Share

Terpaksa Menikahi CEO Cantik
Terpaksa Menikahi CEO Cantik
Penulis: Rich Women

Awal Masalah

"Kapan kamu menikah Zee? Umur kamu sudah 25 tahun, tapi kamu masih betah hidup sendiri?"

Zea Anassya Widyaningrum hanya bisa melipat kedua tangannya di depan dada, ketika sarapan paginya harus terusik dengan kalimat yang terus menerus terucap dari mulut Papa dan Mamanya. Bahkan ia kehilangan nafsu makannya, ketika pertanyaan itu ditujukan padanya.

"Harus berapa kali Zea jelasin sih Pa? Zea masih pengen fokus kerja," balas perempuan berkulit putih itu dengan kerlingan malas.

"Apa sih yang pengen kamu kejar Ze? Karir kamu di dunia bisnis itu udah maksimal. Kamu punya posisi yang bagus di kantor, punya gaji di atas 2 digit, bahkan kamu juga punya bisnis lainnya di luar kantor. Emang itu nggak cukup buat kamu?" Sang Mama yang duduk bersebelahan dengan suaminya ini, ikut angkat bicara. Dia jengah melihat putri satu-satunya terus saja membantah setiap mereka membahas pernikahan.

"Tapi aku ngerasa itu belum cukup Ma. Ada beberapa hal yang masih pengen aku raih."

"Obsesi kamu soal karir itu terlalu berlebihan Zee!" tukas sang Papa dengan nada tegasnya. "Papa dan Mama ini capek harus cari alasan ke saudara yang selalu bertanya mengenai pasangan ke kamu."

"Simpel aja sih sebenernya. Papa dan Mama nggak usah ketemu mereka lagi. Beres kan?" balas Zea acuh.

"Aneh kamu ini!" omel sang Mama. "Mama dan Papa ini juga udah tua Zea. Kita juga pengen liat kamu bahagia, kepengen liat kamu punya pasangan, punya anak. Sama kayak orang tua lainnya."

"Mama..." Perempuan bertubuh ramping dengan blouse warna putih itu menegakkan badannya. "Hidup bahagia itu, nggak ditentuin dari pernikahan atau pasangan. Seperti ini aja, aku udah happy kok. Dan soal anak, aku bisa aja ke panti asuhan buat angkat salah satu dari mereka sebagai anak. Simpel kan?"

Tidak terima dengan ucapan yang dilontarkan oleh Zea, sang Papa pun reflek menggebrak meja makan dengan cukup keras, hingga membuat suasana di area itu menjadi semakin tegang.

"Kamu ini udah nggak muda lho Zee, temen-temen yang usianya sepantaran kamu juga udah banyak yang nikah lho?" sahut sang Mama lagi. "Bahkan ada juga yang usianya lebih muda dari kamu, tapi udah berumah tangga."

"Ya mereka kan pengangguran Ma. Makanya cari suami biar ada yang nafkahi. Kan aku beda, aku punya kerjaan tetap dan uang yang banyak, jadi ngapain aku buru-buru nikah." Zea membalas dengan nada tak kalah ketus.

"Cukup Zea! Cukup!" hardik sang Papa dengan emosional. "Bisa tidak kamu berhenti membantah ucapan kami?!"

Zea menatap papanya dengan sorot mata yang tampak resah. Ini kali pertama baginya, melihat sang Papa semarah ini kepadanya.

"Kami ini orang tua kamu Zea. Kami pengen yang terbaik buat kamu. Jadi Papa mohon, berhenti mengejar karir kamu dan MENIKAHLAH secepatnya!" tandas sang Papa dengan nada penekanan di akhir kalimatnya. "Oke kalau kamu ngerasa masih muda, tapi kami? Kamu kan tau kalau kami ini udah tua?"

"Tapi Pa, aku—"

"Satu bulan Zea," ucap sang Papa dengan ekspresi serius. "Papa kasih kamu waktu satu bulan untuk mengenalkan pasangan kamu ke Papa dan Mama."

"Memang Papa pikir mencari suami segampang itu?" Zea adalah Zea. Keras kepalanya memang datang dari gen papanya.

"Apa harus Papa yang nyariin kamu pasangan?"

Zea terperangah ketika mendengar ucapan sang Papa. "Maksudnya, Papa mau jodohin aku, gitu?"

"Iya. Soalnya Papa sama Mama sudah menganggap kamu gagal nyari pasangan. Jadi sudah sepatutnya kan kalau kita turun tangan," balas Papanya santai.

"Gila," desah Zea lirih. "Mana bisa kayak gitu dong Pa?"

"Sudah Zee! Jangan banyak membantah! Bukannya lebih baik kita yang carikan kamu suami kan?" Sang Mama ikut andil.

Zea menggelengkan kepalanya tak terima. "Nggak! Aku nggak mau!"

"Ya sudah, kesempatan kamu cuma satu bulan itu. Jika dalam kurun waktu yang kita tentukan kamu belum juga punya pasangan, Mama dan Papa yang akan ambil tindakan."

Zea mendengkus keras. Ia tampaknya sudah sangat frustasi menghadapi kedua orang tuanya yang semakin hari semakin aneh saja. Dengan perasaan dongkol, gadis itu pergi dari sana menuju ke area garasi. Lebih baik dia pergi ke kantor daripada harus meributkan hal yang sama setiap harinya.

***

Zea mengendarai mobil sedannya dengan hati dongkol. Ucapan kedua orang tuanya tadi, membuat mood paginya menjadi buruk. Bahkan ia sampai tidak fokus saat menyetir tadi.

"Apa sih pentingnya pernikahan?" tanyanya pada diri sendiri. "Aku bisa melakukan semuanya sendiri, jadi buat apa harus punya pasangan segala."

Wajar jika Zea sedikit sombong dengan kehidupannya. Selain cantik dan pintar, Zea tergolong siswa yang cekatan dan mandiri. Sejak sekolah menengah pertama, perempuan yang selalu mendapatkan gelar juara kelas tersebut banyak mengikuti kegiatan di sekolah dari jalur prestasi maupun akademik. Sifatnya yang ambisius bahkan bisa membuatnya lulus kuliah hanya dalam waktu dua tahun saja.

Ditambah fasilitas mahal yang orang tuanya sediakan membuat karir perempuan itu kian cemerlang. Lulus kuliah dengan gelar cumlaude. Belum lagi ia memiliki paras cantik dan body seksi yang menggoda, nyaris semua kaum adam terpikat akan pesonanya. Namun sayangnya, puluhan pria yang mendekatinya sama sekali tidak pernah digubris olehnya.

"Aku sudah punya segalanya. Untuk apa aku menikah? Aku nggak butuh lelaki."

Itulah slogan yang selalu Zea tanamkan di kepalanya hingga saat ini.

Zea memang wanita karir yang mandiri. Kaya, cantik, tegas, dan luar biasa. Bahkan beberapa pria yang sempat dikenalkan olehnya mengaku minder karena prestasi perempuan itu yang cukup cemerlang.

Zea adalah tipe wanita masa kini yang tak begitu tertarik akan percintaan. Hingga beberapa orang berpikir jika perempuan itu menaruh kriteria yang tinggi untuk menemukan calon pasangan. Padahal sebenarnya, dia memang tidak minat saja untuk menjalin hubungan pernikahan yang mungkin akan mengikat kehidupannya yang bebas.

***

Sekitar 20 menit kemudian, Zea tiba di kantornya. Ia langsung bergerak menuju lift dan naik ke lantai 25. Saat masuk ke dalam ruangan tersebut, ternyata ia sudah disambut oleh teman baiknya, Nisha namanya.

"Nisha? Tumben banget kamu udah di sini pagi-pagi?" Sambil berjalan ke arah kursi kerjanya, Zea bertanya demikian.

"Hm. Aku kan emang rajin. Emangnya kamu?" sindir Nisha setengah bercanda.

Zea reflek mendengkus. "Iya-iya, si paling rajin."

Nisha terkekeh melihat perempuan itu mengerucutkan bibirnya. Ada sesuatu yang membuat gadis itu berpikir jika Zea sedang tidak dalam mood yang bagus.

"Kamu kenapa? Ada masalah?" tanya Nisha penasaran. Ia tau temannya ini memang sering uring-uringan apalagi kalau saat PMS sudah dekat. Tapi kalau masih pagi sudah manyun begitu, berarti ada yang membuat gadis itu kesal.

Zea melirik ke arah Nisha dan mengangguk. "Hm."

"Soal apa?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status