Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas

Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas

Oleh:  Anindyamin  Baru saja diperbarui
Bahasa: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Belum ada penilaian
13Bab
50Dibaca
Baca
Tambahkan

Share:  

Lapor
Ringkasan
Katalog
Tinggalkan ulasan Anda di APP

Aku menikahi anak dari klien VIP yang aku layani saat berkerja, tanpa mengetahui kalau anak laki-lakinya adalah lelaki dingin dan gila kerja. Usahaku untuk menjadi istri yang baik kerap kali sia-sia karena jelas sekali bahwa kami tidak saling mencintai. Namun, kenapa suamiku malah menuntutku untuk hamil dan melahirkan anaknya?

Lihat lebih banyak
Terpaksa Menikah Dengan Anak Klien Prioritas Novel Online Unduh PDF Gratis Untuk Pembaca

Bab terbaru

Buku bagus disaat bersamaan

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Komen
Tidak ada komentar
13 Bab
Part 1 Punya Anak!
Aku baru selesai cuci piring pas gabung sama mas Yogi di ruang TV.Duduknya santai banget, sebelah tangan megang gelas wine, sebelah lago memegang remot TV. Nonton pembukaan world-cup.Aku gak ngerti bola tapi mencoba untuk ikut nonton juga supaya bisa menghabiskan waktu dengan suamiku yang jarang berada dirumah ini.Kami adalah pengantin baru yang gak keliatan penganting barunya sama sekali.Baru saja duduk, mas Yogi ngeliat dari ujung matanya kalau aku lagi memutar gelas wine sambil mendengus.“Kok kamu minum?”Aku menoleh, tidak jadi menyesap minumanku padalah gelasnya sudah menempel diujung bibir.“Emangnya kenapa, Mas?”Dia diam tanpa menjawab.Tapi karena dia sudah bertanya aku jadi penasaran dengan apa yang ada dalam pikirannya.Aku sejujurnya sangat segan dengan Mas Yogi.Kami baru menikah dua minggu dan ibunya adalah salah satu pelanggan VIP di bank tempatku berkerja. Selama dua minggu menikah aku kayak merasa lagi kerja lembur dengan bos besarku.“…Aku kira mas nyuruh buka b
Baca selengkapnya
Part 2 Hamil?
"Sini. Aku cuma suruh kamu duduk disini bukan suruh kamu telanjangin diri depan aku." ucap Yogi sekali lagi.Gak tau kenapa aku takut banget kalau sampai ngelakuin sesuatu yang sekiranya bisa bikin Yogi marah.Kayak takut banget, padahal dia gak pernah nunjukin marahnya sih. Belum....Akhirnya dengan ragu-ragu, aku pindah duduk, dari yang tadinya di sofa yang berbeda, jadi satu sofa walau masih berjauhan."Deketan lagi, jarak kita masih 3 meter." Gila ya, jarak aja dia bisa tau dengan detail loh. Aku bedain kanan kiri aja susah!"H-huh, iya-iya."Aku gak tau kenapa tapi Yogi kayaknya terlalu banyak minum wine, sampai dia cium aku, passionate banget. Tangannya di atas paha aku dan sebelah lagi dia buat untuk rangkul aku dari belakang.Nafasku tersengal dan Yogi cuma ngomong dengan muka datar, "Udah kerasa kan, wine-nya? Mulai besok jangan minum alkohol apapun lagi."Dia cium aku cuma untuk nyicipin wine yang dia minum, langsung dari bibirnya??Sebenernya ga susah sih nyesuain diri sama
Baca selengkapnya
Part 3 Posesif
Kalo biasanya aku terlalu formal dan sopan, entah kenapa malem ini aku melihat senyum Yogi tuh beda. Kayak senyum tipis yang flirty gitu. Kalau masalah flirting, aku jagonya. Menyamakan mimik tubuh dengan Yogi yang santai tapi terkesan tertarik, aku sedikit bersandar dikonter meja dapur sembari melintir rambut tipis-tipis."Coba Mas tebak.""Hmm apa yaa, merah?"Aku naikin alis denger tebakannya yang jauh dari kata benar."Kok merah?" Yogi naikin kedua bahunya cuek, "Karena daleman kamu banyak warna merah."Oke. Aku gak jadi flirting kalo dia bawa-bawa urusan ranjang. Males."Yaudah-yaudah, apa jadinya? Orang nanya malah disuruh nebak." Bujuk Yogi yang langsung sadar kalau aku merajuk.Kesel aja karena dia emang gak tau apa-apa tentang aku selain masalah seks. Kalau urusan itu kayaknya emang dia paling tau, dia pawangnya.Kenapa ya, orang yang kalau dikantor keliatan serius dan passionate akan kerjanya, ada sisi berbeda yang nakal banget kalau digali?Apa ini bagian dari stress reliev
Baca selengkapnya
Part 4 Testpack Siapa?
Stop. Aku harus stop karena emosi yang daritadi aku simpan sekarang sudah melegak sepenuhnya.Tantangan Yogi untuk ribut gak seharusnya aku ladenin karena pasti berujung panjang. Aku gak mau bertengkar cuma karena hal kecil. Lebih-lebih kami berada di teras rumah sekarang.Menarik nafas dalam-dalam, aku telan lagi seluruh kekesalan pagi itu dan mencoba tenang menjawab pertanyaannya."Itu Joon, kalo gak salah namanya itu. Kita cuma pernah papasan beberapa kali pas aku jalan kedepan kompleks. Kita gak pernah ngobrol.”"Nah itu bisa jawab yang bener. Jawab pertanyaan simple aja susah." Gila. Ini orang nyebelin banget.Ada beberapa kemungkinan dia marah. Yang pertama mungkin karena aku jawab pertanyaan dia gak becus, yang kedua karena dia belum percaya kalau aku bisa jaga nama baik dia, yang ketiga agak konyol sih kalau dipikirin, tapi bisa aja Yogi insecure.Ego laki-laki itu tinggi.Dan bisa aja Yogi merasa kalah saing dengan tubuh atletis tetangga kami, karena serutin-rutinnya dia olah
Baca selengkapnya
Part 5 Promil
"Kamu mau kabur pun percuma, gak akan aku biarin kamu lepas tangan dari semuanya. You stay here with me, do what i told you to do."Udah pikiran ku bercabang, Yogi juga gak bantuin aku ngarang cerita, eh, dia malah ninggalin aku di Villa sama keluarganya untuk pergi sama papanya mancing seharian.Aku bingung karena cuma di briefing dikit banget tentang kabar 'kehamilan' ini. Cuma bisa senyum canggung pas diajak saudara ipar ku berkumpul di teras villa sambil minum teh.Beberapa candaan jorok mereka membuat mukaku merah sampai telinga!"Hebat juga ya Yogi, baru beberapa bulan udah langsung gol aja. Kirain bakal nunda dulu loh!" ucap kak Shinta yang memang belum memiliki kehendak untuk hamil, begitupun suaminya.Mereka seperti masih pacaran dan mungkin heran kenapa kami terlihat terburu-buru.Dipikir-pikir, iya juga sih.Kalaupun aku hamil beneran, kayaknya emang terlalu cepat. Aku gak ngerti sama permintaan Yogi dan untungnya berani nekat ngambil langkah untuk menunda hal itu secara se
Baca selengkapnya
Part 6 Pergi
“Mau kemana? Diajak ngomong kok malah pergi?” Yogi nangkap tangan aku yang buru-buru cuci tangan“Mau pergi dari dapur.”Dari mukanya dia lebih ke bingung daripada marah, tapi muka galaknya tetep gak ilang. Aku yang berhadapan dengan pisau entah kenapa reflek ngambil pisau itu untuk diacungkan kearahnya.Sekedar mengancam supaya Yogi lepasin cengkraman tangannya dari tanganku.“Hah? Kenapa kamu?!”“Stop pegang aku, stop paksa aku ini-itu.”“Siapa yang maksa kamu? Kamu ngomong apa sih?!”Tanpa rasa bersalah dia kebingungan, langkahnya mundur menjaga jarak dari pisau yang kupegang. Konyol sekali emang megang pisau dapur yang pendek dan gampang banget ditepis kalau Yogi mau. Tapi dia masih biarin aku pegang pisau itu tanpa mau bikin aku makin panik.“Explain.”“K-kamu perkosa aku.”Ludahnya tercekat, “K-kapan, Dir?”“Well not technically, tapi kamu tutup mulut aku supaya aku gak bisa minta kamu stop. A-aku takut sama kamu...”Kami saling menatap seperkian detik sampai Yogi maju perlahan,
Baca selengkapnya
Part 7 Cemburu?
Yogi diam, dengan wajah datarnya mendorong pintu untuk masuk.“Tau dari mana kamar aku? Kok bisa naik?” tanyaku panik. Aku... masih takut sama dia, dan aku cuma pakai Bathrobe.“Kamu pakai debit aku, tinggal tanya ke resepsionis.” Jawabnya cuek.“Aku mau ngomong sebentar doang, gak akan lama-lama disini.”Baguslah. Artinya dia tau kalau aku gak nyaman dengan kehadiran dia disini.Detik berikutnya ada ketukan lagi, kali ini kuyakini adalah obatku. Tapi Yogi yang menghalangi pintu dengan penasaran melihat keluar dan menerima paketnya dengan wajah bingung.“Obat untuk ibu Dira dari dokter Joon, nanti katanya kalau sudah minum obat dokternya kesini untuk periksa.” Sebut petugas itu polos tanpa tahu dengan siapa dia bicara.“...Nanti dokternya kesini lagi buat periksa.” Yogi mengangguk, dia kelewat tenang dengan situasi iniDan hal itu malah bikin aku cemas. Aku cepat-cepat menutup pintu itu tanpa sempat bilang makasih ke petugas, karena sekenal-kenalnya aku dengan Yogi, aku belum pernah be
Baca selengkapnya
Part 7 Surat Perpisahan
Aku diam, sepanjang bercerita aku memberi point apa saja yang pengen aku tanyakan karena Yogi seperti ingin melewati fakta paling besar dan inti dari segala cerita ini.Seluruh pertanyaan kecilku hilang dan aku hanya ingin menegaskan sesuatu. Hal yang sejak dulu sudah aku rasakan tapi gak berani untuk bener-bener aku tanya.“Gak gitu, aku sama dia udah selesai sebelum aku kenal sama kamu.”“Tetep aja?? Kamu mau bikin mantan kamu cemburu dengan nikah sama aku kan? Kamu marah karena dia aborsi anak kamu dan kamu mau nunjukin kalau kamu bisa jadi ayah yang hebat, iya kan?”Seluruh tuduhanku terdengar berlebihan, tapi kalau siapapun yang berada di posisiku pasti ngerti apa yang aku rasain.Aku seperti perempuan yang di pilih secara acak untuk dinikahi, memberikan anak dan menjadi ajang pembuktian kalau hidup Yogi baik-baik saja.Aku jadi ngerti banget posisiku disini setelah denger cerita Yogi.“...terus kenapa kamu suruh aku ngaku itu testpack aku? Kenapa kamu gak jujur udah ngehamilin a
Baca selengkapnya
Part 8 Aku Harus Bagaimana?
Bukan nikah dengan Yogi yang paling aku sesali selama 26 tahun hidup...Tapi keputusanku untuk ngelepasin semuanya, seluruh hidupku dan kegiatanku untuk jadi miliknya secara utuh.Andai saat itu aku gak buta arah, andai saat itu aku gak kemakan bayangan fairytale seperti yang sering aku baca di novel novel romantis, mungkin aku gak akan semenyedihkan ini.Aku gak tau kalau Yogi akan lebih memprioritaskan masa lalunya daripada aku yang berada di masa sekarang, atau bahkan masa depannya kelak.Walau dia udah melarikan aku dari hadapan orang tuanya, aku masih belum bisa berhenti menangis.Dia berdiri bersandar dinding, cuma ngeliatin aku nangis tanpa ngomong apapun kurang lebih sepuluh menit.Tanpa suara, tanpa teriakan histeris, aku meremat gaunku, menunduk berlelehan air mata. Ditemani Yogi malah bikin aku merasa makin sedih, terlebih ini didalam kamar kami, kamar yang dulunya juga kumiliki."Maaf."Aku kaget, tapi mengangguk menerima pernyataan maafnya dengan ikhlas. Aku cuma butuh wak
Baca selengkapnya
Part 8 I'm Ok, No I'm not Ok
Hal pertama yang kulakukan adalah menoleh kearah Yogi yang tampak mengusap wajahnya lega. Aku termenung, merasa kalau keputusanku yang tidak egois dan ikhlas melepaskannya berdampakSe-membahagiakan ini terhadap Yogi. Aku tersenyum, mengabaikan air mata yang entah sejak kapan mengalir deras di pipiku.Kalo memang hal ini membuat Yogi kehilangan separuh beban di hidupnya, maka tentu saja aku rela.Pada akhirnya aku menginjakkan kaki lagi ke rumah dan tempat yang paling aku rindukan. Rumah Yogi, mantan suamiku. Awalnya aku ingin sekedar meminta izin untuk mengambil barang-barang yang kemarin belum sempat aku kemas. Aku memang sedang dalam proses mengirim barang ke kota yang akan aku tinggali nanti. Aku gak nyangka kalau Yogi malah menyuruhku mengambil sendiri apa yang aku butuhkan, dan meletakkan kunci di tempat yang dulu sering ku katakan padanya."Mas, aku pergi sama temen. Kunci di pot bunga ya!"Gak menyangka kalau kebiasaan itu malah diteruskan oleh Yogi. Aku duduk sebentar di sofa
Baca selengkapnya
DMCA.com Protection Status