Langkah sepatu yang tergesa-gesa.
Aoi mempercepat langkahnya. Ia melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 7 pagi.
Sebuah mobil sport melaju dengan kecepatan tinggi. Tidak peduli dengan kendaraan yang membunyikan klaksonnya.
Sampai ada sebuah genangan air kotor itu mengenai rok Aoi.
Aoi berteriak histeris. Para pejalan kaki menatapnya aneh.
"Aaa! Jadi kotor! Siapa yang membuat aku seperti ini?" Aoi mencari pelakunya. Tidak ada.
Sepertinya mencari pelaku tidak penting. Aoi bisa terlambat ke sekolah.
Saat sampai di depan gerbang SMA Sakura, bu Dora berkacak pinggang dengan wajah marahnya.
"Aoi Mianami. Kenapa kamu terlambat lagi? Alasan kesiangan? Macet di jalan? Main sama kucing kesayangan?" tanya bu Dora beruntun. Sudah hafal dengan alasan Aoi.
Aoi mengatur nafasnya. Lari selama 10 menit itu melelahkan.
"Maaf ibu. Saya lupa tidak memasang alarm. Jadi terlambat. Apalagi ojekan di daerah saya sangat sulit," jawab Aoi. Sebenarnya ada sopir pribadi, tapi Aoi lebih suka berangkat dengan angkutan kota.
"Lupa memasang alarm? Lalu ibu kamu kemana?"
Pertanyaan itu lagi. Aoi bingung menjawab apa. Ibunya adalah model terkenal dan designer profesional yang di segani seluruh dunia. Sekali namanya di ketahui banyak orang, dirinya akan tersorot publik dari segala sisi dan aktivitasnya. Dan Aoi tidak suka hal yang ramai.
"E-itu. Ibu saya masih ada di luar negeri," jawab Aoi gugup. Bu Dora pasti akan tanya lebih banyak lagi.
"Ayah kamu?"
"Sama. Di luar negeri juga. Bu, saya ingin masuk. Nanti tidak bisa mengikuti ulangan Matematika," ucap Aoi memohon.
Bu Dora mengangguk. "Bailah, hari ini saya maafkan. Besok dan seterusnya, ada hukuman dan poin pelanggaran. Faham?"
Aoi tersenyum. "Makasih banget bu Dora yang cantik."
Kelas 12 Ipa 1. Aoi memasuki kelas dengan santai. Guru yang mengajar Matematika ramah dan baik. Pasti akan di maafkan.
Pak Jiro menatap Aoi. Ulangan sudah berlangsung 5 menit yang lalu. Dan Aoi baru datang?
"Aoi. Kenapa terlambat lagi? Hobi kamu terlambat terus," omel pak Jiro.
"Kesiangan pak. Hehe," Aoi tersenyum kikuk.
"Ok. Silahkan duduk. Jangan terlambat lagi. Siapkan selembar kertas. Tulis soal yang ada di papan tulis," ucap pak Jiro.
Haruka menggeleng heran. Aoi sangat hobi terlambat.
"Untung saja pak Jiro maafin kamu. Kalau tidak, habis sudah," bisik Haruka menakuti Aoi.
"Huh. Gara-gara alarm kehabisan baterai. Jadi telat," Aoi menggerutu.
Satu jam berlalu, ulangan Matematika berjalan dengan lancar.
Haruka baru menyadari rok Aoi kotor.
"Renang di lumpur?" tanya Haruka tersenyum.
"Aduh, lupa. Harus ganti rok baru. Di lemari kelas ada gak?"
Fumie mengangguk. "Ada. Ambil aja."
Aoi memgambil satu rok putih abu-abu panjang. Sebelumnya ia ragu, karena rata-rata rok di SMA Sakura hanya sampai lutut saja.
"Aoi. Kalau udah selesai pinjam rok. Kembalikan lagi ya? Jangan sampai di pinjam kelas lain. Nanti gak balik roknya," ujar Hikari sebagai ketua kelas.
"Siap bu bos!" Aoi memberikan hormat. "Fumie, ayo ke toilet. Kalau ada yang gosip, biar kamu saja mengatasinya ya?" pinta Aoi.
Haruka terkekeh. "Hahaha, yang sabar Fumie. Nanti aku bilang ke bu Nene."
"Makasih Haruka yang cantik," puji Fumie mengedipkan kedua matanya, sangat manis. Siapa saja bisa jatuh cinta dengan paras cantik seorang Fumie Futaba.
Keduanya berjalan keluar kelas. Toilet sedikit jauh, dan harus melewati kelas 12 Ips 1. Dimana kelas itu terkenal nakal, terutama laki-lakinya menggoda perempuan yang sedang lewat.
Sepertinya ini kebetulan. Ada 5 laki-laki yang duduk di depan kelas, lebih tepatnya di lantai seperti lesehan.
Saat Fumie melangkah paling depan, perhatian 5 laki-laki itu beralih. Kedatangan mangsa baru. Saatnya beraksi.
"Halo? Ada cewek cantik. Mau kemana? Sendirian?"
"Temanmu juga boleh. Sangat cantik. Seleraku."
Fumie menatap tajam dua laki-laki genit itu.
"Permisi. Kita hanya lewat saja."
Saat Fumie memasuki lingkaran, dengan sengaja mereka menyentuh kakinya.
Fumie tidak terima. "Memangnya aku ini sabun colek? Mau aku tendang?!" Fumie sudah emosi. Semua laki-laki itu menyingkir memberikan jalan untuk Fumie.
Aoi tersenyum senang. Fumie sangat pemberani. Bukan berarti dirinya hanya diam saja, tapi ada alasan tertentu untuk tidak terlalu ikut campur.
Akhirnya sampai juga di toilet. Fumie menunggu, sambil membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan. Fumie memasangkan jepit di rambutnya.
Aoi sudah selesai mengganti roknya.
"Yuk balik ke kelas. Nanti bu Nene bisa marah," ajak Aoi. Fumie mengangguk.
Namun dari arah berlawanan, ada seorang cowok berlari sekuat tenaga agar terhindar dari hukuman bu Dora.
Aoi dan Fumie masih mengobrol tentang kecantikan di dunia model. Tidak menyadari akan ada peristiwa tabrakan. Dan pelakunya cowok itu.
Sampai pada akhirnya...
Bruk!
Aoi terjatuh dan duduk di lantai. Lututnya tergores lantai yang sudah berlubang.
"Aw! Sakit!"
Fumie membantu Aoi berdiri. "Ya ampun Aoi. Kamu tidak apa-apa?" tanya Fumie khawatir.
Aoi menatap tajam cowok penabrak itu.
"Hei! Gara-gara kamu aku jadi terluka!" sungut Aoi emosi.
Ryuji menunduk. "Biarin!" Ryuji kembali berlari sebelum bu Dora menangkapnya.
"Malah kabur!"
"Aoi, ke UKS saja ya? Lukamu itu harus di obati. Nanti bisa infeksi," ucap Fumie memberikan saran.
Aoi menggeleng. "Tidak perlu. Nanti juga sembuh sendiri. Kita ke kelas saja."
Hari ini, Aoi selalu saja sial. Rok kotor, dan di tabrak cowok yang tidak menolongnya sama sekali.
Untungnya bu Nene belum datang. Kelas masih ramai seperti pasar saja.
"Beneran kamu baik-baik aja Aoi?" tanya Fumie sekali lagi.
Aoi tersenyum.
"Aku baik-baik aja kok."
Haruka mengernyit. "Aoi kenapa?"
"Tadi jatuh, di tabrak sama Ryuji. Cowok nakal kelas Ips satu."
"Ryuji? Yang sering melanggar peraturan sekolah itu?" tanya Haruka lagi.
"Gak penting. Nanti juga sembuh. Biasa, luka ringan kok," Aoi berusaha baik-baik saja. Jika Fumie bercerita lebih panjang lagi tentang Ryuji, mungkin sesudah hari Raya selesai.
Bu Nene memasuki kelas. Pelajaran bahasa Inggris.
Dan itu membuat Fumie pusing. Haruka tambah senang. Aoi akan mencatat setiap grammar atau verb yang bu Nene sampaikan.
"Terjemahkan halaman sepuluh sampai sebelas ya. Dan kerjakan soal selanjutnya," bu Nene kembali mengoreksi kumpulan tugas di buku tulis.
Fumie cemberut. "Haruka. Aoi. Nanti aku salin jawaban kalian ya? Please," Fumie menyatukan kedua tangannya.
Haruka mengangguk. "Iya. Tapi kamu diem ya. Jangan mengajak kita gosip. Nanti gak selesai tugasnya."
Fumie mengangguk. Yang penting tugasnya selesai dan bisa santai.
Selama mengerjakan, Haruka bertanya beberapa kali ke Aoi. Keduanya kerja sama mengerjakan bahasa Inggris.
* * *
Hari ini Aoi selesai membereskan tempat tidurnya. Bangun lebih awal sangat baik, apalagi ia harus jalan kaki ke sekolah.Pintu kamarnya di ketuk."Nona Aoi, sarapan di bawah sudah siap. Semua anggota keluarga Rotschild berkumpul lengkap," bu Idah sang pembantu yang bekerja 6 tahun lamanya sangat beruntung di terima kerja di keluarga besar Rotschild.Aoi meletakkan ponselnya di meja nakas, perutnya juga lapar ingin makan."Iya. Tunggu sebentar," Aoi beranjak dari duduknya, berjalan menuju meja makan. Pasti semua keluarganya sudah berkumpul, menunggunya datang.Di meja makan, design mejanya memanjang seperti di istana kerajaan. Sangat sanggup mengajak satu kampung untuk makan.Aoi menuruni tangga. Bunyi sepatunya menarik atensi semua keluarga Rotschild. Pandangannya pun menyorot Aoi.Karin menatap Aoi yang berjalan dengan pelan seperti putri raja, anak tunggalnya itu benar-benar anggun."Aoi. Udah bangun sayang?" ta
Di ruang kantor guru, Makoto berbincang dengan kepala sekolah bahwa dirinya ingin menjadi guru di SMA Sakura ini."Apakah anda memiliki pengalaman mengajar sebelumnya?" tanya Pak Daiji Sato selaku kepala sekolah SMA Sakura.Makoto menggeleng. "Tapi saya pernah menjadi dosen di Universitas Sakura. Untuk mengajar, jangan di ragukan lagi. Saya sudah berpengalaman selama lima tahun," jawab Makoto tegas. Universitas Sakura adalah kampus paling elite di kota Cherry Blossom ini. Tidak akan mudah orang bisa lolos seleksi dari kampus terbesar nomor satu di Jepang itu.Pak Daiji Sato mengangguk. "Baik. Anda di terima mengajar disini. Mulai besok, anda menjadi guru pelajaran Bahasa Jepang."Makoto tersenyum penuh arti. Dengan begini, ia bisa mengawasi Aoi dan pacarnya itu.'Lihat saja kamu. Gak akan pernah lolos. Aku akan melaporkanmu kepada Tuan Amschel karena berani berpacaran,' mungkin dirinya keterlaluan. Tapi lebih baik di k
Hari ini Aoi mengecek kembali jadwal pelajarannya.Aoi tersenyum simpul. Akhirnya lengkap semuanya."Kalau begini gak bisa di hukum lagi," Aoi juga selesai memasukkan kaos olahraga. Jam pertama pelajaran Penjas.Aoi menyampirkan tasnya di bahu. Menuruni anak tangga, bergabung sarapan pagi dengan semua anggota keluarga Rotschild.Karin menyiapkan roti selai stroberi, kesukaan Aoi."Sayang. Kamu sarapan yang banyak ya. Kalau perlu, habis 3 roti," ucap Karin perhatian. Ia tau hari ini Aoi olahraga. Dan Aoi harus kuat.Tuan Amschel mengangguk. "Di habisin. Gak ada alasan kenyang apalagi pahit. Roti saja manis, apalagi mama kamu," godanya membuat Karin tersipu."Apa sih yah. Ada Aoi kok gombal," Karin malu-malu kucing. Amschel susah di tebak, kadang bisa romantis tiba-tiba.Aoi menghela nafasnya. "Ma, satu roti aja cukup. Aoi gak mau gendut, nanti semua pakaian Aoi gak muat," keluhnya
Ryuji SakumaRyuji memejamkan matanya sejenak. Malam yang sangat dingin. Jendela kamarnya ia buka agar bisa menatap lebih dekat dengan ribuan bintang.Ucapan Syougo itu membuatnya kepikiran. Apalagi Aoi semakin dekat dengan pak Makoto."Gue kenapa sih? Selalu aja mikirin dia," Ryuji mengacak rambutnya frustasi."Kenapa perasaan gue gak rela kalau Aoi deket sama pak Makoto?" tanya Ryuji pada dirinya sendiri.Ryuji menggeleng. "Paling cuman kepikiran doang,"Ryuji mengambil note dan menyobeknya. Menuliskan kata-kata manis untuk Aoi.Kalau kamu tanya aku lagi ngapain. Jelas lagi dumika.Gak tau ya dumika itu apa? Duduk mikirin kamu. Gombal ya aku? Di simpen ya bunganya?Ryuji SakumaRyuji menempelkan itu di bunga mawar yang siap ia berikan kepada Aoi esoknya."Ya. Gue mulai suka sama Aoi. Selamat, lo berhasil buat hati gue sepenuhnya milik lo Aoi," Ryuji tersenyum. Ia benar-benar gila karena Aoi. Kenapa
Makoto bangun jam 4 subuh. Berkutat di dapur setelah sholat, Himarin melarangnya memasak."Aku pingin masak buat Aoi ma," ucap Makoto memelas. Ternyata masak tak semudah yang ia pikirkan.Dan Makoto memilih nasi goreng karena paling mudah. Tapi bumbunya ia tidak tau."Udah, mama aja yang masak. Ntar keasinan lagi, mending kamu nyapu rumah dulu ya. Sana," ujar Himarin lembut.Makoto menggeleng. "Mama masak nasi goreng kok enak? Bumbunya apa sih ma?" tanya Makoto kepo."Kalau itu rahasia. Udah sana nyapu, kalau mama yang masak pasti nagih mau lagi," ucap Himarin bangga. Hanya kali ini Makoto mau ke dapur, sebelumnya tak mau karena terciprat minyak goreng yang panas."Apa di goreng sama minyak juga ma?"Anaknya ini terlalu banyak tanya. Tapi lucu, Himarin suka itu."Iya. Nanti kamu kecipratan lagi mau? Panas loh," sengaja Himarin bohong, Makoto masak dapur sudah bukan lagi dapur, tap
"Aoi. Aku pinjem catatan Kimia ya? Besok janji deh aku balikin," pinta Haruka saat Aoi baru saja memasuki kelas.Aoi mengangguk. Memberikan buku tulis Kimia-nya."Tapi, besok balikinnya pagi-pagi aja. Pr dari bu Ima kan harus selesai besok juga," ucap Aoi, sekaligus mengingatkan Haruka yang mudah lupa.Haruka mulai menyalin catatan Aoi. Fumie mengomeli Haruka karena tidak berbagi."Ngomong dong daritadi. Kalau diem mana aku peka," gerutu Haruka kesal.Fumie mengernyit. Kenapa Haruka jadi curhat begini? Apa sudah mempunya gebetan? Hanya Bumi yang tau.Tak lama kemudian bu Beta datang. Pelajaran Fisika pun di mulai.***Haruka dan Fumie sudah berusaha mengajak Aoi ke perpustakaan. Tapi Aoi tidak mau."Kenapa? Padahal bau novel baru itu naikin mood Aoi.
Bel pulang berbunyi, Aoi sangat bosan berada di UKS sendirian.Akhirnya pulang juga, saat dirinya turun dari ranjang sebuah uluran tangan besar membuat Aoi tau siapa. Makoto lagi."Apa kondisimu sudah lebih baik?" tanya Makoto khawatir.Aoi mengangguk. Ia terlalu kejam mengabaikan Makoto, pria itu sudah berbuat banyak demi melindunginya."Ambilkan tasku di kelas," titah Aoi, rasanya senang juga tinggal duduk manis dan menyuruh Makoto."Biar aku suruh temanmu saja," Makoto mengirimkan pesan ke adiknya itu.Makoto menatap Aoi. "Masih sakit? Apa perlu kita ke rumah sakit saja? Sepertinya kondisimu sangat parah ya," ujar Makoto kasihan.Aoi berdecak kesal. Kenapa Makoto berlebihan? Memangnya ia sakit hati yang perlu di perikaakan ke dokter? Eh? Tidak akan pernah."Kenapa sih
Aoi tidak bisa tidur. Entah kenapa pikirannya bermasalah, selalu ada Makoto yang menjadi bayang-bayangnya."Kenapa mikirin dia sih? Bikin orang susah tidur aja," teriak Aoi frustasi. Untung saja kamarnya kedap suara, kalau tidak orang tuanya pasti khawatir.Entah kenapa tubuhnya panas, mulai bersin-bersin dan pusing."Pasti gara-gara kehujanan," Aoi menarik selimut sebatas dada, mencoba tidur meskipun sangat sulit.***Makoto sudah lebih sehat dari sebelumnya. Saatnya bersemangat menjemput Aoi.Saat sampai di rumah, Karin mengatakan Aoi sedang sakit. Tentu saja dirinya siaga jika calon istrinya itu sakit.Aoi tidur dengan wajah damainya. Makoto saja yang melihat itu terasa adem."Kalau tidur aja kayak putri salju yang nunggu pangerannya datang. Sekarang udah ada disini loh. Yakin gak mau bangun?" Makoto mengajak Aoi bicara, entah cewek judes itu dengar atau tidak.Aoi meras