Villa itu berdiri megah di lereng utara Roma, dikelilingi pagar tinggi dan deretan pohon cemara tua. Malam mulai semakin gelap, namun udara sudah dingin dan menusuk, menyelimuti area dengan suasana misterius. Lampu-lampu taman menyala redup, seakan menyembunyikan apa yang terjadi di dalam.
Aku berdiri di seberang jalan, mengenakan jaket hitam dengan hoodie yang menutupi sebagian wajahku. Di tanganku, senjata tersembunyi di balik lapisan dalam jaket. Bukan hanya untuk perlindungan—malam ini aku datang dengan tujuan yang tak bisa lagi ditunda.
Clara dan Vincent berada dalam radius pengawasan. Mereka tak jauh, namun cukup tersembunyi agar tak mencolok. Clara telah menyusupkan chip pelacak ke salah satu mobil Max Hayes sore tadi. Sekarang, aku hanya menunggu waktu yang tepat.
Pukul delapan lewat lima menit, dua mobil hitam berhenti di pelataran villa. Dari jendela belakang, aku melihat Max turun. Rambutnya masih kelabu, jas hitam mahal tersemat rapi, dan langk
Langit Nice menjelang senja dilapisi rona keemasan, tapi keindahan itu tak menyentuh pikiranku. Di dalam mobil hitam yang melaju cepat di sepanjang jalur pesisir Prancis Selatan, aku duduk di kursi belakang bersama Clara dan Vincent. Grayson memimpin di mobil terpisah, bersama Damien dan tiga anggota elitnya.“Kita masuk dari dua sisi,” ujar Clara sambil membuka peta digital. “Tim Grayson akan menyusup dari sisi utara bangunan utama. Kita dari sisi timur, melewati terowongan bawah tanah yang dulu dipakai sebagai jalur pelarian oleh Lucien Moretti.”“Pengamanan Verena pasti diperketat setelah Max ditangkap,” gumam Vincent. “Tapi dia tak tahu bahwa kita sudah mengantongi semua informasi logistik dan kelemahannya.”Aku menatap peta dan titik-titik merah di sekeliling villa Verena. “Kalau semua sesuai rencana, kita akan masuk dalam waktu tujuh menit.”Keringat dingin mulai muncul di telapak tanganku.
Villa itu berdiri megah di lereng utara Roma, dikelilingi pagar tinggi dan deretan pohon cemara tua. Malam mulai semakin gelap, namun udara sudah dingin dan menusuk, menyelimuti area dengan suasana misterius. Lampu-lampu taman menyala redup, seakan menyembunyikan apa yang terjadi di dalam.Aku berdiri di seberang jalan, mengenakan jaket hitam dengan hoodie yang menutupi sebagian wajahku. Di tanganku, senjata tersembunyi di balik lapisan dalam jaket. Bukan hanya untuk perlindungan—malam ini aku datang dengan tujuan yang tak bisa lagi ditunda.Clara dan Vincent berada dalam radius pengawasan. Mereka tak jauh, namun cukup tersembunyi agar tak mencolok. Clara telah menyusupkan chip pelacak ke salah satu mobil Max Hayes sore tadi. Sekarang, aku hanya menunggu waktu yang tepat.Pukul delapan lewat lima menit, dua mobil hitam berhenti di pelataran villa. Dari jendela belakang, aku melihat Max turun. Rambutnya masih kelabu, jas hitam mahal tersemat rapi, dan langk
Aku menarik kabel USB dari server dengan hati-hati. Layar menunjukkan proses 100%. Data berhasil diunduh. Napasku tertahan, lalu kulepaskan perlahan. Grayson masih berjaga di dekat pintu, tubuhnya tegap, matanya mengamati tiap suara dari balik lorong.“Berhasil,” bisikku sambil menggenggam erat alat kecil itu. Data ini... adalah kunci untuk menjatuhkan Verena.“Bagus. Kita keluar sekarang,” sahut Grayson.Langkah kami cepat, menyusuri tangga darurat menuju basement. Clara dan Vincent sudah menyusun jalur kabur—mobil hitam tanpa tanda, menunggu di sisi belakang gedung.Tapi kami tidak sempat mencapai pintu. Dua pria bersenjata muncul dari balik lorong. Wajah mereka tertutup masker taktis.“Menyerah atau mati,” salah satu dari mereka mengancam, pistol teracung.Tanpa menunggu aba-aba, Grayson menembak lebih dulu. Peluru pertama melesat ke bahu salah satu pria bertopeng. Yang satu lagi mencoba membalas,
Pagi di Palermo kembali redup, tapi tidak untuk kami. Setelah penyusupan sukses ke Marseille dan data keuangan Verena berhasil kami kantongi, hari ini adalah awal dari fase baru. Serangan balasan.Aku berdiri di ruang pertemuan utama vila, masih mengenakan pakaian serba hitam dari misi semalam. Vincent dan Damien sudah lebih dulu hadir. Clara memproyeksikan data dari hard disk yang kami curi ke layar besar."Inilah seluruh jaringan rekening dan operasional Verena," jelas Clara. "Ada total tiga puluh satu akun tersebar di Swiss, Kepulauan Cayman, dan Singapura. Lima belas di antaranya sudah aktif memindahkan dana dalam dua belas jam terakhir sejak kita menyalin data."Grayson berdiri di sampingku, wajahnya tegas namun matanya sesekali melirikku—seperti memastikan aku benar-benar ada di sini dan bukan bayangan mimpi buruknya yang lain.“Berarti Verena tahu kita sudah mengambil sesuatu darinya,” gumamku.Damien mengangguk. “Dia
Langit pagi Palermo begitu kelabu. Kabut tipis melayang di atas perbukitan kecil di luar vila Grayson, seakan tahu bahwa hari ini bukan awal yang tenang. Di dalam ruang bawah tanah vila, kami semua kembali berkumpul. Tapi kali ini, suasananya berbeda.Aku tidak lagi sekadar berada di antara mereka.Aku sekarang bagian dari rencana.“Ada empat titik yang harus kita lumpuhkan terlebih dahulu,” ujar Damien. “Semua pusat logistik dan komunikasi milik Verena. Salah satu yang terbesar ada di Marseille, Prancis. Gudang senjata dan data pencucian uang mereka diatur dari sana.”Clara menambahkan, “Kalau kita bisa masuk ke server utama mereka di sana, kita bisa melumpuhkan seluruh jaringan rekening Verena. Ia akan kehilangan kendali keuangan. Dan dia benci kehilangan kontrol.”Vincent mengangguk dari sisi ruangan. “Tapi akses ke dalam sistem hanya bisa dilakukan dari lokasi fisik. Dan tempat itu... dijaga seperti mar
Langkahku menggema di sepanjang lorong sempit yang nyaris gelap total. Dinding-dindingnya lembap dan kusam, seperti menyimpan suara-suara rahasia dari masa lalu. Nafasku berat, tetapi teratur. Aku tahu Rafael lari ke arah sini. Dan aku tahu ia takkan keluar tanpa perlawanan.Di belakangku, suara langkah Vincent menyusul dengan cepat. “Lorong kanan bercabang tiga. Yang tengah langsung menuju ruang data. Tapi berbahaya.”Aku mengangguk. “Itu jalur yang akan dia pilih. Dia suka risiko.”Aku menyusuri lorong tengah, senjata tergenggam erat. Mataku menangkap bayangan bergerak cepat di ujung koridor. “Rafael!” teriakku.Tak ada jawaban. Hanya suara pintu logam dibanting keras. Lalu bunyi alarm otomatis berbunyi dari sistem atas.“Sial,” gumamku. “Dia mengaktifkan penguncian sekunder.”“Clara, aku butuh jalur keluar alternatif dari ruang data. Sekarang!” seruku.Clara me