Share

BAB 2

Seperti biasanya ketika gadis cantik ini datang ke kantor dia selalu  menyapa Pak Herman—satpam perusahaan tempatnya bekerja. Sikapnya yang ramah membuatnya disukai oleh banyak orang. Namun, tak banyak pula yang membencinya.

Gadis itu, Tenri memasuki area perkantoran dengan senyum yang mengembang seakan dia tak mempunyai beban sedikitpun.

"Pagi, Yas," sapanya kepada gadis cantik yang sudah duduk manis di kursinya.

"Pagi juga gimana tidurnya, nyenyak?" tanya gadis tersebut Yasmin yang dibalas anggukan oleh Tenri.

Setelah Tenri duduk di kursi kerjanya dan memulai rutinitas paginya tak berapa lama kepala cabang Tenri—pak Irfan datang menghampiri yang membuat gadis itu mau tak mau kembali berdiri dan menyapa kepala cabangnya tersebut.

"Ten, kamu pergi ke perusahaan NC Group sekarang, ya. Soalnya kata kepala keuangan di sana beberapa karyawannya ingin payroll di bank kita hal itu disampaikan oleh Pak Rudi, kepala keuangan di perusahaan dan jangan lupa bawa formnya nanti, minta Pak Dede supir kita buat antar kamu agar cepat sampai!" perintah Pak Irfan kepala cabang Tenri. Gadis itu hanya mengangguk paham.

"Baik, Pak," jawabnya sembari tersenyum dan merapikan berkas yang akan dia bawa ke perusahaan NC Group. Setelah berpamitan dengan pak Irfan dan Yasmin, Tenri bergegas pergi ke perusahaan NC Group Sesampainya di perusahaan itu, Tenri disuguhkan dengan pemandangan gendung pencakar langit berdiri koko di depan matanya. Tenri masuk ke dalam perusahaan itu dan ia dibuat kagum kembali dengan interior perusahaan itu yang sangat elegan.

Setelah menelusuri perusahaan itu akhirnya Tenri bertemu dengan pak Rudi. Sambil mengisi berkas dan aplikasi, Tenri dan pak Rudi sesekali berbincang. Sesekali juga Tenri menawarkan produk dari bank tempatnya bekerja, jiwa marketing Tenri selalu muncul jika bertemu dengan nasabah, tidak heran jika pak Irfan sangat mengapresiasi kinerja Tenri yang sangat cekatan itu.

"Aplikasi dan form sudah diisi tinggal meminta tanda tangan pemilik perusahaan ini Pak," tutur Tenri seraya menatap pak Rudi.

"Bu Ten, tinggal mengambil sendiri tanda tangan atasan kami, ruangannya ada di sana," tunjuk pak Rudi pada ruangan Narendra.

"Oh, baiklah terima kasih Pak Rudi, senang bekerja sama dengan Anda," ujar Tenri tanpa melunturkan senyumannya sambil menjabat tangan pak Rudi pertanda kerjasama telah disepakati.

Setelah bertemu dengan Bu Eka sekertaris Narendra dan dipersilahkan untuk masuk. Tenri langsung mengetuk ruangan Narendra.

Tok! Tok! Tok!

"Pak, saya Tenri dari Bank  Artha Graha Internasional saya mau minta tanda tangan Bapak sebagai persetujuan payroll di bank kami," ucap Tenri dari balik daun pintu.

Tenri membuka pintu ruangan Narendra dengan pelan—di ujung ruangan itu, seorang pria berumur 27 tahun dengan rahang tegas sibuk memeriksa kerta-kertas yang ada di hadapannya.

Tenri kira pemilik perusahaan ini adalah pria tua botak dan memiliki perut buncit nyatanya tidak. Pria yang ada di hadapannya sangat tampan.

"Masuk! Duduk!" pinta Narenda tanpa melihat lawan bicaranya ia masih sibuk memeriksa isi kertas-kertas itu.

Dua puluh menit ....

Tiga puluh menit ....

sudah hampir sejam lamanya dan Narendra belum menyadari keberadaan Tenri. 

Narendra juga belum membuka suara ia masih sibuk dengan tumpukan kertas itu. Tenggelam pada dunianya sendiri. Tenri ingin menegurnya, tetapi dia tidak kuasa aura yang dipancarkan Narendra sangat kuat. Tenri harus bernapas perlahan agar tidak terdengar. Tenri akui bahwa pemilik perusahaan ini sungguh memiliki kharisma yang tak terbantahkan.

Empat puluh menit ....

Narendra belum juga membuka suara. Tenri sudah bosan dan dia juga sudah sangat lapar karena saat ini sudah masuk jam makan siang. Namun, Narenda belum juga membuka suara.

'Apa pria ini tidak lupa waktu 'kan?' tanya Tenri dalam hati sewot sendiri. Pasalnya dia sudah sangat lapar sekarang.

Sampai pintu ruangan Narendra terbuka membuat Tenri bernapas legah karenanya. Pria itu juga memiliki ketampanan yang tidak kalah dari Narendra. Pria itu menatap Tenri dan menghampirinya.

"Hai, Nona manis, sedang apa di sini? Saya Arza direktur pemasaran di perusahaan ini," ucap Arza sambil menyodorkan tangannya pada Tenri.

Tenri mengerjabkan matanya berapa kali, ini adalah kesempatan bagus untuk menyadarkan Narendra bahwa dia bukan makhluk kasat mata yang menapak di bumi ini. Bahwa dia sedari tadi menunggu pria gila kerja itu selesai mengerjakan tugasnya.

"Halo, saya Tenri dari Bank Artha Graha Internasional, saya ke sini ingin meminta tanda tangan tangan Pak Narendra sebagai persetujuan atas payroll di Bank kami," balas Tenri seraya membalas uluran tangan Arza tak kalah ramah.

Narendra terperanjak ternyata sedari tadi ada gadis cantik yang menemaninya tanpa ia sadari.

"Kenapa kamu hanya diam dari tadi? Kemarikan form yang harus saya tanda tangani," pinta Narendra sedikit mengernyit dengan nada tajamnya.

Tenri langsung menyerahkan berkas tersebut pada Narendra untuk ditanda tangani, walaupun ia kesal, tetapi tetap memaksakan tersenyum ramah. Bukannya dia yang menyuruh Tenri duduk dan tidak memintanya untuk menyerahkan form itu? Tenri kesal sendiri dibuatnya.

Tenri dapat mencium bau parfum mink milik Narendra. Jantung Tenri langsung berdetak lebih kencang. Entah karena apa? Mungkin karena ia terlalu dekat jadi ia bisa menciumnya dan menimbulkan efek pada kerja jantungnya.

'Apa aku terlalu dekat?' tanyanya pada diri sendiri tentu saja ia mengatakannya dalam hati.

Setelah berkas itu ditanda tangani Tenri langsung pamit undur diri.

"Nona manis punya permen!" teriak Arza sedikit kencang karena Tenri sudah ada di ujung ruangan.

"Maaf, tidak Pak," jawab Tenri seraya tersenyum ramah.

"Kalao nomer ponsel?!" teriak Arza sekali lagi.

Tenri hanya tersenyum dan mengangguk setelah itu dia menutup pintu ruangan Narendra.

Sepeninggal Tenri, Narendra langsung berucap, "Lo tu ya, asal ada cewek cantik langsung lo gombali, alasan minta nomer ponsellah, nomer rekeninglah, sampai-sampai office girl di kantor Om Salim lo godain juga juga," papar Narendra ketus  kepada Arza. Dia tidak habis pikir kenapa mempunyai sahabat play boy seperti Arza.

"Namanya juga usaha, Bro," balas Arza tanpa rasa bersalah.

"Tunggu!" tahan Narendra karena Arza sudah akan menutup pintu ruangannya.

"Ngapain lo ke sini?" tanya Narendra penuh selidik.

"Kata Bu Eka ada gadis cantik nan montok masuk ruangan lo, udah satu jam belum keluar juga, gue takut dia kenapa-napa," jawab Arza cuek sambil menutup pintu ruangan Narendra.

"Sial!" umpat Narendra sembari memijit pelipisnya. Bisa-bisanya ia melupakan jika ada seseorang yang masuk ke ruangannya. Narendra menggeleng dan tak ingin mengambil pusing hal tersebut.

...

Setelah menyerahkan berkas-berkas kepada  Pak Irfan—kepala cabang Tenri. Tenri langsung bergegas ke kantin untuk makan siang.

Emang dasar kecantikan Tenri tidak dapat dihindari jadi setiap dia berpapasan dengan karyawan kantor pasti mereka akan menyapa Tenri.

Setelah sampai di kantin kantor dengan penuh perjuangan menurut Tenri. Dia berharap tidak ada yang menganggunya hari ini, karena jujur dia sangat lelah. Setelah memesan makanan kesukaan Tenri yaitu nasi goreng plus ayam bakar dia langsung mengambil tempat paling ujung berharap tidak ada yang menganggu.

Namun, sepertinya Dewi Fortuna tidak berpihak padanya karena Dio dari cabang prioritas datang menghampirinya. Tenri tidak bisa mengusir Dio begitu saja karena Dio sudah sangat baik padanya. Tenri akhirnya menceritakan semua kegiatannya dari nasabah prioritas yang coumplain hingga seorang CEO muda yang membuatnya menunggu. Jujur hari ini adalah hari yang melelahkan bagi Tenri. Namun, untung saja ia mampu mengatasi itu semua.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status