Share

Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas
Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas
Penulis: Anindyamin

Part 1 Punya Anak!

Aku baru selesai cuci piring pas gabung sama mas Yogi di ruang TV.

Duduknya santai banget, sebelah tangan megang gelas wine, sebelah lago memegang remot TV. Nonton pembukaan world-cup.

Aku gak ngerti bola tapi mencoba untuk ikut nonton juga supaya bisa menghabiskan waktu dengan suamiku yang jarang berada dirumah ini.

Kami adalah pengantin baru yang gak keliatan penganting barunya sama sekali.

Baru saja duduk, mas Yogi ngeliat dari ujung matanya kalau aku lagi memutar gelas wine sambil mendengus.

“Kok kamu minum?”

Aku menoleh, tidak jadi menyesap minumanku padalah gelasnya sudah menempel diujung bibir.

“Emangnya kenapa, Mas?”

Dia diam tanpa menjawab.

Tapi karena dia sudah bertanya aku jadi penasaran dengan apa yang ada dalam pikirannya.

Aku sejujurnya sangat segan dengan Mas Yogi.

Kami baru menikah dua minggu dan ibunya adalah salah satu pelanggan VIP di bank tempatku berkerja. Selama dua minggu menikah aku kayak merasa lagi kerja lembur dengan bos besarku.

“…Aku kira mas nyuruh buka botol wine supaya kita minum sama-sama. Aku gatau kalau aku gak boleh. Maaf ya Mas.” Ucapku sekali lagi, benar-benar mengerti tau kesalahanku sendiri karena mas Yogi juga gak bilang salahku dimana.

Dia mengangguk pelan tanpa melihat aku sama sekali. Dasar pelit, pikirku.

Akhirnya aku meletakan kembali gelas yang tidak jadi aku minum. Menimbang-nimbang apa aku harus tetap disini dimakan hening, atau kembali ke kamar saja. Malu, kesal dan bingung karena insiden wine yang baru saja terjadi.

Mas Yogi tuh emang tipikal fokus kalau melakukan aktivitas apapun. Jadi selama tontonannya belum iklan, dia bener-bener gak menoleh ke arahku sama sekali.

Gak tau karena pengen fokus atau emang gak menganggap kehadiran aku disini.

Tapi aku tahan-tahan aja walaupun sebenernya bosan banget nonton hal yang gak aku gemarin, seenggaknya aku bertahan sebagai usaha mendekatkan diri sama Mas Yogi.

Aku ngelirik Yogi yang minum wine nya dengan tenang, iri sih, padahal koleksi wine mahalnya tuh banyak berlimpah. Tapi aku ikut minum sedikit aja gak boleh. Besok aku beli sendiri aja dari uang yang dia kasih.

"Jangan minum wine, atau alkohol apapun." Katanya ngagetin aku yang lagi bikin rencana beli wine dalam pikiran.

Kayak punya indra keenam!

Apa keliatan ya muka licikku yang lagi bikin rencana gelap?

"Kenapa gitu Mas?"

Akhirnya setelah sekian lama, dan karena di TV juga lagi iklan, Yogi natap aku sambil letakin gelasnya ke meja.

"Karena kamu harus siap-siap."

Makin bingunglah aku. "Siap-siap untuk?"

"Punya anak."

**

Percaya gak, kalau aku bilang aku setuju nikah sama Yogi sebelum aku pernah ketemu sama dia?

Umur aku baru 24 dan tiba-tiba mama Yogi yang jadi client prioritas di bank tempat aku kerja bilang kalau anaknya ganteng.

Iya ganteng.

Beliau juga bilang kalau Yogi anaknya baik dan pekerja keras. Pas aku liat foto-foto yang disimpan mamanya juga semua mendukung pernyataan itu kok.

Keliatan banget kalau Yogi itu terbaik di bidangnya.

Umurnya juga masih early 30 tahun. Gak terlalu tua dan gak terlalu muda. Cocoklah.

Jadi ketika mamanya ngajak bikin rencana supaya aku bisa didekatin sama Yogi, aku udah mendeklarasikan kalau aku setuju nikah sama Yogi.

Yah, agak matre dan mata keranjang sih aku. Ngeliat cowok cuma dari harta, jabatan dan tampilan. Tapi gimana lagi? Aku capek kerja dan aku gak bisa liat cowo ganteng. Bawaannya pengen bikin bekal untuk suami. Semua berjalan mulus, kelewat mulus untuk kami karena dari awal Yogi kayak tau niat mamanya ketika meminta Yogi untuk menyetorkan uang. Kami sengaja dipertemukan di tempat yang jauh dari kantor cabangku. Ketika aku lagi hitung uang, Yogi cuma memberikan ponsel androidnya dan mengatakan,

"Minta nomor kamu, Dira. Mulai besok mama bakalan bikin kita sering ketemu."

Untuk ukuran orang yang sangat mandiri dan maskulin, Yogi ternyata anak yang penurut? Atau dia kelewat mager dan males membantah mamanya yang cerewet?

Setelah menjalankan 2 minggu pernikahan sama Yogi, ada banyak banget spekulasi aku tentang dia.

Yang pertama, dia sibuk banget. Bener-bener sibuk ditahap dia bangun jam 6 pagi untuk mulai olahraga, sarapan, berangkat kerja jam 8, dan pulang jam 7 malam.

Dia kayak punya rutinitas yang gak bisa diganggu sama sekali. Strict dan disiplin banget. Pulangnya pun dia langsung tau apa yang harus dilakuin untuk kegiatan entertaint. Tau cara santai dan nikmatin waktunya sendirian.

Yogi manusia yang individualis. Yang kedua, dia gak punya waktu untuk pacaran. Lalu, nikah sama aku adalah jalan pintas yang bisa menghemat waktu, bahkan bantuin dia lebih menghemat waktu lagi setelahnya. Apalagi aku mudah di-maintenance. Cukup dikasih uang banyak-banyak, ditinggalin mobil satu, dan aku gak akan pernah berani merengek perhatian dia. Belum....

Lama kerja di bank aku jadi tau cara menghadapi orang yang pelit waktu, aku tau cara menghargai waktu seseorang yang mahal. Karena itu, aku gak pernah interupsi kalau Yogi lagi sibuk atau nikmatin waktunya sendiri. Masih seperti pelayan jasa kepada client-nya.

Aku juga belajar dengan cepat apa-apa aja yang Yogi suka dan Yogi konsumsi untuk dihidangkan diatas meja. Aku belajar tata letak kamarnya supaya aku bisa bersihin rumah tanpa pembantu ini. Mesin-mesin pembersih disini sudah canggih dan aku cuma sesekali harus mengembalikan barang ke tempatnya.

Setelah ada aku, Yogi jadi kayak punya aspri sekaligus istri yang siap siaga. Dua kali akhir pekan yang biasanya dia pakai untuk beres-beres udah gak perlu dia lakuin lagi karena sekarang rumahnya selalu rapi. Akhirnya setiap akhir pekan, aku yang dikerjain sama dia. Kaget banget tiba-tiba dia manggil aku kekamar dan ngunci pintunya tanpa aba-aba.

Dilihat dari cara Yogi memperlakukanku disaat kita pertama kali ngelakuin 'itu', dia kayaknya udah biasa.

Tata caranya itu loh, aku aja kagok banget tapi berusaha tenang karena mikirnya dia suami aku. Aku gak mau aja bikin Yogi gak mood, atau bikin dia mikir aku cuma mau enaknya aja nikmatin nafkah dia tapi gak mau jalanin tugas sebagai istri.

Apalagi sekarang kan judulnya aku fulltime housewife, bukan banker ataupun karyawan lagi. Ini job aku satu-satunya dan jobdesk aku yaaaa.

Anyways, dua kali akhir pekan udah aku lewatin sama Yogi. Kayaknya seks sama aku udah ditambahin ke jadwal mingguan dia mengingat Yogi orang yang sangat amat terstruktur. Jadi aku gak pernah takut bakalan di serang tiba-tiba di hari biasa, gak pernah siap-siap juga.

Makanya pas didepan TV, saat Yogi bilang kalau kita bakalan segera memproses untuk punya keturunan aku langsung panas dingin. Aku gak jawab apa-apa, membeku ditempat. Padahal Yogi udah nepuk sisi sofa disampingnya supaya aku mendekat, aku malah sibuk mikirin pakaian dalamku hari ini gak matching dan gak seksi.

Malu banget!!

Aku juga mikirin kalau kita ngelakuin itu lagi berarti Yogi gak pake pengaman? Berarti ini aku beneran jadi istrinya??

Enak banget ya Yogi, tanpa kencan romantis, tanpa susah-susah ngegodain dan bermanis mulut langsung bisa bikin keputusan hamilin anak orang.

Gak sia-sia dia belajar dari kecil, sampai mapan dan punya perkerjaan bagus. Karena hidup memang jadi gampang banget kalau seseorang punya power. Aku jadi kesel.

"A-aku mens!"

Yogi diam, tapi setelahnya ketawa kecil ngeliat reaksi aku yang defensive bgt dengan ajakannya duduk sampingan.

"No, you're not." ucap Yogi percaya diri. "Malam pertama kita nikah kamu bilang kamu mens, kita baru nikah 15 hari. Siklus menstruasi 28 hari sekali, unless you're sick, you've lied about your period."

Sialan.

Kenapa orang bisa di sedetail ini sih??

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status