dipakainya bekerja. Tas ini memang bukan tas mahal, tapi dia belum pernah memakainya sama sekali sejak ia mendapatkannya. Hadiah dari mantan kekasihnya.

“Aku suka penampilanmu. Cantik, tapi tak berlebihan,” puji Bara yang membuat wajah Rania langsung bersemu merah.

Tak lama, mobil mereka berhenti di depan sebuah rumah besar bergaya kolonial, dikelilingi taman asri. Seorang pelayan membukakan pintu gerbang sebelum mereka melangkah masuk.

Rania meneguk ludah. Dia merasa seperti memasuki dunia lain. Dunia yang terlalu mewah untuk disentuh dan selama ini hanya bisa dilihatnya di layar kaca.

Di beranda, seorang wanita tua dengan rambut perak tersanggul rapi menyambut mereka dengan senyum hangat. Di sampingnya, berdiri seorang pria berusia sekitar enam puluhan, wajahnya tegas namun tidak terlihat keras.

"Nenek," sapa Bara sambil mengecup pipi wanita tua itu. "Ayah."

"Ini Rania," lanjutnya, sambil sedikit menoleh ke arah Rania.

Dengan ragu, Rania membungkukkan badan sopan. "Selamat siang. Saya Rania."

Tak disangka. senyum Nenek Bara mengembang lebar. "Aduh, cantik sekali. Sopan pula."

Ayah Bara memperhatikan Rania sesaat, seolah menilai dari ujung kepala hingga kaki. Tapi alih-alih marah atau sinis seperti yang Rania takutkan, beliau justru tersenyum kecil.

"Kamu kerja di mana, Nak?" tanya Ayah.

"Saya guru TK, Pak," jawab Rania gugup.

Ayah Bara mengangguk-angguk, tampak puas. "Baik. Pendidikan tetap penting. Dan menurutku profesi sebagai guru TK tidak semudah kelihatannya. Kamu harus memiliki kesabaran ekstra. Itu bagus."

“Dan suka anak kecil,” tambah nenek Bara.

Rania mengerjap, tak percaya. Mereka menerimanya?

“Dia juga seorang penulis,” Bara menambahkan membuat nenek dan ayahnya mengangguk-angguk senang. Tentu mereka sangat menyukai seseorang yang produktif dan kreatif. Dan sejauh ini, Rania tampak positif di mata mereka.

Nenek Bara menggenggam tangan Rania dengan lembut. "Kamu tenang saja, Nak. Kami tidak mencari kesempurnaan. Kami hanya ingin seseorang yang tulus dan punya hati."

Rania menunduk, matanya terasa panas. Dia sungguh tak menyangka bahwa mereka memandangnya bukan sebagai beban. Tidak seperti orang lain terhadapnya.

Obrolan mereka berlangsung cukup lama. Nenek menanyakan hal-hal ringan, Ayah Bara kadang menyelipkan guyonan kaku. Suasananya jauh lebih santai dari yang dibayangkan Rania.

Saat akhirnya mereka pamit, Bara menoleh sambil berbisik, "Nggak seburuk yang kamu kira, kan?"

Rania hanya bisa tersenyum kecil.

Di dalam mobil, setelah beberapa menit hening, Bara berbicara.

"Setelah ini kita tandatangani kontraknya. Tama sudah siapkan semuanya."

Rania mengangguk. Dadanya berdebar lagi. Ini nyata. Ini benar-benar terjadi.

Bara membawa Rania ke apartemen Tama. Di ruang kerja Tama yang minimalis, mereka duduk berhadapan di meja kaca. Tama, sahabat sekaligus asisten pribadi Bara, tersenyum lebar seraya mengeluarkan dua lembar dokumen tebal. Dia puas karena akhirnya ide brilliannya dipakai dan mereka mendapatkan solusi untuk masalah-masalahnya.

"Ini draft-nya," kata Tama. "Aku buat seadil mungkin. Kalian bisa baca pelan-pelan sebelum tanda tangan."

Rania dan Bara membaca seksama. Setiap pasal, setiap detail. Syarat pernikahan kontrak selama tiga tahun yang akan mereka jalani ke depannya. Klausul tidak ada tuntutan warisan. Dan batasan privasi masing-masing.

"Maaf, tapi jika selama tiga tahun ini ada sesuatu yang terjadi bagaimana? Perubahan perasaan, mungkin?" Rania tiba-tiba bertanya dengan hati-hati, suaranya kecil, “Bukan berarti aku akan mencintanya, hanya saja siapa tahu,” tambahnya kemudian meralat.

Tama mengangguk pelan. "Kalau mau tetap bersama setelah kontrak habis, kalian bisa menikah ulang secara normal. Tapi kalau berpisah, surat cerai sudah disiapkan sebagai bagian dari kontrak."

Rania menelan ludah. Bara hanya menatapnya tenang, seolah semua ini hanyalah transaksi bisnis biasa.

Akhirnya, dengan tangan sedikit gemetar, Rania mengambil pulpen. Satu tanda tangan di atas garis. Sementara disampingnya, Bara melakukan hal yang sama.

Klik. Kontrak itu resmi dan sah.

Tama mengambil berkas itu dengan senyum lega. "Selamat, kalian resmi menjadi calon suami istri kontrak."

Rania dan Bara saling pandang sekilas, lalu sama-sama menghela napas panjang.

***

Pernikahan itu dilangsungkan dua hari kemudian. Tanpa pesta mewah. Tanpa gaun putih menjuntai.

Hanya sebuah upacara kecil di aula rumah keluarga Bara.

Rania mengenakan kebaya sederhana berwarna krem muda. Rambutnya disanggul manis, wajahnya hanya diberi riasan tipis. Bara tampil dalam setelan jas abu-abu, tampak rapi tanpa berlebihan.

Yang hadir hanya keluarga inti dan beberapa kerabat dekat. Dari pihak Rania hanya diwakili oleh paman dan bibi Rania, dan Reyhan tentunya. Keluarga Rania banyak yang berada di luar kota sehingga mereka tak bisa datang mendadak seperti ini. Semuanya berjalan singkat dan khidmat.

Dan saat penghulu meminta Bara mengucapkan ijab kabul, suara pria itu terdengar dalam dan tegas. Rania menahan napas dan matanya berembun. Semuanya terasa tidak nyata. Pasti banyak yang mengira ia terharu karena menikah dengan seorang milyarder, padahal ironisnya ia hanya sedih karena menjalani pernikahan pertamanya dengan pura-pura.

Setelah sah, mereka saling tersenyum kaku. Bukan senyum penuh cinta seperti yang diimpikan gadis kecil dalam dongeng. Tapi sebuah senyum dari dua orang yang mengikat janji dengan kepala, bukan hati.

Setelah itu, resepsi kecil di taman belakang digelar. Nenek Bara berkali-kali menggenggam tangan Rania, memujinya di depan tamu-tamu. Ayah Bara, meski kaku, menepuk pundak Bara dengan bangga. Semua berjalan terlalu lancar sehingga Rania dan Bara mulai menikmatinya.

Malam itu, setelah semua tamu pulang dan rumah mulai sepi, Bara dan Rania juga pamit untuk tinggal di apartemen Bara. Nenek dan ayah Bara mengantar mereka sampai luar rumah dengan senyum lebar.

"Makasih," kata Bara tiba-tiba, saat mobil Bara sudah melaju.

"Untuk apa?" tanya Rania seraya menoleh ke arah pria yang sudah menjadi suaminya tersebut.

"Untuk semua ini."

Rania tersenyum tipis. "Aku juga harusnya bilang terima kasih. Kamu mungkin satu-satunya alasan kenapa aku masih punya atap buat adikku."

Mereka terdiam. Saling memahami tanpa banyak kata.

“Kita pulang,” ajak Bara sebelum mereka akhirnya diselimuti keheningan sepanjang perjalanan.

Pulang. Rania menghela nafas mendengar kata tersebut. Setelah ini dia akan pulang ke kehidupan barunya yang penuh kepalsuan. Dia sadar, di antara semua keabsurdan ini ada satu hal yang pasti,

hidup mereka tidak akan pernah sama lagi.

***

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   5. Pernikahan Kontrak

    Mobil Lamorghini hitam itu meluncur perlahan di jalanan mewah di salah satu sudut kota Jakarta. Rania duduk diam di kursi penumpang, menatap keluar jendela sambil menahan napas. Ini gila. Ini semua terlalu cepat. Batinnya.Baru dua hari sejak mereka bertemu, dan sekarang Bara membawanya ke rumah keluarganya. Bara Maheswara! Salah satu orang terkaya di negara ini, bahkan keluarganya termasuk salah satu yang terkaya di Asia. Lucunya, dia baru mengetahuinya kemarin. Bodoh, bagaimana dia bisa tak mengenali pria tersebut? Dia memang merasa wajahnya tak begitu asing, tapi siapa yang sangka bukan? Siapa yang mengira mereka akan bertemu dengan cara seperti ini."Tenang aja," suara Bara memecah keheningan. "Mereka nggak sekejam yang kamu bayangkan."“Hah!?” Rania melongo, tapi sedetik kemudian dia mengerti apa yang dibicarakan Bara. Bara tentu menyangka Rania sedang gelisah karena hendak bertemu dengan keluarga Maheswara. Dan itu memang benar. Rania gelisah dan tak percaya, bahwa setelah ini h

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   4. Perjanjian

    Pagi itu, Rania bangun dengan tekad baru. Ia memantapkan hati untuk mengajar seperti biasa. Dunia mungkin tengah runtuh di sekelilingnya, tapi di hadapan anak-anak, ia harus tetap tersenyum. Itu adalah satu-satunya hal yang masih bisa ia kendalikan dalam hidup yang kini seperti perahu bocor di tengah badai.Setelah membuat sarapan sederhana untuk Reyhan, sepotong roti dan segelas susu, Rania merapikan pakaian kerjanya. Kemeja biru pudar dan rok hitam satu-satunya yang masih layak pakai."Reyhan, jangan lupa kunci pintu kalau kamu berangkat sekolah, ya," katanya sambil tersenyum ke arah adiknya yang sedang makan. Reyhan mengangguk patuh. Wajah remaja itu masih penuh kecemasan, membuat hati Rania terasa teriris.Ia menarik napas dalam-dalam, menyiapkan dirinya untuk satu hari panjang lagi. Tapi saat ia membuka pintu depan, niatnya langsung runtuh seketika.Dua pria berdiri di ambang rumah. Bukan pria biasa. Tubuh mereka besar, wajah keras seperti batu, dan mata penuh niat jahat. Keduany

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   3. Skandal Sang Pewaris

    Bara mengatupkan rahangnya sambil menatap kosong keluar jendela apartemennya. Benaknya mengingat kejadian dua hari yang lalu. Sebelumnya semua berjalan begitu damai dan tenang. Pekerjaan stabil, kehidupan percintaan yang lancar. Ia merasa tak ada masalah apapun sampai muncul berita itu di televisi dan media sosial.“BREAKING NEWS! Pewaris Maheswara Group Terciduk Tinggal Serumah dengan Kekasih Bule-nya!”Ia ingat di ruang tengah keluarga Maheswara yang luas dan mencekam, ia duduk di sofa dengan wajah tegang. Alisnya mengernyit, rahangnya mengeras. Kedua jemarinya bertautan menandakan dibalik sikap dinginnya dia sekarang sedang gelisah.Di sofa sebelahnya, sang ayah Dharma maheswara menatap layar televisi lebar yang terpasang di dinding rumah. Sorot matanya tajam dan menghunus. Walaupun ia tak berkata apa-apa namun satu ruangan itu ikut merasakan kemarahan dari aura emosinya yang terpancar jelas.Keduanya menonton berita yang sedang viral di televisi baru-baru ini. Bara menjadi sorotan

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   2. Tawaran yang Aneh

    Aroma antiseptik menusuk hidung Rania dan membuatnya tersadar. Rania perlahan membuka mata dan yang pertama dilihatnya adalah langit-langit rumah sakit. Ia mencoba menggerakkan tubuhnya, tapi seluruh tubuhnya terasa sangat sakit setiap kali ia bergerak.Ada alat infus di tangan kirinya. Ada perban membalut keningnya. Dan ada sosok seseorang duduk di kursi di sebelah ranjang!Pria itu. Rania melihatnya samar-samar. Wajah tajam, rahang tegas, pakaian rapi, kontras sekali dengan dirinya yang terbaring lemah dengan pakaian rumah sakit."Kami minta maaf," suara pria itu serak, nyaris seperti bisikan. "Kami tidak sengaja."Rania menatapnya tanpa berkata apa-apa. Otaknya masih berusaha mencerna apa yang terjadi. Kecelakaan. Ya, dia baru saja mengalami kecelakaan!Pria itu mengusap wajahnya dengan telapak tangan, tampak frustrasi,"Namaku Tama," katanya,"Temanku, Bara, tak sengaja menabrakmu, tapi kami akan bertanggung jawab."Rania berkedip pelan. Bertanggung jawab? Oh. Ini pasti soal biaya

  • Terpaksa Jadi Pengantin Tuan Pewaris   1. Dunia Runtuh

    Langit sore menggelayut manja. Rania melangkah kecil di jalan setapak menuju rumahnya dengan hati gembira. Seharian ini dia melakukan pekerjaannya seperti biasa. Mengajar anak-anak TK, menyanyikan lagu “pelangi-pelangi”, dan mengikat rambut salah satu siswinya yang cengeng. Dan yang paling menyenangkan, ia juga mendapatkan honor seadanya dari sang kepala sekolah untuk bulan ini. Dalam benaknya ia sudah membayangkan akan membeli satu ekor ayam goreng untuk dimakan bersama ayah dan adiknya nanti malam.Sebagai seorang guru TK, Rania memang membantu ayahnya mencari nafkah untuk kebutuhan mereka sehari-hari. Ayahnya yang bekerja sebagai seorang buruh bangunan, tentu akan merasa bebannya sedikit teringankan berkat adanya gaji dari Rania. Mereka memang tinggal bertiga. Rania, sang ayah, dan adiknya yang masih duduk di bangku SMA, Reyhan. Mereka hidup serba sederhana dan bercukupan. Tapi semua terasa bahagia bagi mereka.Namun, hari itu ada yang berbeda. Saat Rania membuka pintu rumahnya ada

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status