Share

Bab 5 | I Love You, Wil!

"Kamu masih kesal padanya?" tanya Willy.

Saat ini ia dan Ayana sedang berada dalam perjalanan pulang. Setelah sebelumnya pasangan kekasih itu sempat meluangkan waktu mereka untuk makan malam di restoran langganan mereka yang ada di kawasan Soho, Manhattan.

"Tentu, dia pasti merekam kita saat ciuman tadi, Wil. Bagaimana kalau dia menyebarkan foto atau video ciuman kita? Aku harus bagaimana?”

"Tidak usah dipikirkan, tenang saja, semua itu tidak akan terjadi. Dokter Andres tidak akan melakukannya."

"Kamu tidak tahu saja betapa menyebalkannya pria itu, dia orang sinting yang rela melakukan apa saja demi melihatku kesulitan."

"Dokter Andres benar, sepertinya kamu memang tahu banyak tentangnya.”

"Oh God, jangan bilang kamu cemburu padanya, Wil?"

"Jika benar, memangnya kenapa?"

Ayana terkekeh geli. Wanita itu tidak habis pikir bagaimana bisa Willy cemburu akan hubungan uniknya dengan Andres. Ini seperti lelucon, orang bodoh saja tahu bahwa hubungan Ayana dan Andres tidak akan pernah sampai di titik yang membuat bisa membuat Willy cemburu.

"Leluconmu sangat tidak lucu. Dia manusia gila, aku membencinya mana mungkin aku ... ah pokoknya rasa cemburumu tidak beralasan!"

"Hei, hati-hati dengan ucapanmu, Sayang. Apa kamu lupa istilah klise benci jadi cinta? Dokter Andres adalah pria hebat. Dia tampan, populer, berprestasi juga kaya raya. Apa yang kurang darinya? Bahkan aku saja merasa kagum padanya. Bukan tidak mungkin kelak kau tertarik padanya dan pergi meninggalkanku."

"Hentikan, Wil. Bicaramu mulai tidak jelas. Kamu mengatakan hal konyol yang sangat gila. Dengar, aku hanya mencintaimu seorang. Kamu satu-satunya pria yang akan memiliki hatiku dan semua yang ada pada diriku setelah nanti kita menikah. Tidak ada pria lain, apalagi si brengsek itu. Hanya kamu, Wil."

Ayana menggenggam satu tangan Willy yang tidak sedang memegang setir. Pria itu mengambil alih tangan Ayana untuk ia genggam erat. Betapa bahagia hati Willy bisa mendapat wanita sebaik Ayana, pria itu semakin mencintai wanitanya.

"Tentu, kamu hanya tercipta untukku begitu pun sebaliknya."

"Ahh ... aku sudah tidak sabar. Dua minggu itu terasa dua tahun untukku. Apa kita perlu mempercepat hari pernikahan kita menjadi besok, hm?"

"Wanita nakal ini sudah tidak sabar untuk menjadi istriku rupanya."

"Iya, aku sangat, sangat,  sangat tidak sabar. Dua minggu yang akan datang aku akan menyandang gelar sebagai nyonya Willy Tolimson.  Ah, membayangkan rencana bulan madu kita saja aku sudah sangat berbunga. Oh iya, kamu ingin punya berapa anak, Wil?"

"Hei, pertanyaan itu masih terlalu dini. Kita bahkan belum menikah, sayang," timpal Willy melepas genggamannya dan mengelus rambut lantas beralih menuju pipi wanita itu.

"Apa salahnya, toh nanti kita juga akan membahasnya."

 Ayana merengut manja, ia sebal karena Willy tak menanggapi pertanyaannya.

"Ini belum saatnya. Nanti jika hari bahagia itu sudah di depan mata, tanpa banyak berunding aku akan membuatkan anak yang banyak untukmu. Kita akan melakukannya setiap malam, atau mungkin setiap jam," goda Willy tak bermaksud apa-apa.

Pipi Ayana memerah karena malu, godaan Willy terlalu frontal namun manis untuk didengar. Ia meninju pelan pergelangan lengan Willy dan mengalihkan pandangannya keluar.

"Kamu malu, hm?" Ujar Willy sambil mencolek lengan Ayana.

"Diam, aku sedang marah padamu," dusta Ayana tidak ingin pria itu semakin menggodanya karena rona wajah yang memalukan ini.

"Oh, Sayang ... ayolah. Hei, cantik lihat aku."

Willy terus melancarkan godaan yang membuat Ayana tak kuasa menahan geli, ia ingin tertawa lepas dan memukul dada kekasihnya karena sudah menggelitiki perutnya.

"Kamu nakal, Wil!" Ayana mengempaskan tangan prianya secara lembut. Sungguh ia tidak tahan dengan rasa geli akibat tangan prianya yang menggerayangi perutnya yang terlapis beberapa helai kain itu.

"Kamu yang memintaku melakukannya."

"Kapan? Dasar mesum!"

"Tapi kamu suka bukan?" Ayana mengangguk dan menatap penuh cinta pada Willy.

Pria itu hanya membalas tatapan Ayana sekilas karena ia harus membagi konsentrasinya untuk tetap fokus menyetir.

"Aku mencintaimu, Wil," ungkap Ayana tulus sepenuh hati.

Willy bergeming, ia menatap Ayana kemudian menyunggingkan senyum manis. Berharap wanita itu mengerti akan maksud dari senyumannya, bahwa dirinya pun sangat mencintai Ayana.

"Kita harus hidup bahagia, ingat itu."

Ayana kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi. Mengarahkan pandangan ke depan dengan senyum bahagia masih terlukis di wajah cantiknya. Ya, semoga kita berdua bisa bahagia, Ayana. Maafkan aku.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status