Willy Tolimson, pria itu masih sibuk berkutat dengan segudang pekerjaan yang di San Capital Corporation, perusahaan milik keluarganya. Ia menjabat sebagai manajer keuangan di sana. Terlahir dari pasangan Calvin Tolimson dan Dyana, membuat kehidupan Willy begitu diberkati dengan materi yang melimpah. Sejak kecil pria muda bertalenta ini memang sudah diarahkan untuk belajar bisnis dan mengelola perusahaan.
Tidak seperti kebanyakan anak konglomerat lain yang merasa terkekang atau terbebani oleh keinginan orang tuanya. Willy justru sangat menikmati kehidupannya. Ia mencintai keluarganya, juga segala aturan yang berlaku di sana. Terlepas dari segala kesenangan hidup yang Willy punya, pria itu tengah menatap kertas undangan pernikahannya dengan lekat. Ia memejamkan mata dan menghempaskan tubuhnya ke sebuah sofa panjang yang ada diruang kerja pribadinya.
"Apa yang harus kulakukan?" desahnya frustrasi.
Menjelang hari pernikahan yang tinggal satu minggu lagi suasana
"Selamat pagi," sapa beberapa penghuni di ruang kerja tim satu departemen HPB.Mereka menyambut Ayana dengan baik meski ada beberapa yang tak menganggap kehadirannya. Ayana tersenyum kikuk. Ia belum terbiasa bekerja di tim itu walau sudah satu minggu ia bergabung di sana."Dokter Ayana, katanya minggu depan dokter akan menikah, ya?” tanya Gerald, salah seorang dokter di sana."Iya, benar. Kalian mau datang?" tanya Ayana mencoba seramah mungkin.“Bolehkah? Kalau tidak keberatan tentu kami mau datang ke pernikahan Anda, Dok,” sahut Gerald langsung disepakati tiga rekannya yang ada di sana, mereka juga tertarik untuk datang ke pernikahan Ayana.“Tentu saja boleh, nanti aku berikan undangan pada kalian, tunggu saja. Oh ya, dokter Andres mana?” tanya Ayana tiba-tiba membuat tiga orang di sana saling tatap heran.Kabar perseteruan Ayana dan Andres sangat melegenda di rumah sakit itu, jadi wajar kalau setiap departemen
Ayana sedang sibuk menyiapkan acara pernikahannya. Mulai dari vendor, EO, dekorasi, dan hal-hal terkecil untuk pernikahannya diatur oleh gadis itu. Willy dan orang tuanya sedang ada di Indonesia, tiga hari sebelum pernikahan Willy pamit ke Indonesia pada Ayana untuk mengurus bisnis di sana.Sejauh ini semuanya berjalan sesuai dengan rencana, tidak ada kendala berarti yang memusingkan sang empunya hajat. Jika dipersentasekan mungkin persiapan pernikahan Ayana sudah mencapai angka 95%. Ayana sangat bahagia, tidak menyangka jika hubungannya dengan Willy yang baru berjalan satu tahun ini bisa berujung di pelaminan. Ia berjanji pada dirinya sendiri akan menjadi istri yang baik untuk Willy. Kepala gadis itu sudah dipenuhi oleh rencana-rencana indah yang siap ia realisasikan usai menyandang status sebagai istri sah Willy Tolimson.Sudah satu minggu Ayana tidak berhubungan dengan Willy. Rencananya Willy dan keluarga baru akan terbang ke New York besok pagi. Mengingat acara per
Katedral St. Patrick08.35 amKatedral St. Patrick, bangunan bergaya Neo-Gothic ini terletak di kawasan Midtown Manhattan, New York City. Sekitar setengah jam perjalanan dari kediaman Ayana yang berada di pemukiman Civic Center. Gereja rancangan James Renwick Jr. Dan Wiliiam Rodrigue ini akan menjadi saksi penyatuan cinta Ayana dan Willy. Ya, tepat di hari sabtu agung ini keduanya akan mengucap janji suci. Dihadiri puluhan orang, yang terdiri dari kerabat juga rekan kerja keluarga Ayana.Tidak banyak kerabat Willy yang hadir. Semua tamu sudah memasuki gedung katedral. Duduk di kursi panjang yang berjejer di ruang utama. Katedral ini memang sudah sangat mewah. Tanpa perlu dihias secara berlebihan tempat agung bagi umat Kristen dan Khatolik itu sudah sangat memanjakan mata. Sebuah piano klasik berwarna hitam legam sudah ditempatkan di dekat altar, Daniel –bocah cilik itu yang akan memainkannya nanti. Khusus untuk acara penti
Hai, Ayana ...Ini hari ketujuh kita tidak saling menyapa. Seharusnya kita bertemu sekarang, berdiri di depan altar dan mengucap janji sehidup semati. Kamu pasti sangat cantik, sayang aku tidak bisa melihat kecantikanmu saat mengenakan gaun pengantin. Membayangkannya saja sudah membuatku senang, apalagi jika aku berada di sana.Hhh, apa yang sedang aku lakukan sekarang? Memuji padahal aku sedang menyakitimu. Maaf, tolong maafkan manusia bodoh dan brengsek ini. Aku tidak bisa menjadi mempelai priamu. Aku tidak bisa memenuhi janjiku untuk membahagiakanmu, aku tidak bisa menjadi rumah untuk hatimu berpulang jika ia lelah.Bukanaku orang yang tepat untuk menjadi pelipur laramu, jangan menangis karena ini juga menyakitkan bagiku. Kamu sudah melihat fotonya? Jika kamu bertanya mengenai kebenaran akan hal itu, maka aku jawab ya, itu benar. Seperti yang kamu lihat, aku sudah menikah. Dia Hera, istri sahku. Wanita yang sedang
Di sinilah mereka sekarang, berdiri berdampingan di ambang pintu masuk katedral. Semua pasang mata terfokus pada mereka. Pancaran sendu, binar ketakjuban, tatapan intimidasi, sorot tidak percaya. Kurang lebih seperti itulah makna yang tersampir pada setiap tatapan orang -orang di sana. Daniel terlihat sangat tampan dan gagah seperti ayahnya. Dia duduk di hadapan piano klasik yang siap ia mainkan. Bocah itu menatap sang kakak sejenak dari kejauhan lalu menyunggingkan senyum manis. Hal yang sangat jarang ia lakukan selama ini. Kedua tangan mungilnya mulai menekan tuts piano tanpa kesulitan. Membawa alunan syahdu yang menggetarkan jiwa, lantas membungkam gemuruh kata yang terlontar dengan berbagai nada dari bibir tamu undangan.Ayana tak kuasa menahan haru, tangannya bergetar saat menyaksikan adik tercinta tersenyum begitu tulus padanya. Senyum menguatkan, memberi dukungan lewat untaian nada merdu yang dimainkannya. Andres menggenggam pergelangan tangan Ayana yang menyampir di l
"Kenapa hanya berdiri di situ? Kemarilah!" titah ayah Ayana pada Andres yang sedang berdiri di ambang pintu masuk ruang makan.Mereka berkumpul di ruang makan, terlihat Daniel yang sudah memulai sarapannya tanpa menunggu kehadiran sang kakak ipar. Sedangkan Ayana dan kedua orang tuanya masih menunggu Andres bergabung. Ini adalah hari pertamanya menjadi seorang suami, sekaligus menjadi bagian dari keluarga besar Kendra, ayah mertuanya. Ayana menoleh ke arah sang suami sambil menampilkan wajah malas. Kontras dengan ekspresi sendu yang kemarin mendominasi wajah cantik gadis itu.“Nikmati saja kegilaanmu, Andres,” batin pemuda itu menyunggingkan senyum tulusnya pada kedua mertua juga adik iparnya namun tidak untuk istrinya."Kamu pasti sangat lelah sehingga bangun terlambat," timpal Junia setelah Andres duduk tepat di hadapannya dan bersebelahan dengan Ayana. Andres kembali tersenyum, suasana seperti ini terasa asing baginya."Ayana, laya
Ayana dan Andres sedang dalam perjalanan menuju Central Park West Apartment. Sudah sejak lima tahun lalu Andres menjadi salah satu pemilik hunian yang digadang-gadang sebagai apartemen termewah di New Yok itu.Pria berusia 35 tahun itu memang terbilang anak yang mandiri dan hebat. Dia menempuh pendidikan dengan jalur beasiswa penuh di fakultas kedokteran UI. Usai mendapat gelar sarjana kedokteran, Andres berkesempatan menjalankan koas di salah satu rumah sakit kenamaan Ibu Kota. Selama satu setengah tahun ia menjalankan masa koasnya dengan lancar meski tentu dalam prosesnya pasti ada kendala atau hal yang membuat Andres lelah.Ia tidak menyerah karena menjadi dokter adalah cita-citanya sejak kecil. Sejak saat itu tahap demi tahap terus Andres lakukan dengan gigih sampai akhirnya ia bisa mendapat beasiswa untuk mengambil spesialis bedah di Amerika. Negara itu pun akhirnya menjadi tempat yang nyaman untuk Andres mengepakkan kariernya dengan gemilang. Sampai sekaran
"Sepertinya kamu bahagia berkunjung ke rumah suamimu," Andres menyodorkanminuman segar pada Ayana. Gadis itu menoleh dan menerimanya tanpa banyak kata, jujur Ayana memang sudah sangat haus."Mm, lumayan. Aku tidak menyangka kamu sekaya ini," jawab Ayana jujur dan apa adanya. Ia masih memfokuskan kedua matanya ke arah televisi. Kali ini lengkungan bibir Andres kian lebar. Kim Ayana, gadis unik ini benar-benar membuat Andres kehabisan kata-kata untuk menghadapi setiap ucapannya."Ya, hartaku cukup untuk memenuhi hasratmu sebagai seorang wanita."Ayana memicingkan matanya, menuntut sesuatu melalui tatapan tajamnya."Belanja, kamu boleh meminta uang padaku untuk memenuhi hasrat belanjamu."Kali ini picingan mata itu melemah, kemudian sebelah alisnya terangkat."Wah,suamiku baik sekali,” puji Ayana sarkasme."Tentu, itu tidak perlu diragukan.""Cih, menyebalkan. Kamu mau menyombangkan diri di hadapanku, ha