Air mata Ayana tidak berhenti menetes sejak satu jam lalu sampai sekarang. Matanya menatap kosong pada selembar kertas yang tergeletak di atas meja ruang tamu. Kakek Jo berdiri dengan gusar sambil memegangi gagang telepon. Amarahnya selalu meledak saat operator memberi pemberitahuan bahwa nomor yang ia tuju sedang tidak aktif. Juno memeluk ibunya takut melihat kemarahan sang kakek buyut. Suara cegukan Yena yang sedang menangis terdengar begitu keras. Gadis itu menangis di samping Ayana sambil memeluk ibu tirinya erat.
Berulang kali Yena meminta Ayana untuk tidak menangis. Menyuruh wanita cantik itu untuk bicara namun Ayana terus membisu bersama dengan linangan air mata. Hal itu membuat Yena sedih, gadis kecil itu turut merasakan luka ibu tirinya. Surat perceraian yang sudah ditanda tangani Andres terus melambai-lambai, menggoda Ayana untuk segera merobeknya menjadi serpihan-serpihan kecil. Lebih dari itu, hati Ayana menginterupsi untuk segera membakarnya hingga musnah.
TeruntukAyana Jasmine, istriku.(Ah, mungkin saat kamu membaca surat ini kamu telah resmi menjadi mantan istriku. Bagaimana, apa kamu sudah menandatangani surat perceraian kita?)Dada Ayana sesak, pertanyaan Andres kembali menggores satu garis luka dalam hatinya. Air mata itu mengalir ke samping pipi, posisi berbaring Ayana yang menyebabkannya.(Atau mungkin dugaanku salah? Jika seandainya surat ini sampai padamu, itu berarti sesuatu yang buruk sedang menimpamu. Dan aku harus menjadi orang pertama yang patut kau bunuh. Jika keadaan buruk itu tak kunjung usai. Ayana ... astaga aku bingung harus menulis apa. Aku tidak biasa melakukan hal menggelikansepertiini. Tapi aku akan tetap mencobanya. Baiklah, pertama aku akan jujur padamu. Aku melihatnya, melihat kejadian yang membuat dadaku tertusuk meski tidak mengeluarkan darah.Tapi rasanya sungguh perih.)(Saat kamu memeluk dan mencium Willy, aku menyaksikan
Tiga bulan kemudian ...Langkah cepat kedua kaki Willy membawa tubuh pria itu terhuyung tidak stabil saat berlari. Beberapa orang yang tertabrak olehnya mengeluh, akan tetapi Willy tidak menghiraukannya. Pria itu masih menggenggam sepucuk surat yang diberikan Ayana, saat pria itu mengunjunginya tadi. Gadis itu mengatakan sesuatu yang sulit diterima nalar. Sesuatu yang mustahil dan terdengar gila. Akhirnya pria itu tiba di konter informasi rumah sakit, ada sesuatu yang harus ia tanyakan di sini. Pria bernama Kevin membuatnya ingin tertawa terbahak-bahak dengan lelucon tidak masuk akal yang ia buat."Aku ingin mengetahui profil pendonor sumsum tulang belakang dari pasien Willy yang melakukan operasi beberapa waktu lalu," pinta Willy langsung tanpa basa-basi."Boleh tahu ini dengan tuan siapa?""Aku Willy, pasien yang menerima donor itu. Cepat carikan informasinya untukku!""Baiklah, mohon tunggu sebentar."Perawat itu pun meme
Flashback "Kamu sayang pada Ibu?"Andres mengangguk pasti dengan senyum cerah. Seminggu setelah kepergian ayahnya, Andres meminta kakek Jo untuk membawanya ke rumah Gyana Tolimson. Semula kakek Jo melarang Andres dan bersikeras tidak mau memberitahu keberadaan ibu Andres. Tapi anak itu tak lelah membujuk kakek Jo hingga hati lembut kakek itu luluh dan menyetujui keinginan Andres. Dan di sinilah dia sekarang, berdiri di depan ibu kandungnya yang sudah sembilan tahun tidak ia lihat. Hari ini adalah hari ulang tahun Andres yang ke sembilan. Bertemu dengan ibunya menjadi kado terindah di tengah bayang-bayang kesedihan setelah Hendra pergi."Aku merindukanmu, Ibu. Aku sangat menyayangimu sama seperti aku menyayangi Ayah.""Kalau begitu kamu rela melakukan apapun untuk Ibu?"Andres mengangguk lagi dan ibunya pun tersenyum nanar. Wanita itu mengelus puncak kepala Andres lalu mencium kening
Flashback ..."Hei tunggu!" cegah Andres saat dia mendapati Ayana ingin menghindarinya lagi. Ayana berhenti dengan tangan terangkat seperti penjahat yang menyerah saat dikepung polisi. Andres berjalan mendekati Ayana, ia berdiri di hadapan gadis itu."Hm ... kamu menghindariku lagi?" dakwa Andres berlaga marah sambil melipat tangannya di atas perut."Ti-tidak, mungkin hanya perasaan Sunbae saja," jawab Ayana gelagapan dan menutup perkataannya dengan nyengir kuda. Andres menyelidik, ia menaruh curiga yang cukup besar pada dokter junior itu."Kamu pikir aku bodoh?""Tidak, kamu sangat pintar, Kak! Ups," jawab Ayana menyentak, refleks ia menutup mulutnya dengan telapak tangan kanannya."Ck, lihat wajahmu memerah!""Kamu malu?" goda Andres elegan."TIDAK!" bentak Ayana lantang kali ini kedua tangannyalah yang sudah membungkam mulut lo
Butir-butir salju melayang di udara bagai dendelion yang tertiup angin. Mendarat dengan tenang di setiap tempat sedikit demi sedikit hingga menciptakan tumpukan yang menggunung menutupi badan jalan. Gundukan putih itu bertengger di atap-atap gedung dan menyampir pada dahan pepohonan. Secangkir cokelat panas tersaji di atas meja, bersebelahan dengan laptop, tumpukan berkas-berkas dan peralatan kerja lainnya. Kepulan asap putih mengudara, meliuk dengan lihai menuju rongga hidung seseorang yang tengah menatap lekat turunnya salju pertama dari balik kaca besar yang menjadi dinding ruangan di lantai dua belas itu. Orang itu kemudian memejamkan mata, menghirup aroma harum dari minumannya yang terus menggodanya untuk beralih tempat. Dan meminum cokelat hangat yang tersimpan di belakangnya itu. Tapi tidak, ia belum mau beranjak dari tempatnya. Tangan orang itu masih disimpan di atas perut, helaan napas terembus tepat di depan kaca itu hingga menimbulkan embun yang mengendap. Membuat kaca men
New York Downtown Hospital09.30 AmAyana berjalan dengan mantap menuju ruang kerjanya yang ada di lantai 5. Beberapa suster menyapa dan melempar senyum padanya namun gadis itu hanya membalasnya dengan anggukan singkat. Ayana ini memang terkenal cukup angkuh di kalangan rekan kerja. Meski begitu dia bisa jadi sangat kooperatif jika menyangkut hal kerjaan. Sikapnya pada para pasien juga ramah, tipikal dokter yang disukai para pasien."Selamat pagi dokter Ayana," sapa wanita kaukasoid dalam bahasa Inggris yang fasih, wanita itu baru saja memasuki ruang kerja Ayana. Selang tiga menit setelah Ayana mengenakan jas putihnya."Oh ya Jenny, apa yang lainnya sudah bersiap?" tanya Ayana tanpa membalas sapaan Jenny."Bersiap untuk apa ya, Dok?" tanya Jenny awalnya bingung.Setelah itu ia pun membuka mulutnya lebar, membentuk huruf A. Mulai mengerti arah pembicaraan yang sedang dibangun oleh ketua timnya ini."Apa
Tatapan murka itu tak sedetik pun menyingkir dari mata Ayana. Kesal, kecewa, dan marah membaur satu. Kesal, saat mendengar dokter lain menggantikannya untuk mengoperasi Tuan Janson. Kecewa pada dokter Harold yang sudah bertindak sewenang-wenang dan menyalahi aturan. Marah, karena ternyata Andres adalah orang yang menggantikan dirinya. Benar-benar sial, Ayana merasa hari ini Tuhan tidak mengizinkannya untuk merasa sedikit tenang. Langkah tak sabar Ayana menunjukkan bahwa gadis itu ingin segera menuntaskan permasalahan ini dengan Andres. Pecundang itu selalu bisa membuat darah Ayana mendidih. Gadis itu sama sekali tidak memedulikan tatapan heran orang-orang. terserah jika orang mau menyebutnya kejam, angkuh, atau jahat sekali pun. Tujuan Ayana kali ini hanya dua yaitu, meminta penjelasan pada dokter Harold dan ingin memberi peringatan pada si pencuri pasien. "Kali ini kamu harus benar-benar mati, Andares!" umpat Ayana sebelum membuka pintu. Ayana sudah ti
Lima menit berlalu, akhirnya Ayana tiba di ruang kontrol operasi yang berada di lantai sepuluh. Beberapa dokter sudah siap mengamati proses operasi Tuan Janson di ruangan itu."Dokter Harold, kita harus bicara," tukas Ayana mengalihkan perhatian orang-orang ketika ia menghampiri dr. Harold."Dokter Ayana, kenapa kamu masih di sini?" Kaget dokter Harold sontak membuat Ayana mengernyit."Operasinya sebentar lagi akan dimulai. Sebaiknya kamu cepat bersiap!"Segala pertanyaan yang telah disiapkan Ayana menguap. Mungkinkah dokter Harold sedang mempermainkannya?""Apa maksud Anda?" tanya Ayana bingung."Seharusnya kamu sudah masuk ke ruangan itu dan melakukan tugasmu. Kenapa kamu masih di sini?”“Justru itu yang ingin saya tanyakan pada Anda, Dokter. Apa-apaan ini, kenapa Anda menggantikan saya dengan dokter Andres tanpa pemberitahuan apa pun sebelumnya.”“Kita bicarakan masalah itu nanti, sekarang cepat kamu