"Apa! Cahaya keguguran?!" Reflek semua orang terpekik syok bersamaan. "Jadi, Cahaya mengalami keguguran dan ke mana Nak Langit sekarang?" seru Pak Hadi merasa sangat emosi ketika menyadari tak ada sosok suami Cahaya di sana. Yang lainnya baru tersadar, kalau lelaki yang berstatus sebagai suaminya Cahaya ternyata tak terlihat belang hidungnya. "Revan, di mana Langit?" Kali ini Bu Sintya yang bertanya. "Duh, bagaimana ini? Aku harus jawab apa, coba?" Sembari memasang senyum cengir kuda, lelaki berkumis tipis itu menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Sungguh kali ini dirinya benar-benar merasa kebingungan tak tahu harus berkata apa. "Jawab, Revan! Di mana Langit sekarang!" tandas Pak Bagus. Membuat lelaki berkumis tipis itu semakin tertekan. "Em, i-itu Om. Tadi La-langit sudah sempat datang ke sini. Tapi, karena ada urusan, dia sekarang sedang keluar sebentar," jawabnya asal. "Oh, jadi Nak Langit tidak ada di sini? Sementara Cahaya malah dibiarkan menanggung kesakitan sendi
Begitu sampai di depan Aditya, dengan amarah yang menggebu-gebu, Langit yang sudah tidak bisa menahan gejolak emosi yang telah membakar jiwa pun, langsung melayangkan bogem mentah padanya. Bugh ... bugh! "Dasar brengsek! Kau benar-benar sudah sangat keterlaluan, Aditya! Bisa-bisanya kau malah berkhianat di belakangku, huh!" teriak Langit, dengan mata berapi-api ia menyerangnya membabi-buta. Tubuh Aditya yang tidak siap dengan serangannya pun menjadi oleng dan otomatis ia jatuh tersungkur di lantai. Sementara Revan langsung syok juga terperangah melihatnnya. Dengan segera ia menghampiri keduanya dan berusaha untuk menghalangi Langit agar tidak menyerang Aditya lagi. "Udah, stop, Langit! Apa kau sudah gila? Kenapa kau malah menyerang Aditya, huh?" bentak Revan kesal, juga keheranan melihat tingkah arogan temannya yang satu ini. Ia bergegas menolong Aditya untuk bangun. Aditya yang sama syoknya dengan Revan, tampak meringis kesakitan. Sembari mengusap darah di sudut bibir yang
"Ya, si pasien mengalami keguguran. Apakah Anda suaminya?" tanya sang dokter. Aditya langsung menggelengkan kepala. "Oh, bukan. Sa-saya ... adalah kakaknya." Ia terpaksa berbohong. "Oh, jadi Anda kakaknya. Lalu, ke mana suaminya? Kami sangat membutuhkan tandatangan persetujuan dari keluarga pasien, untuk melakukan tindakan operasi ini." "Tapi, jika suaminya tidak ada, Anda bisa sebagai wakilnya saja. Jadi, mari silahkan Anda harus menandatangani beberapa dokumen untuk data dan pertanggungjawaban atas pasien nanti." "Baiklah, Dok. Tapi kalau boleh saya tahu, sebenarnya apa penyebab sampai adik saya keguguran, Dok?" "Em, kami juga belum tahu pasti apa penyebabnya. Tap, kami akan menyelidikinya nanti. Untuk sekarang ini kami harus segera melakukan tindakan operasi pengangkatan janin. Kalau tidak segera ditangani sekarang, saya takut malah akan membahayakan pasien." "Baiklah, Dok. Tolong lakukan yang terbaik untuk adik saya. Jangan sampai dia kenapa-kenapa." "Pasti, sebisa
Begitu lift terbuka, dengan terburu-buru, Aditya berlari menuju ke apartemen. Setelah sampai di depan pintu, dua manik kecoklatan milik lelaki itu langsung membelalak syok, saat melihat sosok wanita yang kini tengah tergeletak tak sadarkan diri di lantai. "Cahaya!" pekiknya merasa sangat panik. Lelaki itu berlari menghampirinya. "Ya Allah, Aya! Kamu kenapa?" Dengan wajah cemas juga kebingungan ia melihat ada darah segar yang tampak mengalir di kakinya. "Astaghfirullah, kenapa ada darah?" Wajah lelaki itu kian menjadi pucat. Hatinya pun menjadi ketar-ketir, takut terjadi sesuatu dengan janin yang sedang dikandung oleh Cahaya. Tanpa pikir panjang lagi, Aditya bergegas membopong tubuh lemas Cahaya, dan ingin segera membawanya ke rumah sakit. Dengan kecepatan tinggi, Aditya fokus mengendara. Tangannya yang tampak sibuk memegang kemudi mobil, sesekali menekan klakson, agar kendaraan yang berada di depannya mau memberikan jalan. Hingga karena saking terburu-buru nya, beberapa kali ia
Setelah dari apartemen, dengan hati bahagia Cellina melenggang pergi, ingin menuju ke kantornya Langit. "Hahaha ... mari kita lihat! Setelah aku menemui Cahaya tadi, apakah dia akan tetap bisa memaafkan mu, Langit?" Dalam hati, wanita licik itu tertawa girang, karena semua rencananya kini akan berjalan dengan lancar. Ting! Setelah pintu lift terbuka, dengan gaya sok anggunly, wanita bergaun pendek hitam, tanpa lengan itu langsung ingin menuju ke ruang sang CEO. Setelah berbasa-basi dan melalui perdebatan yang cukup sengit dengan sang sekertaris. Pada akhirnya wanita tersebut bisa menerobos masuk ke dalam ruang kerja si CEO. Kleek! "Hay, Langit!" Sapanya begitu memasuki ruang. Langit, yang baru saja selesai meeting, semula ingin memeriksa ponsel. Namun, ia langsung terjingkat dan melotot tajam ke arah Cellina. "Cellina, ngapain kamu ke sini?" ucapnya geram. Pria yang belum sempat melihat betapa banyaknya panggilan telepon yang tak terjawab di ponselnya tersebut, kembali m
Jleb! Bagai tertusuk sembilu. Hati Cahaya kembali merasa sakit, kecewa dan sangat terpukul mendengar perkataan Cellina. Sungguh ia tak pernah mengira kalau Langit akan sampai setega itu padanya. Ternyata dia tak hanya berbohong, tapi, lebih dari itu. Lelaki yang selama ini selalu ia cintai dan ia percaya dengan sepenuh hati, ternyata malah begitu dalam telah mengkhianatinya. Bahkan sampai membuat Cellina hamil. Apakah lelaki seperti dia masih pantas untuk dimaafkan? Ia rasa tidak. Ini sudah sangat keterlaluan dan sudah sangat terlewat batas. Dan untuk kali ini kesabarannya pun telah habis. Sudah cukup selama ini ia selalu bersabar dan mau memberinya maaf juga kesempatan. Namun, apa yang didapat? Hanyalah sebuah pengkhianatan. Dalam hati ia pun tersenyum miris, sedang menertawakan kebodohannya selama ini. Baru saja ia berniat untuk menemui lelaki itu. Dan ia akan mencoba memaafkan dan memberinya kesempatan untuk bisa memperbaiki pernikahan mereka, demi sang buah hatinya yang