Hari-hari berikutnya bergerak cepat, terlalu cepat. Aku dan Clara berpura-pura sibuk dengan pekerjaan sukarelawan, tapi di balik layar kami mulai menggoyahkan dasar dari sistem yang Verena bangun selama bertahun-tahun.
Sistem administrasi yang tampak rapi dari luar, ternyata menyimpan puluhan jalur gelap di dalamnya—dana asing, nama-nama fiktif, dan bahkan jaringan pemindahan manusia ke luar negeri dengan label ‘program perlindungan’.
Kami mulai menemukan pola.
Korban-korban yang ‘ditampung’ oleh yayasan milik Verena ternyata tidak pernah muncul kembali. Banyak dari mereka hilang setelah satu atau dua bulan. Beberapa data mencurigakan menunjukkan keberadaan mereka terakhir kali di pelabuhan tertentu... sebelum benar-benar lenyap.
“Ini bukan hanya soal pencucian uang,” gumam Clara sambil menunjukkan tangkapan layar kepada Vincent melalui sambungan aman. “Ini bisa jadi perdagangan manusia berkedok perlindungan
Kami berhasil keluar dari ruang server tepat dua menit sebelum sistem otomatis kembali aktif. Langkah kami cepat dan senyap, menyusuri lorong belakang yang menuju tangga darurat. Suara detak jantungku masih terasa di telinga, berpacu dengan napas Clara yang pendek-pendek di belakangku.Di dalam flash drive yang tersembunyi di balik sol sepatuku, tersimpan lebih dari 60 gigabyte data rahasia: laporan pencucian uang, jaringan pengiriman manusia, dan catatan komunikasi antara Verena Callisto, Rafael Vega, dan Dion Castel.Kami kembali ke kamar tepat pukul 03.33. Tak ada alarm. Tak ada panggilan darurat. Tapi kami tahu... itu hanya soal waktu.Clara langsung membuka laptop, menyambungkan flash drive ke sistem terenkripsi milik Vincent. Di layar, progres upload dimulai. 7%, 11%, 18%...“Aku tidak tahu apakah kita akan sempat kabur setelah ini,” gumam Clara tanpa menoleh.“Yang penting dunia tahu,” jawabku lirih. “Dan Grayso
Hari-hari berikutnya bergerak cepat, terlalu cepat. Aku dan Clara berpura-pura sibuk dengan pekerjaan sukarelawan, tapi di balik layar kami mulai menggoyahkan dasar dari sistem yang Verena bangun selama bertahun-tahun.Sistem administrasi yang tampak rapi dari luar, ternyata menyimpan puluhan jalur gelap di dalamnya—dana asing, nama-nama fiktif, dan bahkan jaringan pemindahan manusia ke luar negeri dengan label ‘program perlindungan’.Kami mulai menemukan pola.Korban-korban yang ‘ditampung’ oleh yayasan milik Verena ternyata tidak pernah muncul kembali. Banyak dari mereka hilang setelah satu atau dua bulan. Beberapa data mencurigakan menunjukkan keberadaan mereka terakhir kali di pelabuhan tertentu... sebelum benar-benar lenyap.“Ini bukan hanya soal pencucian uang,” gumam Clara sambil menunjukkan tangkapan layar kepada Vincent melalui sambungan aman. “Ini bisa jadi perdagangan manusia berkedok perlindungan
Malam-malamku terus berubah menjadi lembaran rencana yang kutulis di atas ketakutan.Flat yang disiapkan oleh Clara, kamar kecil di distrik pelabuhan yang lebih padat. Tidak seperti sebelumnya, kali ini aku memilih gedung tua di atas toko ikan asin, tempat aroma tajam menyelimuti udara sejak fajar. Tak ada yang mencurigai seorang wanita muda tinggal di lantai tiga bangunan sempit seperti ini.Aku belajar membaca peta pergerakan. Aku mencatat jam patroli, jadwal bongkar muat kontainer, dan titik-titik pengawasan pelabuhan yang tidak tercatat secara resmi. Itu semua karena informasi yang dikirim Vincent padaku—samar, tapi cukup untuk kubaca celahnya.Aku tahu, musuh bukan hanya satu. Rafael. Dion. Antonio. Dan Verena… Perempuan itu mengawasiku tanpa menyentuh langsung, tapi aku bisa merasakan dinginnya.Namun yang lebih menggangguku… adalah Grayson.Setiap malam sebelum tidur, aku menatap layar ponsel yang masih menyimpan satu nam
Kamar itu sunyi. Terlalu sunyi.Jam antik di dinding berdetak pelan, tapi kepalaku terasa lebih bising dari seribu peluru. Aku duduk di tepi ranjang dengan kemeja kusut, rambut berantakan, dan mata yang tak pernah benar-benar tertutup selama tiga malam terakhir.Eleanor menghilang.Sejak ia meninggalkan vila tanpa jejak, rasanya semua hal yang kukendalikan selama ini perlahan runtuh satu demi satu. Kamera-kamera mati. Sinyal ponselnya hilang. Tak ada jejak mobil. Bahkan rekeningnya tak disentuh.“Seolah dia mempersiapkan pelariannya dengan sangat rapi,” gumamku dingin.Damien berdiri di dekat jendela. Diam. Sama seperti sejak dua hari lalu.“Aku tahu kau tahu sesuatu, Damien,” ucapku tanpa menoleh. “Dan setiap detik kau memilih diam, kau membuatku berpikir kau tak lagi memihakku.”Ia tetap tidak menjawab.Amarahku mendidih, tapi tak ada tenaga untuk meledak. Yang tersisa hanya kekosongan dan
Aku berlari kecil menuruni tangga darurat, gaunku kutarik tinggi-tinggi agar tidak tersangkut di besi yang sudah berkarat. Nafasku teratur, tapi jantungku berdetak keras seperti genderang perang dalam dadaku.Aku tahu Rafael melihatku tadi. Mungkin belum yakin siapa aku, tapi sorot matanya penuh kecurigaan. Jika aku tak bergerak cepat, dia akan mencariku. Dan bila itu terjadi, penyusupan ini berakhir lebih cepat dari yang seharusnya.Aku keluar ke lorong layanan hotel dan berjalan cepat ke pintu dapur belakang. Para staf berlalu lalang membawa nampan dan gelas sampanye. Tak ada satu pun yang memperhatikanku. Itulah keunggulan menyamar sebagai perempuan cantik di tengah pesta glamor—semua melihatmu, tapi tak satu pun benar-benar memperhatikan.Begitu aku berada di lorong utama, Clara langsung menyambutku dengan mantel panjang dan tas kecil.“Masuk ke mobil sekarang,” katanya cepat. “Vincent sudah memutar ke sisi barat.”
Cahaya lampu gantung berkilau di langit-langit ballroom seperti ribuan bintang yang dipaksa turun ke bumi. Dinding-dinding kaca tinggi memantulkan kilauan gaun, tawa palsu, dan topeng-topeng berlapis misteri.Aku berdiri di dekat pilar marmer, gaun hitamku jatuh anggun membingkai tubuh. Topeng perak setengah wajah menutupi sebagian besar ciri-ciriku, menyisakan hanya tatapan dingin yang kutahan agar tak bergetar.Musik klasik mengalun samar dari orkestra di ujung ruangan. Aroma wine mahal dan parfum bercampur dalam udara yang terlalu hangat. Semua orang di ruangan ini mengenakan topeng, tapi aku tahu: mereka semua telanjang dalam niat masing-masing. Siapa datang untuk informasi. Siapa untuk aliansi. Dan siapa… untuk menyakiti.Aku melangkah pelan, membiarkan hak sepatu menyentuh lantai marmer dengan ritme pasti. Aku tak sendiri—Vincent dan Clara ada di gedung seberang, memantau dari kamera tersembunyi dan saluran komunikasi kecil di balik topengku.