Share

Terpaksa Menikah Kontrak : Aku Mencintaimu Suamiku
Terpaksa Menikah Kontrak : Aku Mencintaimu Suamiku
Author: Aerina Ay

BAB 1

Pagi hari telah tiba di kota Jakarta. Kota yang tak pernah mati itu sudah dimulai berbagai aktivitas. Meskipun matahari belum menampakkan sinar terangnya.

Sama halnya dengan seorang gadis berusia 25 tahun yang baru  saja terbangun—jam pada ponselnya sudah menunjukkan pukul enam pagi.

Gadis yang bernama lengkap Tenri Az-Zahra itu tengah bersiap- siap untuk pergi ke kantor. Karena dia sedang ada tes kenaikan jabatan. Jadi, Tenri harus menampilkan sikap yang baik.

Hari ini Tenri sangat cantik dengan hijab biru gelapnya yang melekat apic di kepala serta dipadukan dengan rok berwarna hitam yang tidak terlalu spam dan dilengkapi dengan atasan kemeja biru lautnya. Tubuhnya yang pendek membuat ia tampak sangat imut. 

"Semangat Ten," ucapnya menyemangati diri sendiri, setelahnya dia mengambil tasnya dan berlalu dari rumah kost tersubut.

...

"Pagi, Pak Herman," sapa Tenri ramah pada satpam yang berjaga di depan kantornya. Gadis cantik itu selalu menyapa satpam yang berjaga di depan pintu masuk perusahaan tempatnya bekerja.

"Pagi Bu Ten," balas pak Herman sembari tersenyum ramah pula.

Setelah itu Tenri masuk ke dalam perusahaan tempatnya mengais rezeki. Tenri bekerja di Bank Artha Graha Internasional, hampir dua tahun terakhir ini sudah cukup lama bukan? Saat sampai pada meja kerjanya Tenri menyapa sahabatnya—Yasmin.

"Pagi Yas," sapanya sembari duduk di kursi kerjanya dan mulai membuka beberapa laporan.

"Eh, pagi juga, Sayang," balas Yasmin dengan suara dibuat centil.

"Masih aja lebay," ejek Tenri sembari menggeleng sedangkan yang diejek langsung mencerutkan bibirnya tidak suka. 

"Biarin, tapi kamu suka 'kan," ucap Yasmin sembari mengedipkan matanya yang membuat gadis itu makin menggeleng sembari tersenyum kecil.

Ketika Tenri memeriksa beberapa laporan datanglah seorang nasabah prioritas coumplain padanya yang ditanggapi senyum oleh gadis cantik itu. Sepertinya dia tak bisa untuk tidak tersenyum sehari saja.

"Mbak, saya mau coumplain sama perusahaan ini," tutur wanita itu dengan nada tidak sabar.

Tenri hanya tersenyum maklum karena ucapan wanita yang berdiri pogah di depannya. Tenri sudah kenyang menghadapi masalah seperti ini dan dia sudah biasa. Dengan intonasi suara lembut Tenri bertanya dengan tenang.

"Ibu mau coumplain apa?" tanyanya sangat lembut disertai senyuman tipis.

"Kenapa pada saat saya ingin gunakan kartu kredit malah dikenakan biaya lima ratus rupiah. Katanya pelayanan di sini bagus dan gratis? Terus kenapa ada hal seperti itu. Apa lagi saya ini nasabah prioritas di Bank ini,  lain kali saya tidak mau lagi menyimpan uang saya di Bank ini," jawab wanita itu tajam dengan nada membentak.

Tenri tersenyum sebelum menjawab. "Memang di Bank kami peraturannya seperti itu Bu, pengenaan itu hanya memastikan kalau kartu Ibu masih aktif," terang Tenri lembut dan mempertahankan senyumannya.

Setelah mengalami perdebatan yang panjang akhirnya wanita tersebut mengerti dan pergi meninggalkan bank tempat Tenri bekerja.

"Sabar ya Ten," sahut Yasmin prihatin karena dia tahu Tenri sangat terbebani walaupun dia tidak pernah mengeluh. Jadi, itulah kenapa dia sangat salut dengan sahabatnya.

Tenri tersenyum seraya menjawab. "Aku enggak pa-pa kok Yas,  kamu bisa tanganin ini sebentar," tutur Tenri tersenyum kemudian berlalu dari hadapan Yasmin. Tujuannya sekarang adalah toilet ia ingin menenangkan pikirannya untuk sejenak.

Tanpa banyak bicara Yasmin mengiyakan. Karena dia tahu pasti Tenri akan ke mana.

Saat ini Tenri sedang berada di toilet wanita dia menumpahkan semua kesedihannya walaupun di luar dia nampak baik-baik saja. Akan tetapi,  di dalam dia sangatlah rapuh. Gadis yang merantau jauh dari keluarga hanya untuk menghidupi keluargannya dan memberikan kehidupan yang layak untuk orang terkasih. Biarlah ia yang menderita atas semuanya asalkan mereka baik-baik saja. Gadis yang menjadi tulang punggung keluarga ini harus memikul semuanya sendiri bahkan mengorbankan kebahagiaannya sendiri gadis itu tidak pernah mengeluh.

Sayup-sayup Tenri mendegar perbincangan teman sekantornya.

"Tenri tuh orangnya sok kecantikan banget ya," ucap suara itu melontarkan kalimat ketidak sukaannya.

"Iya bener, dia mau ambil semua perhatian untuknya sendiri dia pikir dia siapa? Tadi dia dimarahi habis-habisan sama nasabah, dia memang pantas mendapatkannya, Haha," timpal suara yang satunya diakhiri dengan tawa mengejek.

Tenri hanya mampu menghela napas berat. Dia tahu dia tidak disukai oleh sebagian orang di kantor ini. Namun, tak sedikit juga yang menyukai dirinya, contohnya saja sahabatnya—Yasmin, itulah kenapa Tenri tetap bertahan demi orang tuanya. Apa lagi Tenri adalah tulang punggung keluarga ia masih punya dua adik yang harus dia biayai. Ayu yang masih kuliah semester lima harus membayar uang kuliah ditambah ayahnya yang suka sakit-sakitan semuanya membutuhkan uang untuk diselesaikan walaupun begitu Tenri tidak pernah mengeluh pada siapa pun kecuali Yasmin yang tahu segalanya tentang diri Tenri.

Setelah tidak mendengar lagi bisik-bisik itu Tenri mulai beranjak dari toilet untuk kembali bekerja. Dia harus bisa naik jabatan agar gajinya bertambah agar dapat membantu pengobatan sang ayah. Entah kapan semua itu berakhir Tenri tidak tahu intinya dia bisa membahagiakan keluarganya. Itu yang terpenting, gadis ini selalu saja memikirkan kebahagiaan orang lain tanpa memikirkan kebahagiaannya sendiri bahwa dia juga harus bahagia.

Memikirkan orang lain boleh, tapi ingat kamu juga harus bahagia. Hidup hanya sekali, maka nikmai hidup ini dengan caramu sendiri biarkan semuanya mengalir seperti air. Tenri pasti bisa menghadapi semuanya ia adalah gadis yang kuat dan sabar. 

"Gimana udah baikan?" tanya Yasmin saat melihat seluet sahabatnya mendekat.

"Udah," jawabnya sembari mengumbar senyum manis. Giginya yang putih dan rapi nampak saat bulan sabit tercipta yang makin menambah nilai plus pada penampilannya.

"Syukurlah, kamu yang semangat ya. Aku yakin kamu pasti bisa." Yasmin berucap dengan tulus.

"Tentu, makasih perhatiannya," balas Tenri sembari mencubit pipi Yasmin gemas.

"Awch, sa-sa-kit ... lepasin!" pinta Yasmin sembari berusaha melepaskan cubitan maut Tenri.

"Udah, fokus kerja!" ujarn Tenri ketika melepas cubitannya. Yasmin hampir saja meledak untung ia masih mengingat jika mereka masih di kantor saat ini. 

Cukup jalani apa yang kita miliki terkadang semuanya terasa berat. Akan tetapi, jika kita ingin mengerjakannya pasti semua akan mudah—seperti halnya dengan hidup jika kita tak ingin menjalaninya dengan berlapang dada, maka semuanya akan terasa sulit dan juga berat.

'Ah, semangat Ten demi Ayah!' ujarnya dalam hati. Senyuman senantiasa terparti di bibir tipisnya. 

Jangan pikirkan bagaimana pandangan orang terhadapmu. Sikapilah sewajarnya, jangan down semuanya pasti dapat menerima jika itu adalah hal positif. Terkadang orang lain tak tahu apa yang kita rasakan. Jadi, buat apa kita menjelaskan diri sendiri yang ujung-ujungnya akan tetap salah di mata mereka. Itulah mengapa Tenri tak pernah membeci teman-temannya yang suka menghujatnya di belakang. 

'Semua akan baik-baik saja. Semoga!' 

Ia merapalkan kalimat tersebut dalam hatinya berharap semua akan baik-baik saja. Namun, semuanya tak akan berjalan dengan baik semuanya akan berbeda. Akan tetapi, lepas dari itu semua ia pasti dapat mengatasi hal tersebut. 

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status