Share

Bab 2. Menjadi pengantin

Author: Akina
last update Last Updated: 2023-06-28 02:48:04

 Bela terus menangis, tapi air mata itu tidak akan mengubah takdir sah Bela menjadi istri orang lain. Seorang wanita yang sedang menemani Bela menggandeng tangan Bela dan berkata, "Ayo, berdiri! Kamu harus bersalaman dengan suamimu. Segera hapus air matamu, Bela."

 "Aku tidak mau menikah," rengek Bela. Bela tidak bisa berdiri karena tubuhnya lemah. Alhasil, pria yang merupakan suami Bela itu yang mendekati Bela.

 Deva, pria yang kini menjadi suami Bela, mengulurkan tangan kanannya ke arah Bela. Ayah Bela juga ada di sana. Dengan cepat ayah Bela meraih tangan Bela dan tangan Deva bersatu.

 "Dia sah suamimu, Bela. Ayo cium tangan suamimu!" kata ayah Bela. Dengan gemetar dan menangis, Bela mendekatkan bibirnya ke punggung tangan suaminya. Bibir mungil Bela berhasil mendarat lembut di punggung tangan Deva. Deva pun langsung memegang kepala Bela dan membacakan doa. Semuanya tersenyum bahagia, kecuali Bela yang masih belum bisa menerima pernikahan mereka.

 ***

 Upacara pernikahan perjodohan akhirnya selesai. Semua undangan sudah pulang, dan lokasi tempat yang digunakan untuk ijab dan resepsi masih dibersihkan. Dan sekarang mempelai wanita yang baru sah ada di kamar. Bela sempat menoleh ke ayahnya, dia tidak mau masuk ke kamar karena belum larut malam dan dia belum mengantuk. Namun tubuh Bela didorong oleh ayahnya. Bahkan ayahnya sampai tega mengunci pintu kamar dari luar.

 Sekarang yang dilakukan Bela adalah duduk kembali di tempat tidur sambil menangis lagi. Sebelumnya Deva sempat meminta Bela untuk berbicara, namun Bela bungkam. Dia mengabaikan Deva.

 Deva lalu duduk di depan Bela. Bela langsung mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tangan Bela terasa tersentuh. Bisakah Bela memastikan bahwa Deva yang menyentuh tangannya?

 "Sampai kapan kamu akan menangis?" tanya Deva sambil mengangkat alis.

 Tanpa memkamu ng Deva, Bela menjawab, "Mengapa kamu mau menikah dengan anak seperti aku? Apakah tidak ada wanita lain di luar sana? aku pikir kamu terlalu tua untuk aku juga. aku tidak menyukaimu."

 Deva tersenyum mendengar perkataan Bela. Dia senang karena Bela tidak berbicara dengannya sejak itu. "Kalau begitu kamu akan menyukaiku. Aku yakin tidak akan lama," kata Deva dengan bangga.

 Bela menoleh dan menatap Deva dengan mulut terbuka, lalu tersenyum. "Sangat percaya diri. aku bukan seseorang yang mudah jatuh cinta dengan sembarang pria," kata Bela membela diri.

 Deva terpancing dengan omongan Bela. Pria yang merupakan suami Bela itu menatap Bela dengan alis terangkat. "Oh ya? Jangan lupa, aku bukan sembarang pria, tapi sekarang aku adalah suamimu. Aku bisa melakukan apa saja untukmu, untuk membuatmu jatuh cinta nanti."

 Tangis Bela berhenti. Kini Bela menatap suaminya kesal. Bibirnya didorong ke depan, seperti bibir bebek. Bela langsung membenturkan bantal yang ada di pangkuannya tadi ke Deva. "Menjengkelkan..menyebalkan..menyebalkan," teriak Bela sambil terus memukul Deva dengan bantal.

 Deva tidak marah, pria itu menertawakan sikap Bela yang kekanak-kanakan. Setelah membiarkan Bela memukuli dirinya sendiri, dia. Akhirnya Deva menangkap bantal Bela sehingga tidak bisa bergerak dan memukulnya. Bela menatap Deva dengan bibir masih bergerak ke depan. Nafas Bela seperti tersengal-sengal karena kelelahan. Tindakan memukulnya juga membutuhkan energi.

 Deva mengambil bantal dan melemparkan bantal Deva ke tengah kasur. Deva kembali menatap Bela yang sedang mengernyitkan dahi. Ini membuat senyum Deva terlihat jelas. Deva memajukan dirinya. Bela mengundurkan diri. Pikiran Bela sudah berkelana kemana-mana. Dia pernah membaca novel romantis tentang pasangan pengantin baru. Bela mengira malam itu juga Deva akan melakukan hal yang sama seperti yang Bela baca sebelumnya. Mata Bela terpejam saat nafas Deva menerpa wajahnya. Jantung Bela sudah bekerja tidak teratur.

"Kita harus pergi makan!" Deva berbisik di telinga Bela. Setelah itu Deva menjauhkan diri dan langsung berdiri. Sementara itu, Bela perlahan membuka matanya. Dia masih malu, Deva. Bagaimana menurutmu, Bela? Bela menggerutu mengutuk dirinya sendiri.

 Deva menatap Bela dengan tatapan menggoda. "Kenapa? Apakah gadis kecil sepertimu juga mengerti orang dewasa?" tanya Deva dengan senyum nakal.

 Bela menggeleng cepat. "Tidak, aku tidak tahu apa-apa," kata Bela menutupi pikiran konyol yang terlintas di benaknya. Hal itu membuat Deva tertawa.

 "Kamu cantik kalau tidak menangis seperti itu," kata Deva, memuji Bela tiba-tiba. Sebisa mungkin, Bela tersenyum, dia suka jika mendapat pujian. Biasanya Bela akan menyombongkan diri, tapi kali ini Bela menahannya, dia malu.

 Deva kembali duduk di depan Bela. "Kamu anak yang lucu ya. Tidak salah aku menikah denganmu, Bela akung. Jangan menahan senyum itu lagi." Mendengar perkataan Deva, Bela jadi tambah malu.

 "Diam!" teriak Bela kemudian. Gadis itu kembali menjulurkan bibirnya, pertkamu dia kesal. Deva menyodok dagu Bela, tapi Bela berusaha mengelak.

 "Baiklah, ayo makan!" kata Deva.

 Bela menggelengkan kepalanya. "Tidak," kata Bela. Deva mengusap wajahnya dengan kasar, hembusan nafas panjang juga keluar dari bibir Deva. Deva harus bersabar menghadapi istrinya yang kekanak-kanakan dan tentu saja gadis keras kepala itu.

 "Kamu mau mati?" teriak Deva.

 "Ya, lebih baik aku mati saja. Aku tidak terima pernikahan ini," jawab Bela santai.

 Deva menjawab, "Bela… sekarang kamu sudah sah menjadi istriku. Kamu harus patuh padaku!"

 Bela sangat senang mendengarnya. "Apa yang akan dikatakan teman-temanku jika mereka tahu aku menikah dengan om om? Dengan pria sepuluh tahun lebih tua dariku. Mereka pasti akan menertawakanku. Itu semua karena kamu." Bela mencurahkan isi hatinya kepada Deva. Deva menjadi pendengar setia, dia diam dan membiarkan Bela buka suara lagi. Deva berharap hal ini bisa membuat Deva mengenal sosok Bela dengan mudah sehingga dia tahu bagaimana cara membahagiakan Bela.

 “aku juga gagal kuliah di luar negeri karena jodoh ini,” Bela bersorak saat mengingat mimpinya. Bela mengalihkan pkamu ngannya. "Kenapa kamu tega? Kenapa kamu sepertinya menjualku?" Mata Bela kembali berlinang air mata. Hatinya sakit ketika mengingat bahwa pemaksaan dan perjodohan dilakukan semata-mata untuk menyelamatkan perusahaan ayahnya.

 Deva tidak tega melihat perempuan menangis, apalagi gadis kecil yang sudah menjadi istrinya. Deva menyeka air matanya. Lalu Deva meraih tangan Bela dan menggenggamnya. Bela tidak mengelak dan membiarkan Deva.

 "Jangan bicara seperti itu! Aku tidak ingin kamu kecewa dengan pernikahan kita." Deva mencoba menjelaskan.

 Bela segera menarik tangannya dan menyangkalnya. "aku kecewa." Air mata Bela pecah lagi. "Kamu tidak merasakannya, jadi kamu dengan mudah mengatakan itu," kata Bela.

 Deva menyela. "Ya, Bela, aku bisa mengerti," kata Deva dan menarik kembali tangan Bela. "Bela… aku akan membuatmu bahagia. Yang perlu kamu ketahui Bela, jika usia bukan ukuran cinta seseorang, perbedaan usia juga bukan syarat untuk menikah. Mengapa kita menikah dengan seseorang yang tidak jauh dari kita dalam usia, tapi kamu tidak bahagia? Mengapa kamu peduli dengan kata-kata mereka? Bukankah kamu seharusnya bangga menikah dengan seorang pengusaha? Permintaan apa yang bisa aku berikan? aku yakin teman-teman kamu akan iri alih-alih mengejek." Deva memberikan pengertian kepada Bela. Lelaki itu berharap agar Bela bisa segera paham dan paham.

 "Tapi aku masih anak-anak untukmu," kata Bela yang sudah berhenti menangis.

Deva tersenyum. "Terus kenapa? Aku menyukainya. Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menerimamu apa adanya." Bela terdiam, dia tidak lagi menjawab perkataan Deva.

 "Hm… cepat pakai bajumu! Kita akan kembali ke rumahku hari ini," kata Deva sambil berdiri dari tempat duduknya.

 Mata Bela membulat. Mulut Bela pun menganga, dia terlihat kaget dengan pernyataan Deva. "Apa yang kamu katakan? Ke rumahmu? Tidak bisakah kita tinggal di rumah Ayah untuk beberapa bulan ke depan? Jika kamu ingin pulang maka pulanglah. Aku akan tinggal di sini," kata Bela.

 Deva menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kamu telah menjadi istriku. Jadi kamu harus ikut denganku untuk kembali ke rumahku!"

 Bela melihat jam dinding di kamarnya. "Apa kamu tidak tahu ini sudah malam? Apa kamu tidak tega? Aku lelah," kata Bela dengan nada yang sama sekali tidak sopan.

 Mendengar jawaban dari Bela, Deva menghela nafas panjang. "Baiklah, kita akan tinggal di sini sampai besok. Dan besok kamu harus segera bersiap-siap untuk pulang bersamaku. Jadilah istri yang baik," kata Deva dengan suara lembut. Bela baru saja berdehem.

 Setelah itu Bela berjalan menuju meja rias. Bela belum menghapus riasan pengantinnya dan juga belum menghapus riasannya. Semua aksesoris yang menempel di kepala atau badan Bela langsung dilepas Bela. Make up pun langsung ditanggalkan Bela.

 "Kemana kamu pergi?" tanya Deva saat melihat Bela berdiri dari kursi meja rias.

 Bela menoleh. "Mandi," jawab Bela sambil berjalan menuju lemari pakaiannya. Bela kemudian mengambil piyama tidur panjangnya. Dia tidak mau harus kembali untuk mengganti pakaiannya nanti. Bela berpikir lebih baik segera memakai piyama untuk tidur.

 "Jangan terlalu lama!" tegur Deva saat Bela hendak masuk kamar mandi.

 "Berisik," teriak Bela menanggapi perkataan Deva. Bela masuk ke kamar mandi, pintu kamar mandi langsung ditutup Bela dengan keras mengeluarkan suara.

 "Aku juga mau segera mandi," teriak Deva yang terdengar oleh Bela.

 Bela membuka pintu kamar mandi lagi. "Nah...." Bela hanya menjulurkan lidah pada Deva setelah itu dia kembali ke kamar mandi dan segera melakukan ritual mandinya. Deva menyela. "Ya, Bela, aku bisa mengerti," kata Deva dan menarik kembali tangan Bela. "Bela… aku akan membuatmu bahagia. Yang perlu kamu ketahui Bela, jika usia bukan ukuran cinta seseorang, perbedaan usia juga bukan syarat untuk menikah. Mengapa kita menikah dengan seseorang yang tidak jauh dari kita dalam usia, tapi kamu tidak bahagia? Mengapa kamu peduli dengan kata-kata mereka? Bukankah kamu seharusnya bangga menikah dengan seorang pengusaha? Permintaan apa yang bisa aku berikan? Aku ýyakin teman-teman kamu akan iri alih-alih mengejek." Deva memberikan pengertian kepada Bela. Lelaki itu berharap agar Bela bisa segera paham dan paham.

 "Tapi aku masih anak-anak untukmu," kata Bela yang sudah berhenti menangis.

 Deva tersenyum. "Terus kenapa? Aku menyukainya. Kamu tidak perlu khawatir, aku akan menerimamu apa adanya." Bela terdiam, dia tidak lagi menjawab perkataan Deva.

 “Hm… cepat pakai bajumu. Hari ini kita pulang ke rumahku,” kata Deva sambil berdiri dari duduknya.

 Mata Bela membulat. Mulut Bela pun menganga, dia terlihat kaget dengan pernyataan Deva. "Apa yang kamu katakan? Ke rumahmu? Tidak bisakah kita tinggal di rumah Ayah untuk beberapa bulan ke depan? Jika kamu ingin pulang maka pulanglah. Aku akan tinggal di sini," kata Bela.

 Deva menggelengkan kepalanya. "Tidak. Kamu telah menjadi istriku. Jadi kamu harus ikut denganku untuk kembali ke rumahku."

Bela melihat jam di dinding kamarnya. "Apa kamu tidak tahu ini sudah malam? Apa kamu tidak tega? Aku lelah," kata Bela dengan nada yang sama sekali tidak sopan.

 Mendengar jawaban dari Bela, Deva menghela nafas panjang. "Baiklah, kita akan tinggal di sini sampai besok. Dan besok kamu harus segera bersiap-siap untuk pulang bersamaku. Jadilah istri yang baik," kata Deva dengan suara lembut. Bela baru saja berdehem.

 Setelah itu Bela berjalan menuju meja rias. Bela belum menghapus riasan pengantinnya dan juga belum menghapus riasannya. Semua aksesoris yang menempel di kepala atau badan Bela langsung dilepas Bela. Make up pun langsung ditanggalkan Bela.

 "Kemana kamu pergi?" tanya Deva saat melihat Bela berdiri dari kursi meja rias.

 Bela menoleh. "Mandi," jawab Bela sambil berjalan menuju lemari pakaiannya. Bela kemudian mengambil piyama tidur panjangnya. Dia tidak mau harus kembali untuk mengganti pakaiannya nanti. Bela berpikir lebih baik segera memakai piyama untuk tidur.

 "Jangan lama-lama!" imbau Deva saat Bela hendak masuk ke kamar mandi.

 "Berisik," teriak Bela menanggapi perkataan Deva. Bela masuk ke kamar mandi, pintu kamar mandi langsung ditutup Bela dengan keras mengeluarkan suara.

 "Aku juga mau segera mandi," teriak Deva yang terdengar oleh Bela.

 Bela membuka pintu kamar mandi lagi. "Wel...." Bela hanya menjulurkan lidah pada Deva setelah itu dia kembali ke kamar mandi dan segera melakukan ritual mandinya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Laurencia Vicky
typo dan typo ... baca sambil mikir ini mau nulis apa
goodnovel comment avatar
HiGlow Klandasan
Banyak Typo nya jadi binggung sendiri yg baca
goodnovel comment avatar
Bagheera
Eja’an tulisan nya bnyk typo...
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Menikah dengan Teman Kerja Ayah    Kebahagiaan

    Long weekend membuat Deva banyak waktu bersama keluarga nya. Setelah kemarin ikut mengantarkan sang buah hati ke mall untuk ikut lomba menggambar hari ini Deva memiliki rencana untuk ke panti asuhan dimana dulu ia dibesarkan. Deva ingin menanamkan rasa syukur dan berbagi pada kedua buah hatinya. Kalau Indra mungkin belum mengerti tapi saat ini ia ingin mengajak mereka semua untuk ke panti asuhan."Bu, kapan kita berangkat?" tanya Luna yang sedang antusias untuk berangkat ke panti asuhan. Deva memang sudah menyiapkan beberapa hal yang perlu dibawa ke sana seperti paket alat tulis, uang dan juga paket makanan yang akan diberikan pada penghuni panti asuhan dan ia juga sedang bersiap."Iya, tunggu kakek dan nenek. Kalau mereka sudah datang kita berangkat bersama," jawab Bela. Ia sedang bersiap dengan Indra juga. Tak berselang lama ternyata kakek dan neneknya Luna datang."Yey, kakek dan nenek sudah datang," ucap Luna begitu gembira menyambut kedatangan kakek dan nenek nya. "Apakah semu

  • Terpaksa Menikah dengan Teman Kerja Ayah    Ulang Tahun Pernikahan

    Saat ini Bela sedang menemani Luna belajar. Luna adalah anak yang suka belajar tanpa disuruh. Bela senang melihat anaknya begitu. Meskipun masih duduk di bangku taman kanak-kanak tapi bakat Luna terlihat yaitu senang menggambar. Bela bangga padanya karena ia juga gigih dan sabar. Bela berencana ingin mencoba mengikuti sebuah perlombaan menggambar yang akan digelar di sebuah mall besar."Luna, besok ada lomba menggambar apa kamu mau ikut?" tanya Bela."Dimana, Bu?" balas Luna."Di mall. Ibu nggak minta kamu untuk bisa menang kok yang penting kamu berani saja itu sudah membuat ibu bangga," jawab Bela mencoba memberikan semangat untuk Luna."Iya, Bu, Luna mau ya? Tapi diantar Ibu ya?" pinta Luna."Ya, tentu saja. Besok kita berangkat sama-sama." Bela pun membiarkan Luna melanjutkan menggambar bunga.Keesokan harinya sesuai janji Bela akan mengantarkan Luna ke mall untuk mengikuti lomba. Perlengkapan seperti pensil warna dan alat lain juga sudah disiapkan. Karena hanya tempat menggambar

  • Terpaksa Menikah dengan Teman Kerja Ayah    Lengkap

    Bela sekarang disibukkan dengan mengurus dua anaknya. untung saja Deva selalu menorehkan perhatian lebih kepada Bela. Deva juga selalu membawa pekerjaannya ke rumah untuk menjaga Bela. Deva juga sering mengantar jemput anaknya di sekolah.Seperti saat ini, Deva baru saja pulang dari kantor dengan membawa setumpuk berkas di tangannya. Bela yang berada di teras rumah menatap suaminya dengan tatapan bingung. Setidaknya, Deva bisa mengerjakan berkas itu di kantor. Lagi pula, ini bukan pertama bagi Bela. Deva berjalan mendekat ke arah Bela lalu menaruh beberapa tumpukan berkas itu di meja samping Bela. Deva langsung mengecup kening Bela dengan penuh kasih sayang lalu beralih mengecu kening Indra yang berada di gendongan Bela. “Kenapa kamu membawa banyak tumpukan berkas itu ke rumah? Kamu bisa mengerjakannya di kantor, Dev. Jika seperti ini kamu akan kesusahan nantinya,” ujar Bela. “Tidak. aku tidak akan meninggalkan kamu dengan mengurus dua orang anak sendirian. Aku akan membantu kamu m

  • Terpaksa Menikah dengan Teman Kerja Ayah    Perasaan sedih

    “Maaf, Bel. Aku belum bisa ke sana saat ini. Tetapi aku akan segera ke sana. aku menunggu Alvin pulang,” kata May di telepon. Wanita itu memang tengah bertelepon dengan Bela. Tentu saja untuk mengucapkan selamat karena kelahiran anak keduanya. May ikut senang akan hal itu. Tetapi bila bisa jujur, ia juga merasa sedih. Bagaimana tidak? Di saat dia mengharapkan anak kedua, justru takdir berkata lain kepadanya. Siapa pun wanita seperti May tentu saja akan merasa sangat sedih. Bagi May, ini bukan perkara yang mudah. Bohong bila ia berkata, bahwa ia bisa menerima keadaannya saat ini. Dari hari terdalam, May sangat iri dengan sahabatnya itu.“Tidak apa, aku tahu,” jawab Bela. “Hari ini aku juga sudah bisa pulang,” sambung Bela. “Aku ikut senang, Bel. Jika bisa, aku akan mendatangi kamu sendiri ke sana. Tetapi Alvin mau bersama menengok kamu,” kata May. Alvin juga tadi sempat memberi tahu May bahwa Bela hari ini melahirkan. Alvin juga mengajak May untuk menengok keponakannya itu setelah

  • Terpaksa Menikah dengan Teman Kerja Ayah    Anggota keluarga baru

    Dua bulan sudah berlalu, kini May sudah bisa menerima keadaannya. Walau sempat kondisinya turun.Bela selama kandungannya tua juga sering berada di rumah Alvin saat suaminya tidak ada. Seperti saat ini, Bela sudah berada di rumah May. Mereka baru saja pulang mengantarkan anaknya pulang dari sekolahnya. Dan ini saatnya, mereka bersantai sambil membaca beberapa buku di ruang tamu. “Bel, lihatlah! Ada yang jual pakaian lucu untuk bayi perempuan,” kata May sambil menunjukkan ponselnya kepada Bela. Bela juga terkesima dengan satu set pakaian lucu yang ditinjukan May. “Sangat lucu!” pekik Bela. “Apakah kamu harus membelinya? Sepertinya, iya! Ini edisi terbatas, Bel. Cepat miliki,” kata May lagi. Bela terdiam. Apakah ia harus membelinya? Tetapi untuk apa? jika anaknya perempuan nanti, masih ada pakaian milik Luna. Bukannya berniat memberikan anak yang keduanya berang bekas, tetapi memang pakaian Luna yang dulu masih bagus dan ada beberapa yang baru. Jika membeli lagi bukankah sangat di

  • Terpaksa Menikah dengan Teman Kerja Ayah    Apakah sakit?

    Makan malam hari ini terasa nikmat karena kebersamaan. Ibu Mike sejak tadi juga tidak henti-hentinya bercerita kepada kedua cucu tercintanya. Luna dan juga Inara. Sangat memenangkan! Netra Bela tidak sengaja menatap ke arah May. Wanita itu memegangi perutnya sambil keringat yang membasahi wajahnya. Apakah ada yang terjadi dengan May? “May?” panggil Bela.May langsung saja mengubah posisinya menjadi tegak. May menatap Bela dengan senyum yang wanita itu paksakan. Bela tahu itu! Lagi pula, Bela tidak satu atau dua bulan bersama May. Jelas sangat tahu bagaimana jika May tengah menyembunyikan sesuatu. “Ada apa, Bel?” tanya May. Deva dan juga Alvin kini juga ikut menatap Bela dengan tatapan bingung dan bertanya-tanya. Tidak hanya itu, pak Seno pun juga ikut menatap ke arah Bela. Bela menjadi canggung saat hampir semua netra menatap ke arah dirinya. Bela menggeleng, lalu kembali melanjutkan makannya tanpa jadi berbicara kepada May. Mau tentu sangat penasaran dengan Bela. Tetapi May juga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status