Home / Rumah Tangga / Terpaksa Menikahi Musuh / Bab 3| Tak Pantas Dimaafkan

Share

Bab 3| Tak Pantas Dimaafkan

Author: Senchaaa
last update Last Updated: 2021-08-24 14:31:15

"Maaf Dok, semua ini memang salah saya."

Ayana menunduk sesal. Ia tahu kata maaf tidak akan memperbaiki keadaan. Hanya saja Ayana tetap melakukannya, setidaknya dengan meminta maaf bisa sedikit mengurangi rasa bersalah di hatinya. Ayana sedang berada di ruang kerja dokter Harold, terletak di lantai enam belas dengan ukuran cukup luas membuat siapa saja bisa melihat pemandangan kota New York yang padat dan tidak pernah tenang.

"Duduklah dokter Ayana,” titah dokter Harold ramah.

Pria berambut ikal halus ini memang terkenal ramah. Semarah apa pun atau sebesar apa pun rasa kecewanya terhadap seseorang, ia tidak pernah menunjukkannya secara gamblang. Semampunya dokter Harold selalu berusaha menjaga perasaan orang-orang di sekitarnya. Ayana tergelak, ia menuruti perintah dokter Harold untuk duduk meski ragu.

"Sekali lagi maafkan saya."

"Jika kamu menyesal, ubahlah sifat burukmu itu Ayana."

Dokter Harold meletakan kedua tangan kekarnya di atas meja. Ia ingin membicarakan hal serius kali ini. Keputusan bijaksana yang diharapkan bisa memperbaiki keadaan untuk ke depannya.

"Akan saya usahakan."

"Buktikan kata-katamu dan inilah waktu yang tepat untuk itu.”

“Apa yang harus saya lakukan untuk menebus semua kesalahan saya hari ini, Dok?"

“Bergabunglah bersama dokter Andres di tim HPB 1.”

"Apa?!" pekik Ayana terkejut bukan main.

"Saya sudah memutuskan mulai hari ini dan seterusnya kamu berada di bawah naungan tim 1 HPB."

"Lalu bagaimana dengan Andres, ah maksud saya dokter Andres?"

Ayana merasa sesuatu yang tidak ia harapkan akan menimpanya. Wanita itu terlihat harap-harap cemas menanti penjelasan dr. Harold selanjutnya.

"Dia tetap di tim satu, sebagai atasanmu. Kamu akan menjadi asistennya.”

Mata almond itu membulat sempurna, ini kabar buruk yang ingin Ayana sanggah kebenarannya.

"Tapi Dok, saya tidak bisa bekerja sama dengan dokter Andres dalam hal apa pun. Anda lihat sendiri bukan, baru pertama kami disatukan dalam ruang operasi dan nyaris terjadi malapetaka. Jadi saya keberatan dengan keputusan Anda.”

"Apa yang membuatmu merasa keberatan? Karena dokter Andres ada di sana? Karena dia akan menjadi atasanmu? Kamu merasa terhina menjadi bawahan dari rivalmu, begitu?" tanya dokter Harold bertubi-tubi.

Benar, tidak ada satu pun keliru dari ujaran dokter Harold itu. Ayana memang tidak bersedia dipindahkan karena semua alasan itu. Entahlah, bagaimana nasibnya jika hal mengerikan itu benar-benar terjadi.

"Inilah kelemahan terbesarmu, Ayana. Kamu selalu meledak-ledak jika menyangkut sesuatu tentang dokter Andres. Sikapmu sangat tidak wajar, itu berlebihan.”

Dokter Harold mencoba mengeluarkan pendapat rasionalnya dengan hati-hati. Ayana menyimak dengan saksama, ada sengatan memilukan dari tiap kata yang terlontar dari lisan dr. Harold.

"Saya tidak bermaksud mencampuri urusan pribadi kalian. Saya juga tidak sedang membela Andres. Hanya saja semakin hari sikapmu sudah tidak bisa saya maklumi. Tidak cukupkah surat peringatan yang sering kalian dapat selama ini? Ayolah Ayana, ini tidak benar. Sudah tiga tahun berlalu, seharusnya kamu melupakan kejadian itu. Bukan Andres atau dirimu yang salah, tapi wanita itu. Dia yang seharusnya menjadi sasaran kebencianmu."

Dokter Harold kembali mengingatkan. Lambat laun arah pembicaraan ini sedikit melenceng dari topik pembahasan utama. Ayana sadar dokter Harold melakukan ini demi kebaikannya. Ketua seksi pelayanan medis itu memang perhatian padanya, terlebih dokter Harold adalah teman dekat ayahnya, Kendra.

"Saya mengatakan ini bukan sebagai atasanmu. Tapi sebagai kerabat dekat Ayahmu," lanjut dokter Harold, Ayana terdiam.

 Ia tidak tahu lagi harus mengatakan apa, mendadak perpustakaan katanya kosong tak berpenghuni.

"Setiap hari Andres selalu menghadapi sikapmu dengan tenang. Saya menghargai kedewasaannya, mungkin dia selalu tampak baik-baik saja tapi apa kamu yakin itu yang dia rasakan sebenarnya?”

"Dokter, saya ...."

"Masuklah ke tim satu dan jalankan tugasmu dengan baik. Kamu boleh pergi sekarang."

Ayana memang merasa berhutang budi pada Andres. Orang itu telah menyelamatkan pasien yang nyaris ia bunuh dengan kelalaiannya. Namun bukan berarti Ayana bisa mengangkat gencatan senjata dengan mudah. Kesalahan Andres yang mempermalukannya telak waktu itu sulit dimaafkan. Ayana harus menanggung kejamnya terkurung di balik jeruji besi yang menyeramkan. Semua pengalaman buruk itu dihadiahkan Andres pada Ayana dengan tega. Kebencian tumbuh sejak saat itu lalu mengakar dalam di dada Ayana.

***

"Apa ini saatnya memaafkan pria sialan itu?"

Ayana bersandar lemas pada tembok. Dia sedang berada di tangga darurat. Tempat favoritnya untuk menyendiri di kala pekerjaan menguras kekuatan. Ayana menurunkan posisinya dan duduk di salah satu anak tangga sambil merangkul kedua lutut. Lagi-lagi Andres mengacaukan harinya, bukan hanya kepala yang dibuat berdenyut namun hati wanita itu juga.

Ayana

Kamu bisa jemput aku di rumah sakit?

Ayana memejamkan mata begitu pemberitahuan pesan terkirim ia terima. Dalam keadaan seperti ini, hanya Willy satu-satunya orang yang bisa membuatnya tenang. Hanya pundak kokoh Willy yang bisa menghilangkan resah gelisah yang tengah ia rasa.

Willy

Ok, tepat pukul lima sore aku akan tiba di sana. Kamu sudah makan siang?

Ayana tak kuasa menahan senyum bahagia. Perhatian kecil semacam ini selalu mampu menggetarkan jiwa Ayana begitu hebat dan lambat laun emosinya mulai kembali stabil. Ia tak ingin memikirkan Andres selagi Willy bisa memberinya kebahagiaan utuh seperti ini. Jari-jari Ayana tampak terampil ketika memberikan balasan pesan untuk Willy.

Ayana

Belum, aku baru selesai operasi. Melihat banyak darah membuatku tak nafsu makan. Kamu sendiri sudah makan siang belum?

Willy

Hm, masa dokter takut makan setelah melihat darah, sih? Jangan skip makan siang, Sayang, atau aku akan marah. Btw, aku sudah makan siang tadi bersama rekan kantorku.

Ayana tak membalas pesan terakhir tunangannya. Seperti yang diharapkan, setelah menghubungi Willy perasaannya membaik dan mengembalikan semangat Ayana yang tadi sempat hilang. Wanita itu memutuskan pergi dari sana. Sebelum melangkah naik, sayup-sayup Ayana mendengar suara aneh dari arah bawah. Ia ingin berusaha mengabaikan namun suara itu kian mengganggu telinga, seakan menahannya untuk tetap berada di sana. Perlahan namun pasti Ayana berjalan ke arah sumber suara pelan-pelan. Mata gadis itu melebar, sedetik kemudian ia menerbitkan senyum sinis. Suara menjijikkan itu terus menguar di telinganya. Sejoli sedang bercumbu panas di bawa sana, mereka belum menyadari kehadiran Ayana.

"Wow, pemandangan macam apa ini?” ujar Ayana mengejutkan dua orang tadi.

Sang wanita mendongak sementara si pria dengan santai tersenyum mendengar suara Ayana. Aneh memang, harusnya Andres marah besar atas kelancangan Ayana mengganggu kenikmatannya akan tetapi pria itu justru terlihat senang dan tidak marah sedikit pun.

"Apa yang harus kita lakukan Andres?" tanya si wanita cemas, perawat itu takut jika Ayana melaporkan kejadian ini pada ketua perawat.

Dilarang berkencan selama jam kerja, tampaknya peraturan itu sudah cukup menggentarkan hati sang perawat yang khawatir ia akan kehilangan pekerjaannya karena masalah ini.

"Serahkan padaku, kamu boleh pergi," seru Andres tenang.

Atas perintah Andres, Bianca pun pergi lebih dulu dari ruangan itu. Kini hanya tersisa Andres dan Ayana. Ya, hanya mereka berdua.

"Jadi setelah menyombongkan diri di ruang operasi, beginilah caramu menghilangkan penat?" tanya Ayana bermaksud menyindir.

"Mm, kamu mau mencobanya denganku?"

Seperti biasa ketenangan selalu ditampilkan Andres dalam setiap pembicaraannya dengan Ayana.

"Jangan harap!" tolak Ayana tegas dengan tatapan tajam mengkilap, Andres terkekeh.

"Aku mengajakmu senang-senang, malah tidak mau. Rugi kamu nanti.”

"Hhh, bisa-bisanya kamu masih bersikap pongah setelah apa yang terjadi. Aku memegang kartu AS yang bisa menghancurkanmu!” ancam Ayana percaya diri.

“Oh ya?” sahut Andres singkat diselingi kekehan geli, ia menaiki anak tangga berusaha mencapai titik di mana Ayana berada.

“Iyalah, kamu tidak takut?!”

"Tidak.”

"Waw, besar juga nyalimu, oke kalau maumu begitu aku akan mengumumkan pada semua orang bahwa kamu bercumbu di rumah sakit. Nama baikmu akan hancur, lihat saja nanti!”

“Memangnya kamu punya bukti atas tuduhanmu itu?”

“Aku jelas melihatnya sendiri, itu adalah bukti!”

“Siapa yang akan percaya padamu, semua orang tahu kamu sangat membenciku selama ini. Paling mereka akan berpikir kalau kamu sedang mengarang cerita untuk menjatuhkanku. Lain kali kalau mau mengancam main cerdas, dong.”

Astaga, dasar  Ayana bodoh! Kenapa tidak kamu rekam kejadian tadi, hah?! Rutuk gadis itu kesal pada dirinya sendiri yang sangat gegabah.

"Aku pikir kamu sudah pintar, ternyata masih sama. Masih sering bertindak tanpa dipikir terlebih dulu. Jangan buat aku kembali membencimu dokter Ayana," sorot mata Andres yang semula datar kemudian menajam dan mencekam.

Ada begitu banyak rasa yang sulit ditafsirkan dari tatapan mematikan pria itu. Hingga pada puncaknya, ketajaman itu perlahan meneduh berganti dengan sorot jahil seperti yang biasa ditampilkan.

"Kamu terlalu cantik untuk aku benci, jadi jangan melakukannya lagi, ya?”

Pria itu berjalan santai, memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jas putih dan membiarkan Ayana terhanyut dalam geming kebisuan.

"Ah, tunggu beberapa menit setelah kepergianku. Kamu tidak mau bukan orang-orang berpikir macam-macam tentang kita yang keluar dari ruangan ini sama-sama?”

Tangan Ayana mengepal jengkel, dadanya kembang kempis menyerukan kemarahan.

“Kamu memang tidak pantas mendapatkan maafku, dasar Andres sialan!”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Musuh    Bab 69| Jalan Terbaik

    Butir-butir salju melayang di udara bagai dendelion yang tertiup angin. Mendarat dengan tenang di setiap tempat sedikit demi sedikit hingga menciptakan tumpukan yang menggunung menutupi badan jalan. Gundukan putih itu bertengger di atap-atap gedung dan menyampir pada dahan pepohonan. Secangkir cokelat panas tersaji di atas meja, bersebelahan dengan laptop, tumpukan berkas-berkas dan peralatan kerja lainnya. Kepulan asap putih mengudara, meliuk dengan lihai menuju rongga hidung seseorang yang tengah menatap lekat turunnya salju pertama dari balik kaca besar yang menjadi dinding ruangan di lantai dua belas itu. Orang itu kemudian memejamkan mata, menghirup aroma harum dari minumannya yang terus menggodanya untuk beralih tempat. Dan meminum cokelat hangat yang tersimpan di belakangnya itu. Tapi tidak, ia belum mau beranjak dari tempatnya. Tangan orang itu masih disimpan di atas perut, helaan napas terembus tepat di depan kaca itu hingga menimbulkan embun yang mengendap. Membuat kaca men

  • Terpaksa Menikahi Musuh    68| Aku Sangat Merindukannya

    Flashback ..."Hei tunggu!" cegah Andres saat dia mendapati Ayana ingin menghindarinya lagi. Ayana berhenti dengan tangan terangkat seperti penjahat yang menyerah saat dikepung polisi. Andres berjalan mendekati Ayana, ia berdiri di hadapan gadis itu."Hm ... kamu menghindariku lagi?" dakwa Andres berlaga marah sambil melipat tangannya di atas perut."Ti-tidak, mungkin hanya perasaan Sunbae saja," jawab Ayana gelagapan dan menutup perkataannya dengan nyengir kuda. Andres menyelidik, ia menaruh curiga yang cukup besar pada dokter junior itu."Kamu pikir aku bodoh?""Tidak, kamu sangat pintar, Kak! Ups," jawab Ayana menyentak, refleks ia menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya."Ck, lihat wajahmu memerah!""Kamu malu?" goda Andres elegan."TIDAK!" bentak Ayana lantang kali ini kedua tangannyalah yang sudah membungkam mulut lo

  • Terpaksa Menikahi Musuh    Bab 67| Ibu yang Kejam

    Flashback "Kamu sayang pada Ibu?"Andres mengangguk pasti dengan senyum cerah. Seminggu setelah kepergian ayahnya, Andres meminta kakek Jo untuk membawanya ke rumah Gyana Tolimson. Semula kakek Jo melarang Andres dan bersikeras tidak mau memberitahu keberadaan ibu Andres. Tapi anak itu tak lelah membujuk kakek Jo hingga hati lembut kakek itu luluh dan menyetujui keinginan Andres. Dan di sinilah dia sekarang, berdiri di depan ibu kandungnya yang sudah sembilan tahun tidak ia lihat. Hari ini adalah hari ulang tahun Andres yang ke sembilan. Bertemu dengan ibunya menjadi kado terindah di tengah bayang-bayang kesedihan setelah Hendra pergi."Aku merindukanmu, Ibu. Aku sangat menyayangimu sama seperti aku menyayangi Ayah.""Kalau begitu kamu rela melakukan apapun untuk Ibu?"Andres mengangguk lagi dan ibunya pun tersenyum nanar. Wanita itu mengelus puncak kepala Andres lalu mencium kening

  • Terpaksa Menikahi Musuh    Bab 66| Bersaudara

    Tiga bulan kemudian ...Langkah cepat kedua kaki Willy membawa tubuh pria itu terhuyung tidak stabil saat berlari. Beberapa orang yang tertabrak olehnya mengeluh, akan tetapi Willy tidak menghiraukannya. Pria itu masih menggenggam sepucuk surat yang diberikan Ayana, saat pria itu mengunjunginya tadi. Gadis itu mengatakan sesuatu yang sulit diterima nalar. Sesuatu yang mustahil dan terdengar gila. Akhirnya pria itu tiba di konter informasi rumah sakit, ada sesuatu yang harus ia tanyakan di sini. Pria bernama Kevin membuatnya ingin tertawa terbahak-bahak dengan lelucon tidak masuk akal yang ia buat."Aku ingin mengetahui profil pendonor sumsum tulang belakang dari pasien Willy yang melakukan operasi beberapa waktu lalu," pinta Willy langsung tanpa basa-basi."Boleh tahu ini dengan tuan siapa?""Aku Willy, pasien yang menerima donor itu. Cepat carikan informasinya untukku!""Baiklah, mohon tunggu sebentar."Perawat itu pun meme

  • Terpaksa Menikahi Musuh    Bab 65| Surat Perpisahan

    TeruntukAyana Jasmine, istriku.(Ah, mungkin saat kamu membaca surat ini kamu telah resmi menjadi mantan istriku. Bagaimana, apa kamu sudah menandatangani surat perceraian kita?)Dada Ayana sesak, pertanyaan Andres kembali menggores satu garis luka dalam hatinya. Air mata itu mengalir ke samping pipi, posisi berbaring Ayana yang menyebabkannya.(Atau mungkin dugaanku salah? Jika seandainya surat ini sampai padamu, itu berarti sesuatu yang buruk sedang menimpamu. Dan aku harus menjadi orang pertama yang patut kau bunuh. Jika keadaan buruk itu tak kunjung usai. Ayana ... astaga aku bingung harus menulis apa. Aku tidak biasa melakukan hal menggelikansepertiini. Tapi aku akan tetap mencobanya. Baiklah, pertama aku akan jujur padamu. Aku melihatnya, melihat kejadian yang membuat dadaku tertusuk meski tidak mengeluarkan darah.Tapi rasanya sungguh perih.)(Saat kamu memeluk dan mencium Willy, aku menyaksikan

  • Terpaksa Menikahi Musuh    Bab 64| Surat Cerai

    Air mata Ayana tidak berhenti menetes sejak satu jam lalu sampai sekarang. Matanya menatap kosong pada selembar kertas yang tergeletak di atas meja ruang tamu. Kakek Jo berdiri dengan gusar sambil memegangi gagang telepon. Amarahnya selalu meledak saat operator memberi pemberitahuan bahwa nomor yang ia tuju sedang tidak aktif. Juno memeluk ibunya takut melihat kemarahan sang kakek buyut. Suara cegukan Yena yang sedang menangis terdengar begitu keras. Gadis itu menangis di samping Ayana sambil memeluk ibu tirinya erat.Berulang kali Yena meminta Ayana untuk tidak menangis. Menyuruh wanita cantik itu untuk bicara namun Ayana terus membisu bersama dengan linangan air mata. Hal itu membuat Yena sedih, gadis kecil itu turut merasakan luka ibu tirinya. Surat perceraian yang sudah ditanda tangani Andres terus melambai-lambai, menggoda Ayana untuk segera merobeknya menjadi serpihan-serpihan kecil. Lebih dari itu, hati Ayana menginterupsi untuk segera membakarnya hingga musnah.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status