Bela merasa masa mudanya harus dijual demi menyelamatkan perusahaan ayahnya. Bagaimana tidak, sehari setelah lulus SMA, ia harus menerima kenyataan menikah dengan pria yang tidak ia kenal sebelumnya. Pria yang akan menjadi suami Bela adalah anak dari rekan ayahnya. Bela berusaha menolak. Namun, sekeras apa pun Bela berusaha, dia tidak bisa karena ayahnya telah mengurungnya. Akankah pernikahan Bela membuatnya bahagia?
Lihat lebih banyak“Bela, besok kamu harus menikah!” Seno, ayahnya Bela, menyuruh Bela.
"Apa? Apa Bela tidak salah dengar Yah? aku masih ingin melanjutkan sekolah. Baru kemarin aku lulus SMA. Ayah menyuruh aku untuk menikah. Tidak, aku tidak mau," tolak Bela.
"Tapi aku sudah berjanji akan menikahkanmu dengan anak rekanku. Dan itu harus terjadi. Kalau tidak, ancamannya adalah perusahaan Ayah. Mau tidak mau kamu harus menikah minggu depan. Aku sudah menyiapkan segalanya. Aku tidak butuh persetujuanmu. Aku hanya memberitahumu,'' kata Seno dengan tegas.
Bela yang baru saja berencana untuk kuliah di luar negeri tiba-tiba menghilang karena perkataan ayahnya. Rasanya seperti Bela dijual oleh ayahnya.
Demi keselamatan perusahaan, Bela harus menikah dengan anak rekan ayahnya. Bela berpikir bahwa dia akan lari dari rumahnya.
Bela melihat keadaan rumahnya. Tidak seperti biasanya. Cukup banyak anak buah ayahnya yang berjaga-jaga. Tempat tidur Bela ada di lantai dua. Biasanya hanya satu atau dua anak buah ayahnya. Tapi Bela melihat ada sekitar sepuluh orang di sana.
"Apa yang ayah ini lakukan? Kenapa harus seperti ini?" Bela menggerutu.
Bela ingin keluar kamar setidaknya untuk mencari tahu hal-hal lain di rumahnya. Berjalan menuju pintu kamarnya. Dia kesulitan membukanya.
Bela mencoba berkali-kali untuk membukanya tapi tidak bisa. Dia baru sadar dia dikunci dari luar.
"Ayah, tolong buka kamarku! Aku mau keluar. Ayah!" teriak Bela dari dalam kamar sambil menggedor-gedor pintu.
Tapi tidak ada yang membuka pintu. Bela terus berteriak meminta siapa saja yang bisa membukakan pintu untuknya.
Hingga Bela merasa lelah. Dia kembali ke tempat tidur. Dia berbaring di tempat tidur empuk.
Hati yang begitu sakit karena serasa dipaksa melakukan sesuatu yang Bela tidak mau lakukan. Tak terasa dia mengeluarkan cairan bening dari ujung jaringnya. Sakit hati yang dia rasakan dan tidak ada yang mau membantunya di kamar.
Siang hari, pengurus rumah tangga masuk ke kamar Thea. "Non Bela, ini makan siang. Jangan lupa makan ya Non," katanya.
Bela kemudian bangun dari kamar dan ingin keluar dari kamar. Namun ternyata di depan kamar Bela ada dua anak buah ayahnya.
Mereka memblokir Bela.
"Lepaskan aku!" Bela memberontak dengan sekuat tenaga.
"Maaf. Perintah Pak Seno adalah Nona Bela tidak boleh keluar kamar. Jadi kami minta Nona Bela kembali ke kamar asalkan tidak menggunakan kekerasan!" kata salah satu anak buah ayahnya.
Bela berusaha lebih keras dan lebih keras untuk memberontak. Namun, kekuatannya terlalu lemah untuk melawan dua pria kekar di depannya.
Bela lalu menyerah. Dipandu oleh anak buah ayahnya. Bersama asisten rumah tangganya.
Bela mulai menangis lagi. Dia merasa anak buah ayahnya terlalu berlebihan. Tapi lebih keterlaluan lagi ayahnya yang memerintahkan demikian.
Berhari-hari Bela mengurung diri di kamarnya. Melihat foto ibunya yang meninggal satu tahun lalu karena sakit.
Sebelum meninggal, Bela sangat dekat dengan ibunya. Tahun lalu ibunya meninggal, membuat Bela sangat kehilangan. Tak ada lagi tempat baginya untuk mencurahkan isi hatinya. karena ayahnya sangat sibuk dengan pekerjaannya. Bela berharap untuk belajar di luar negeri agar dia bisa melupakan ibunya.
Namun, ayahnya memaksanya untuk menikah dengan pria yang belum pernah dia temui.
Sore hari sebelum hari pernikahan Bela. Seno mengajak Bela berbicara di ruang tamu. Namun penjagaan cukup ketat oleh anak buah ayahnya agar tidak membiarkan Bela kabur.
Bela terlihat lusuh dan lemah.
"Bel, kamu setuju kalau besok kamu akan menikah dengan anak rekan kerja ayahmu?" tanya Seno.
"Aku lebih baik mati daripada menikah dengan orang yang tidak kukenal," jawab Bela tanpa melihat wajah ayahnya.
"Aku yakin laki-laki yang kamu pilih itu baik dan bisa memimpin kamu. karena dia juga pernah bertemu dengan ku. Mungkin suatu saat kamu tahu kamu akan bisa langsung menyukainya. Percayalah padaku!" kata Seno.
"Tidak mungkin. Aku hanya ingin laki-laki yang aku kenal kalau aku tidak tahu aku juga tidak mau. Apalagi jika aku belum pernah bertemu. Ayah, jangan berpikir itu konyol! Katakan saja jika kamu ingin mengusirku dari sini. Lebih baik aku daripada menikah," jawab Bela kesal.
Seno menarik napas dalam-dalam. "Ya sudah terserah kamu. Intinya kamu nikah besok. Titik. Kamu pulang saja ke kamarmu! Besok ada saatnya kamu keluar kamar pakai gaun pengantin yang cantik. Ayah sudah menyiapkan semuanya untukmu,'' katanya.
Anak buah Seno kemudian membawa Bela ke kamarnya. Tanpa perlawanan Bela hanya menuruti saja. Besok hanya harus melakukan perbuatan yang mungkin tidak akan dilakukan untuk sebuah pernikahan. Senyum miring tersungging di wajah Bela.
Keesokan harinya, saat Bela sudah berdkamu n dan mengenakan gaun pengantin, keluarga mempelai pria juga sudah datang.
Akad nikah Bela digelar secara sederhana di rumah Bela. Bagi Seno yang terpenting adalah pelaksanaan pernikahan Bela.
Setelah merasa siap, Bela dijemput oleh Seno. Seno merasa bangga putrinya akhirnya memasuki tahap pernikahan. Meski sebagai orang tua tunggal, Seno bersyukur bisa mendorong anaknya untuk menikah.
Saat pernikahan akan dilangsungkan, Bela tidak bisa melihat wajah calon suaminya. Dia hanya duduk agak jauh dari calon suaminya.
Bela hanya melihat jika calon suaminya itu tinggi dan ideal. Namun, Bela juga bisa menerima perjodohan ini. Dia ingin pernikahan dibatalkan hari ini.
Upacara pernikahan akan dilaksanakan, Bela bangkit dari tempat duduknya.
"Tunggu!" teriak Bela.
Semua mata tertuju pada Bela.
"Ada apa, Bela?" tanya Seno dari meja pernikahan.
Namun, ternyata Bela terjatuh. Saat Bela ingin membatalkan pernikahannya, yang terjadi Bela kehilangan kesadaran.
Anak buah Seno kemudian membawa Bela ke kamarnya. Seorang dokter keluarga dipanggil untuk memeriksa kondisi Bela.
Menurut dokter, Bela hanya lemas karena tidak makan selama beberapa hari. Kondisinya cukup lemah, sehingga Bela jatuh pingsan karena tidak kuat lagi menopang dirinya.
Namun ketika Bela sadar, sang penghulu langsung menikahkan Bela dengan syarat Bela baru sadar dan Bela tidak bisa lagi menolak. Hingga pernikahan Bela dinyatakan sah oleh para saksi.
Bela dengan tubuh yang lemah tidak bisa lagi mengeluarkan suara. Hatinya berteriak minta tolong, tapi mulutnya tidak bisa mengeluarkan suara.
Long weekend membuat Deva banyak waktu bersama keluarga nya. Setelah kemarin ikut mengantarkan sang buah hati ke mall untuk ikut lomba menggambar hari ini Deva memiliki rencana untuk ke panti asuhan dimana dulu ia dibesarkan. Deva ingin menanamkan rasa syukur dan berbagi pada kedua buah hatinya. Kalau Indra mungkin belum mengerti tapi saat ini ia ingin mengajak mereka semua untuk ke panti asuhan."Bu, kapan kita berangkat?" tanya Luna yang sedang antusias untuk berangkat ke panti asuhan. Deva memang sudah menyiapkan beberapa hal yang perlu dibawa ke sana seperti paket alat tulis, uang dan juga paket makanan yang akan diberikan pada penghuni panti asuhan dan ia juga sedang bersiap."Iya, tunggu kakek dan nenek. Kalau mereka sudah datang kita berangkat bersama," jawab Bela. Ia sedang bersiap dengan Indra juga. Tak berselang lama ternyata kakek dan neneknya Luna datang."Yey, kakek dan nenek sudah datang," ucap Luna begitu gembira menyambut kedatangan kakek dan nenek nya. "Apakah semu
Saat ini Bela sedang menemani Luna belajar. Luna adalah anak yang suka belajar tanpa disuruh. Bela senang melihat anaknya begitu. Meskipun masih duduk di bangku taman kanak-kanak tapi bakat Luna terlihat yaitu senang menggambar. Bela bangga padanya karena ia juga gigih dan sabar. Bela berencana ingin mencoba mengikuti sebuah perlombaan menggambar yang akan digelar di sebuah mall besar."Luna, besok ada lomba menggambar apa kamu mau ikut?" tanya Bela."Dimana, Bu?" balas Luna."Di mall. Ibu nggak minta kamu untuk bisa menang kok yang penting kamu berani saja itu sudah membuat ibu bangga," jawab Bela mencoba memberikan semangat untuk Luna."Iya, Bu, Luna mau ya? Tapi diantar Ibu ya?" pinta Luna."Ya, tentu saja. Besok kita berangkat sama-sama." Bela pun membiarkan Luna melanjutkan menggambar bunga.Keesokan harinya sesuai janji Bela akan mengantarkan Luna ke mall untuk mengikuti lomba. Perlengkapan seperti pensil warna dan alat lain juga sudah disiapkan. Karena hanya tempat menggambar
Bela sekarang disibukkan dengan mengurus dua anaknya. untung saja Deva selalu menorehkan perhatian lebih kepada Bela. Deva juga selalu membawa pekerjaannya ke rumah untuk menjaga Bela. Deva juga sering mengantar jemput anaknya di sekolah.Seperti saat ini, Deva baru saja pulang dari kantor dengan membawa setumpuk berkas di tangannya. Bela yang berada di teras rumah menatap suaminya dengan tatapan bingung. Setidaknya, Deva bisa mengerjakan berkas itu di kantor. Lagi pula, ini bukan pertama bagi Bela. Deva berjalan mendekat ke arah Bela lalu menaruh beberapa tumpukan berkas itu di meja samping Bela. Deva langsung mengecup kening Bela dengan penuh kasih sayang lalu beralih mengecu kening Indra yang berada di gendongan Bela. “Kenapa kamu membawa banyak tumpukan berkas itu ke rumah? Kamu bisa mengerjakannya di kantor, Dev. Jika seperti ini kamu akan kesusahan nantinya,” ujar Bela. “Tidak. aku tidak akan meninggalkan kamu dengan mengurus dua orang anak sendirian. Aku akan membantu kamu m
“Maaf, Bel. Aku belum bisa ke sana saat ini. Tetapi aku akan segera ke sana. aku menunggu Alvin pulang,” kata May di telepon. Wanita itu memang tengah bertelepon dengan Bela. Tentu saja untuk mengucapkan selamat karena kelahiran anak keduanya. May ikut senang akan hal itu. Tetapi bila bisa jujur, ia juga merasa sedih. Bagaimana tidak? Di saat dia mengharapkan anak kedua, justru takdir berkata lain kepadanya. Siapa pun wanita seperti May tentu saja akan merasa sangat sedih. Bagi May, ini bukan perkara yang mudah. Bohong bila ia berkata, bahwa ia bisa menerima keadaannya saat ini. Dari hari terdalam, May sangat iri dengan sahabatnya itu.“Tidak apa, aku tahu,” jawab Bela. “Hari ini aku juga sudah bisa pulang,” sambung Bela. “Aku ikut senang, Bel. Jika bisa, aku akan mendatangi kamu sendiri ke sana. Tetapi Alvin mau bersama menengok kamu,” kata May. Alvin juga tadi sempat memberi tahu May bahwa Bela hari ini melahirkan. Alvin juga mengajak May untuk menengok keponakannya itu setelah
Dua bulan sudah berlalu, kini May sudah bisa menerima keadaannya. Walau sempat kondisinya turun.Bela selama kandungannya tua juga sering berada di rumah Alvin saat suaminya tidak ada. Seperti saat ini, Bela sudah berada di rumah May. Mereka baru saja pulang mengantarkan anaknya pulang dari sekolahnya. Dan ini saatnya, mereka bersantai sambil membaca beberapa buku di ruang tamu. “Bel, lihatlah! Ada yang jual pakaian lucu untuk bayi perempuan,” kata May sambil menunjukkan ponselnya kepada Bela. Bela juga terkesima dengan satu set pakaian lucu yang ditinjukan May. “Sangat lucu!” pekik Bela. “Apakah kamu harus membelinya? Sepertinya, iya! Ini edisi terbatas, Bel. Cepat miliki,” kata May lagi. Bela terdiam. Apakah ia harus membelinya? Tetapi untuk apa? jika anaknya perempuan nanti, masih ada pakaian milik Luna. Bukannya berniat memberikan anak yang keduanya berang bekas, tetapi memang pakaian Luna yang dulu masih bagus dan ada beberapa yang baru. Jika membeli lagi bukankah sangat di
Makan malam hari ini terasa nikmat karena kebersamaan. Ibu Mike sejak tadi juga tidak henti-hentinya bercerita kepada kedua cucu tercintanya. Luna dan juga Inara. Sangat memenangkan! Netra Bela tidak sengaja menatap ke arah May. Wanita itu memegangi perutnya sambil keringat yang membasahi wajahnya. Apakah ada yang terjadi dengan May? “May?” panggil Bela.May langsung saja mengubah posisinya menjadi tegak. May menatap Bela dengan senyum yang wanita itu paksakan. Bela tahu itu! Lagi pula, Bela tidak satu atau dua bulan bersama May. Jelas sangat tahu bagaimana jika May tengah menyembunyikan sesuatu. “Ada apa, Bel?” tanya May. Deva dan juga Alvin kini juga ikut menatap Bela dengan tatapan bingung dan bertanya-tanya. Tidak hanya itu, pak Seno pun juga ikut menatap ke arah Bela. Bela menjadi canggung saat hampir semua netra menatap ke arah dirinya. Bela menggeleng, lalu kembali melanjutkan makannya tanpa jadi berbicara kepada May. Mau tentu sangat penasaran dengan Bela. Tetapi May juga
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen