Share

Bab 4| Tertangkap Basah

"Sudah lama?" tanya Ayana menghampiri Willy.

"Belum, hanya lima belas menit. Satu jam pun aku sanggup untuk menunggumu, Ayana."

Willy mulai menggombal, Ayana tersipu lantas memukul pelan dada bidang prianya. Willy mengunci tangan mungil itu di sana, mengikis jarak antara dirinya dengan Ayana kemudian merengkuh kekasihnya erat.

"Ahh, aku rindu sekali pelukan wanita manja ini," tutur Willy, menyimpan dagunya pada puncak kepala Ayana.

"Aku juga rindu kamu, Wil. Kamu tahu, akhir-akhir ini Andres kembali berulah. Aku selalu dibuat kesal setengah mati olehnya," rajuk Ayana sambil mengeratkan pelukannya.

Gadis itu menenggelamkan wajah lelahnya pada dada bidang sang kekasih; mencium aroma maskulin khas prianya yang teramat ia suka.

"Dia memang menarik, aku jadi ingin kenal lebih dekat dengannya.”

"Itu ide tergila yang pernah aku dengar. Sebaiknya kamu tarik kata-katamu barusan, Wil.  Kamu pasti menyesal."

"Kenapa? Aku serius ingin mengenal sosok pria yang mampu membuat gadisku kelabakan setiap hari.”

Ayana mendorong tubuh Willy pelan.

"Ngawur! Aku selalu berdoa agar tidak bertemu lagi dengannya. kenapa kamu malah ingin mengenal manusia menyebalkan itu?”

“Entahlah, sepertinya akan sangat menarik jika aku dekat dengannya.”

“Hhh, berarti kamu mau menjadi musuhku.”

Dengan sekali tarik Willy berhasil membawa tubuh Ayana ke dalam rengkuhannya lagi. Mereka berpelukan mesra, menguarkan nuansa cinta yang sempurna. Willy menyentuh kedua pipi Ayana, memiringkan kepalanya dan tak berapa lama bibir mereka pun bertemu. Baik Ayana maupun Willy sama-sama menenggelamkan diri dalam buai keindahan cinta mereka.

"Romantis sekali," tukas seseorang yang muncul dari arah belakang Ayana.

Refleks Willy dan Ayana saling menarik diri, menghentikan ciuman mereka. Ayana berbalik dan langsung melayangkan tatapan tak bersahabat pada orang itu. Sementara Willy hanya menggaruk tengkuknya kikuk. Entahlah, ada sedikit perasaan malu ketika mendapati orang lain menyaksikan ciumannya dengan Ayana tadi.

"Sedang apa kamu di sini?" dakwa Ayana tak suka, Andres mengernyit sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Mm, aku mengganggu kalian?" balas Andres berlaga tidak enak hati.

"Tidak juga, maaf karena kau harus menyaksikan kejadian barusan," jawab Willy lebih tenang dan sopan.

"Aku sudah biasa, maksudku siapa yang tidak pernah melihat orang berciuman di negara ini? Itu wajar."

Andres tersenyum ganjil, seperti ada maksud terselubung dari senyuman itu. Willy membalasnya tidak curiga sama sekali, berbeda dengan Ayana yang sudah menangkap sinyal berbahaya dari Andres.

"Ada apa kamu menemuiku?"

"Pede banget, kamu pikir aku mau menemuimu?"

"Kamu berharap aku menganggap kedatanganmu ini sebagai sebuah kebetulan?"

"Kenapa tidak, siapa tahu aku mau mengambil mobil juga."

"Sayangnya bukan itu alasannya, benar bukan?"

Andres mendecih, ia salut dengan segala hal yang dilakukan Ayana. Selalu ada saja tingkah laku atau tutur kata wanita itu yang membuat Andres terkagum-kagum.

"Wow, aku terkesan, sepertinya kamu paham sekali tentang aku.”

Perkataan Andres yang demikian sensitif itu berhasil mengusik kebisuan Willy. Dia tidak suka Andres menggoda Ayana di depan matanya.

"Jadi apa urusanmu?!" geram Ayana. Ia melirik Willy yang menampakkan ekspresi terganggu dengan ucapan Andres barusan.

"Oh maaf, bukan maksudku untuk menggoda tunanganmu. Kami memang sering bercanda seperti ini. Kuharap kau tidak salah paham."

“Tidak masalah, aku mengerti. Ayana sering mengatakan hal itu padaku."

Andres tidak terkejut. Sudah pasti wanita itu akan melakukannya. Dia memang tipikal orang yang tidak bisa memendam kekesalan seorang diri. Setiap memiliki masalah apa pun, Ayana harus membagi masalah itu dengan orang terdekatnya, dengan begitu ia baru bisa merasa tenang dan lega meski hal tersebut belum tentu mampu menyelesaikan masalah yang sedang ia hadapi.

"Aku tidak menyangka kamu begitu mengagumiku, dokter Ayana. Sampai-sampai tunanganmu tahu tentang hubungan unik kita."

"Abaikan ucapannya Wil, sudah kubilang dia memang sialan."

"Dia juga sering menceritakanmu padaku," timpal Andres sebelum Willy menanggapi perkataan Ayana.

"Benarkah?" Willy melirik Ayana yang sedang menatap Andres penuh kecaman.

"Mm, dia selalu memujimu di depanku, bahkan di hadapan semua anak buahnya. Katanya kau adalah pria terbaik yang pernah dia temui jauh berbeda denganku.”

"Hei! Jangan asal bicara!" bentak Ayana hendak memukul Andres namun Willy menarik tangan wanita itu.

"Kenapa marah? Aku bicara apa adanya. Kupikir dia tahu tentang kebiasaanmu yang selalu membandingkannya denganku."

"Kamu tidak punya hak untuk berbicara seperti itu!”

"Sudah kuduga, dia pasti tidak tahu. Kamu melakukannya agar aku merasa terintimidasi bukan? Sayangnya strategimu terlalu payah. Jelas kami berbeda, tunanganmu itu bukan levelku."

Willy mendecih setengah tertawa, apa Andres baru saja meremehkannya? Pria itu mulai muak akan kehadiran Andres.

"Maaf, sepertinya aku terlalu banyak bicara. Tidak perlu diambil hati. Kau tahu aku memang suka melucu. Karena itulah wanitamu memanggilku pria gila."

"Hentikan omong kosongmu Andres, katakan ada apa kamu menemuiku?"

Ayana mengambil jalan pintas untuk menyudahi percakapan sengit ini. Andres langsung mengangkat sebuah map berwarna biru yang sedari tadi ia pegang.

"Kamu melupakan laporan ini, Honey.”

Ayana mengambil laporan dalam map itu dengan kasar, ia melayangkan tatapan murka pada Andres.

"Sebagai atasanmu, aku hanya ingin memastikan semua dokterku bekerja dengan baik dan tidak melakukan hal bodoh yang membahayakan pasiennya di ruang operasi," jelas Andres penuh penekanan.

Ayana mendelik kesal, lantas meraih map di tangan Andres dengan kasar.

"Hanya ini bukan? Sudah sana pergi!"

Ayana merangkul lengan Willy; mengajak pria itu pergi dari sana.

"Dokter Ayana, tunggu!" panggil Andres ketika Ayana hendak memasuki mobil. Wanita itu menoleh walau malas. Sorot mata kejam tak lelah ia pancarkan pada lelaki itu.

"Aku punya something special di ponselku, kamu mau lihat tidak?”

Ayana mengernyit heran, setelahnya ia membulatkan mata terkejut. Andres tersenyum penuh kemenangan.

"Kalau begitu aku pergi dulu, sampai jumpa besok, permisi."

Andres melengos begitu saja. Ayana masih berdiri tidak percaya, ia membuka mulutnya membentuk huruf A agar hawa nafsunya keluar semua dari sana. Seketika hati Ayana yang sebelumnya teduh kembali terbakar amarah yang kian bergejolak.

Shit, ahhhh Andares ... kamu benar-benar berengsek!

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status