149.
Karena terlalu mengkhawatirkan keadaan kekasihnya, Rainer Griffin buru-buru mendatangi BJ Project tepat setelah jam makan siang. Sebagai salah satu donatur tetap di BJ Project, begitu tiba di gedung tersebut, salah seorang pegawai dari BJ Project segera mengantar Rainer Griffin ke lantai tiga untuk melihat kegiatan Pitch Deck di Ruang B.
Tak semua donatur diperkenankan untuk menyaksikan Pitch Deck secara langsung, tetapi karena Rainer Griffin termasuk dalam jajaran lima donatur terbesar, maka ia memiliki beberapa hak istimewa termasuk di dalamnya adalah memantau jalannya acara Pitch Deck yang sedang berlangsung.
“Saat ini peserta nomor urut enam yang sedang maju di depan, Tuan,” ucap Thomas Riddle, pegawai BJ Project, ketika ia dan Rainer Griffin baru tiba di Ruang A. Melihat ruangan tersebut hanya berisi udara, Rainer Griffin bertanya lagi kepada Thomas Riddle.
“Mengapa Ruang A kosong? Bukankah ini menjadi ruang persi
150.Pada akhirnya, Kayla mengerti jika keberadaannya di Ruang B adalah untuk diperolok-olok oleh Alexander Brown. Gadis itu dipermalukan di depan semua peserta Pitch Deck, membuat beberapa peserta dan tim penilai saling berbisik pelan karena tak tahan untuk membicarakan aib Kayla Anderson.“Kalian semua jahat! Kalian tidak punya hati! Kalian kejam dan semena-mena! Aku benci kalian semua!” teriak Kayla seraya bergegas menuju ke pintu keluar.“Tunggu…!” Alexander Brown memanggil Kayla kembali, gadis itu menoleh, berharap Alexander Brown akan mengucapkan maaf atau memberi penghiburan. “Nona Kayla, kalimat yang baru saja kau ucapkan itu, adalah sekumpulan kalimat yang pernah muncul di kepala orang-orang yang kau hina! Ingat, aku adalah salah satu orang yang pernah kau hina! Dan kukira, kau memang memiliki hobi menghina orang. Sekarang, selamat menikmati keterpurukanmu!”Alexander Brown tersenyum sinis
151.“Sayang, lepaskan dulu dekapanmu,” bisik Olivia Milan ketika berada di dalam lift menuju ke ruang penjamuan di lantai empat. Sepanjang mereka berada di dalam lift, Rainer Griffin selalu mendekap pundaknya seolah pria itu ingin memberi penekanan pada Alexander Brown bahwa ia memiliki hak sepenuhnya atas Olivia Milan.“Tidak. Aku khawatir kekasihku akan diculik oleh orang jahat. Saat ini, banyak orang jahat yang penampilannya menyerupai orang baik-baik,” gumam Rainer Griffin seolah sedang menyindir Alexander Brown.“Nona Milan, kuharap kau banyak membaca literature tentang kepribadian orang-orang yang posesif. Jujur saja, beberapa toxic relationship ditandai dengan sikap posesif dari salah satu pihak!” tutur Alexander Brown tak peduli jika Rainer Griffin akan tersinggung karenanya.Sejenak, Rainer Griffin tertawa setelah mendengar peringatan dari Alexander Brown tentang hubungan yang toxic.&ldqu
152.Di dalam toilet, Olivia Milan mencoba menyamarkan ruam merahnya menggunakan concealer, meski tak begitu membantu, setidaknya ruam merah tersebut sedikit tersamar. Ia juga menata rambutnya yang sempat sedikit berantakan, dan memoles bibirnya menggunakan lipstick agar riasannya kembali fresh dan enak dipandang mata.Ketika Olivia Milan keluar dari toilet, Rainer Griffin telah menunggunya di lorong depan. Melihat ruam-ruam merah di leher kekasihnya telah tersamar, pria itu sedikit kecewa karenanya.“Harusnya kubuat yang lebih banyak lagi dari itu!” gumam Rainer Griffin setengah kesal, ia jelas ingin menunjukkan wilayah kekuasaannya pada sosok Alexander Brown yang memiliki gelagat tertarik pada Olivia Milan.“Apa lihat-lihat?!” Olivia Milan melotot ketika kekasihnya menunjukkan gejala-gejala ingin melakukan hal-hal aneh lagi.“Tidak, sepertinya lipstikmu lebih tebal dari pada biasanya. Kau sedang mencoba
153.“Ehm, Nona Milan, maaf menginterupsi kalian. Bisa kuajak bicara berdua saja barang sejam dua jam? Tentu saja ini terkait dengan gagasan Nona Milan!” Alexander Brown merasa waktunya terbuang cuma-cuma jika masih ada sosok Rainer Griffin di antara mereka.“TIDAK BISA!” Rainer Griffin menyahut dengan cepat.“Tentu saja bisa, Tuan Brown,” Olivia Milan menjawab dengan yakin, ia yakin harus menekan sikap kekanak-kanakan Rainer Griffin demi mencapai kesuksesan yang ditargetkan oleh Nyonya Emily Griffin.“Baiklah, ayo kita mengobrol di tempat lain yang lebih nyaman,” Alexander Brown bangkit berdiri.“Di mana?” Rainer Griffin dan Olivia Milan bertanya bersamaan.“Aku memiliki Café yang nyaman di kota ini, kita bisa ke sana, Nona Milan. Tapi maaf, hanya berdua!”“TIDAK BISA!” Rainer Griffin memprotes.“BISA!” Olivia M
154.“Durasi….!” Alexander Brown tiba-tiba mengeluarkan suara, dan di saat itulah Olivia Milan seolah baru teringat jika ada pria lain di ruangan tersebut. Ciuman dari Rainer Griffin seolah membuatnya amnesia sementara.“Ba-baik, Tuan Brown. Maafkan saya.”“Baiklah. Aku mengizinkan calon istriku untuk berdiskusi bisnis denganmu. Meski aku tak suka denganmu, tapi aku berjanji untuk berterima kasih sebanyak-banyaknya padamu, jika kau bisa membantu membesarkan bisnis calon istriku! Kuharap, Brilliant Brown Foundation memiliki kapasitas yang cukup untuk mengubah gadis dungu ini menjadi sukses!” celoteh Rainer Griffin seraya mengusap-usapkan tangannya ke kepala Olivia Milan.“Sssst! Aku bukan gadis dungu lagi! Camkan itu!” Olivia Milan melotot.“Kau bukan gadis dungu lagi, setelah sukses nanti. Saat ini, aku masih akan menyebutmu dungu, mengerti?” balas Rainer Griffin seray
155.Olivia Milan dan Alexander Brown akhirnya keluar dari gedung BJ Project. Rainer Griffin memasang matanya untuk terus membuntuti ke mana arah calon istrinya dibawa oleh Alexander Brown. Sekitar tiga menit setelahnya, Rainer Griffin mulai melihat mobil yang dikendarai Alexander Brown. Pria itu pun pelan-pelan membuntuti mobil tersebut hingga mobil itu berhenti di sebuah café klasik yang dinamai Gloomy Sunday Café, sebuah nama yang sepertinya terinspirasi dari lagu yang pernah dinyanyikan oleh Billie Holiday.‘Nama yang suram! Bukankah lagu Gloomy Sunday pernah dicatat sejarah sebagai lagu yang membuat lonjakan kasus bunuh diri di eranya?’ gumam Rainer Griffin dalam hati. Ia lantas memarkirkan mobilnya tepat di samping mobil milik Alexander Brown.Tetapi, alih-alih memasuki café, Rainer Griffin justru memilih untuk duduk di sebuah smoking area yang ada tak jauh dengan tempat parkir. Pria itu seolah penasaran denga
156.“Jadi, saya harus terbang ke Ravine Fort dan tinggal di sana selama tiga bulan?” tanya Olivia Milan sedikit tercengang setelah mendapat penjelasan bahwa kelas inkubasi bisnis hanya bisa dilakukan di pusat Brilliant Brown Foundation yang ada di negeri seberang, tepatnya di kota Ravine Fort.“Ya, di sana, kau juga bisa berburu siapa saja yang akan menjadi tim dalam bisnismu. Kami memiliki satu asrama besar yang ditinggali para calon pengusaha muda lintas negara. Selain belajar berbisnis, kau juga akan belajar banyak tentang budaya,” jawab Alexander Brown seraya menunjukkan potret gedung asrama besar yang ada dalam naungan Brilliant Brown Foundation.Olivia Milan memanjangkan lehernya guna melihat foto-foto yang ditampilkan pada tablet milik Alexander Brown. “Tuan Brown mendanai semua kegiatan tersebut? Mendanai semua biaya hidup para peserta inkubasi bisnis?” tanya Olivia Milan tak percaya. Dilihat dari fotony
157.Keesokan harinya, Olivia Milan mulai sibuk untuk mempersiapkan ragam persyaratan administrative yang diminta Brilliant Brown Foundation. Sebelum saling berpisah dengan urusannya masing-masing, Rainer Griffin menyempatkan diri untuk menelepon neneknya.“Halo, Nenek! Olivia berhasil! Dia telah mendapatkan kontrak kerja sama dengan Brilliant Brown Foundation bahkan ketika dia masih akan melakukan kegiatan inkubasi bisnis di Raviner Fort!” celetuk Rainer Griffin dengan segera, ia paham jika neneknya adalah orang yang tak mungkin mengingkari janji.“Benarkah? Senang mendengarnya, Nona Milan memang gadis yang tangguh. Ah, baiklah, kalian boleh mendaftarkan pernikahan setelah Nona Milan menandatangani kontrak kerja sama!” ucap Nyonya Emily Griffin dari seberang.“Semudah itu??!” Olivia Milan memekik tak percaya, ia yang tengah menempelkan telinganya di ponsel Rainer Griffin akhirnya juga bisa mendengar