Share

Bab 8

last update Last Updated: 2025-05-28 16:44:40

"Benda itu milik Kak Liora. Aku ke rumah Kak Dewa demi dia, agar Kak Dewa mau bertanggung jawab."

Tara duduk di pinggir ranjang, benaknya kembali mengulas pertengkaran terakhir dengan Liora sebelum malam kejadian.

Senyum kecut muncul di wajah Dewa. Ia sempat menahan tawa saat Tara dengan penuh kesungguhan meminta pertanggungjawaban atas kehamilan Liora.

"Kalau benda itu memang ada di tangan Kak Dewa, kenapa Kak Dewa gak bilang ke Ayah sama Mamah? Jelaskan kalau tespek dan foto USG itu bukan milikku, tapi milik Kak Liora," ucap Tara, sorot matanya penuh tanya dan kekecewaan.

"Kenapa malah menerima? Yang seharusnya Kak Dewa nikahi itu Kak Liora, bukan aku. Aku bahkan sama sekali gak hamil," lanjutnya, suaranya bergetar menahan gejolak.

"Aku lebih memilih menikahimu daripada menikahi Liora," jawab Dewa santai, senyum kecut masih bertahan di wajahnya.

Tara berdiri, napasnya memburu, hatinya makin tak mengerti arah pemikiran Dewa. Dengan geram, ia meraih kerah kemeja Dewa, meremasnya dengan tangan gemetar, tubuhnya berjinjit agar bisa sejajar.

"Apa maksudnya?! Kak Dewa sudah menghamili Kak Liora!" teriak Tara, nadanya meninggi, emosi tak terbendung.

Dewa menggenggam kedua tangan Tara, perlahan menurunkannya dan mendudukkan Tara kembali di tepi ranjang.

"Liora hamil dengan pria lain," ucap Dewa, tenang tapi dalam.

Tara tercekat. Pria lain? Kilasan akad pagi tadi menyeruak di kepalanya—Liora datang menggandeng pria lain, bahkan sempat menghina Dewa di depan umum.

Tapi tidak... semua ini masih terasa janggal. Kenapa Dewa tetap memilih menikahinya? Ada yang belum terungkap.

"Tapi Kak Dewa juga gak seharusnya menikahiku... seolah-olah aku benar-benar hamil," protes Tara, matanya memohon jawaban.

"Anggap saja begitu," sahut Dewa, sambil mengedipkan sebelah matanya.

Kening Tara berkerut. Jawaban itu bukan yang ia cari. Ia kembali mencoba mengingat malam itu, dimana pagi harinya ia terbangun dalam satu ranjang dengan Dewa.

Manik matanya membulat, membayangkan kemungkinan yang mengerikan. Jangan-jangan... malam itu...

"Ahhh... gak mungkin!"

Tara spontan melempar bantal ke arah wajah Dewa. Tangannya menutup wajah, wajahnya memerah karena malu, marah, dan membayangkan bagaimana Dewa melecehkannya.

"Berarti malam itu... Kak Dewa udah melakukan hal negatif padaku," gumam Tara, suaranya pelan, tapi cukup jelas.

"Heh! Jangan berpikir macam-macam. Aku bahkan gak tahu kalau kamu ada di kamarku. Malam itu aku mabuk berat... setelah lihat kakakmu bermesraan dengan pria lain," jawab Dewa, nadanya datar tapi serius.

"Aku malah yang harus tanya, kenapa kamu ada di kamarku? Dan foto itu, siapa yang memotretnya?" tanya Dewa, kini balik menatap Tara dalam-dalam.

Tara terdiam. Kepalanya berat. Ia berusaha keras mengingat, tapi hanya potongan-potongan samar yang muncul. Ia ingat tiba di rumah Dewa, masuk ke kamar, lalu... gelap. Setelah itu, ia terbangun di ranjang bersama Dewa.

Keheningan menyelimuti ruangan. Lalu tiba-tiba—

Tok tok tok...

Ketukan pintu menggema. Dewa segera bangkit dan membukanya. Di luar, Oma berdiri dengan wajah panik, mata berkaca-kaca, suara tercekat.

"Ada apa, Oma? Kenapa wajah Oma kelihatan panik?" tanya Dewa cepat.

"Kita harus segera ke rumah sakit... Ayahmu... Ayahmu kena serangan jantung," suara Oma pecah, panik dan gugup bercampur jadi satu.

Dewa tersentak, meski hubungannya dengan sang ayah tidak berjalan dengan baik, namun kabar itu cukup membuatnya terkejut.

Pandangannya kosong, sementara Tara, ia ikut terkejut mendengar kabar mendadak itu.

"Cepat ganti bajumu, kita ke rumah sakit sekarang," titah Dewa pada Tara.

Tara mengangguk cepat ia lantas bersiap-siap, Dewa melepas jas hitamnya ia lalu lebih dulu keluar bersama Oma.

Pria pengawal yang setia menemani Dewa ikut bersiap memanaskan mesin mobil, namun Dewa mencegahnya untuk ikut, karena Dewa ingin mengendarai sendiri mobilnya.

"Oma tetap di sini, biar aku dan Tara yang ke rumah sakit," kata Dewa pada sang Oma.

"Kabari Oma mengenai kondisi ayahmu," ucap Oma, wajahnya masih nampak panik, matanya tak lepas dari cucunya.

Begitu Tara selesai mengganti pakaiannya, ia langsung masuk ke dalam mobil bersama Dewa.

Mobil itu melaju cepat, berpacu dengan waktu. Wajah Dewa tegang, membatu tanpa ekspresi. Di sampingnya, Tara menggenggam erat sabuk pengaman, ketakutan mulai merayap di dadanya karena kecepatan yang Dewa tempuh.

"Pelan-pelan bisa kan?" tanya Tara lirih, mencoba menahan gemetar dalam suaranya.

Namun Dewa tetap menatap lurus ke depan, tak menghiraukannya. Kakinya menekan pedal gas semakin dalam. Tara akhirnya memejamkan mata, berharap perjalanan ini segera berakhir.

Sesekali ia melirik ke arah Dewa. Tara bisa merasakan kekhawatiran dan kecemasan yang membalut pria itu, nyaris menyesakkan. Namun bukan berarti Dewa harus memacu mobil secepat itu.

Mobil itu akhirnya berhenti tepat di depan rumah sakit. Dewa segera membuka pintu dan turun tergesa. Tara, yang belum sempat menenangkan dirinya, kewalahan mengikuti langkah kaki Dewa yang panjang dan terburu-buru.

"Kalau jalan selalu cepat, kapan dia bisa bersikap sedikit santai?" gumamnya pelan, separuh mengeluh, separuh menahan lelah.

Dewa langsung bertanya kepada petugas rumah sakit. Tak lama, dua perawat datang mengantarnya, diikuti Tara yang masih tertinggal di belakang.

"Panggil Dokter Dirgantara, pasien kritis," seru seorang perawat yang keluar dari ruang Unit Gawat Darurat.

Salah satu perawat segera bergegas memanggil dokter. Sementara itu, Dewa yang tak sabar mencoba masuk ke dalam ruangan, tapi langkahnya langsung tertahan oleh lengan seorang perawat.

"Maaf, Tuan. Silakan tunggu di luar. Pasien sedang dalam penanganan," ucap perawat itu tegas namun tetap sopan.

Tara segera menghampiri Dewa. Tanpa banyak kata, ia mengusap punggung Dewa, mencoba menyalurkan sedikit kekuatan melalui sentuhan. Tak lama, seorang dokter datang dengan langkah cepat menuju ruang perawatan.

"Dokter, tolong selamatkan ayah saya," pinta Dewa penuh harap, suaranya bergetar.

Dokter hanya mengangguk pelan, memberikan senyum menenangkan sebelum masuk ke dalam ruangan. Dewa meremas kepalanya, menunduk dalam kegelisahan yang tak terbendung.

"Ayah Kak Dewa pasti akan baik-baik saja," ucap Tara lembut.

Dewa menatap wajah Tara sekilas. Di balik kepanikannya, muncul kesadaran—betapa selama ini ia menjauh, dingin, bahkan membenci ayahnya. Ada sesuatu dalam hubungan mereka yang belum sempat diselesaikan.

Tiba-tiba seorang perawat keluar dan berkata, "Apakah ada yang bernama Dewa? Pasien sejak tadi memanggil nama itu."

Tanpa berkata apa pun, Dewa segera melangkah masuk, tangannya spontan menarik Tara ikut bersamanya.

Begitu berada di dalam, suasana begitu hening dan menyesakkan. Kondisi ayah Dewa terlihat sangat parah. Tubuhnya lemah, wajahnya pucat. Ia memberi isyarat agar Dewa duduk di kursi di samping ranjang.

Tangannya yang nyaris tak bertenaga menggenggam tangan Dewa. Genggaman yang terasa seperti yang terakhir.

"Dewa... Ayah sudah sampai pada waktunya. Ayah minta... gantikan posisi Ayah untuk memimpin perusahaan," bisik sang Ayah, suaranya pelan hampir tak terdengar.

"Ayah tahu kamu sangat tidak tertarik dengan dunia bisnis... tapi ini permintaan terakhir Ayah," lanjutnya, memejamkan mata sejenak seperti menahan rasa sakit.

Dewa mendengarkan dalam diam. Ia menggeleng berulang kali, berharap itu semua hanya mimpi buruk yang akan segera berlalu.

Lalu, sang Ayah menoleh ke arah Tara. Senyum tipis terbit di wajah pucatnya, seolah ia baru saja melihat cahaya yang menenangkan.

"Kamu pasti istrinya Dewa? Oma sudah cerita semuanya... Kamu cantik sekali, Nak. Tetap temani Dewa, ya..." katanya seraya menggenggam tangan Tara.

Tara tersenyum lirih, menahan air mata yang hampir jatuh. Sementara Dewa masih menunduk, tak kuasa menatap wajah ayahnya yang semakin pucat dan rapuh.

Namun tiba-tiba, garis di monitor jantung berubah menjadi datar. Suara mesin menggema tajam.

Ayah Dewa telah menghembuskan napas terakhirnya.

"Ayah..."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 65

    Tara dan Dewa baru saja tiba di rumah. Belum sempat Tara turun, dari balik kaca mobil, ia melihat Mang Diman berlari tergesa-gesa menuju dalam rumah. Raut wajahnya tampak panik. Seketika Tara membuka pintu dan melompat turun, diikuti Dewa dari sisi lain."Mang Diman... Tunggu! Ada apa?" teriak Tara sambil berlari mengejar Mang Diman.Mang Diman menghentikan langkahnya, menoleh dengan napas memburu. Ia berusaha menenangkan diri sebelum akhirnya bersuara."Itu... Non Liora sejak tadi dipanggil nggak nyaut-nyaut. Pintu kamarnya dikunci dari dalam, kunci cadangannya juga nggak ada. Tuan Danu minta pintunya didobrak," ujarnya terbata.Tara terpaku, matanya menoleh cepat ke arah Dewa, penuh tanya dan cemas. Mang Diman kembali berlari ke dalam rumah, menuju kamar Liora."Apa yang terjadi sama Kak Liora? Aku takut..." gumam Tara pelan.Dewa menggenggam lengan Tara, menenangkan. "Semoga nggak ada hal buruk... Ayo, kita masuk sekarang."Tanpa buang waktu, keduanya bergegas masuk dan menaiki tan

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 64

    Liora kini sudah berada di dalam mobil bersama Adit, pengawal setia Dewa. Di dalam kabin yang sunyi itu, Liora terus menangis terisak. Air matanya tak henti mengalir, membasahi pipi yang pucat. Ia merasa tubuhnya kotor, ternoda, setelah disentuh oleh Samuel.Namun, ada yang terus mengganjal di benak Adit. Pandangannya sesekali melirik ke arah perut Liora yang tampak menonjol. Ia menyadari sesuatu yang tak biasa, Liora lupa mengenakan korset dan jaket bombernya seperti biasanya.“Nona, maaf jika saya lancang… apakah Nona sedang hamil?” tanya Adit dengan suara hati-hati, nyaris seperti bisikan.Liora tersentak. Manik matanya langsung menunduk, menatap perutnya sendiri. Ia terdiam. Nafasnya tercekat, menyadari kelalaiannya.Ia menarik napas panjang, kasar, mencoba menguasai kegelisahan yang mendadak menyeruak. Percuma mengelak. Perutnya kini sudah terlalu jelas untuk disembunyikan.“Sebenarnya… aku hamil delapan bulan,” ucap Liora lirih, matanya masih sembab. “Tapi aku mohon, jangan kata

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 63

    "Pak Dewa?”Suara Yasmin menyentak kesadaran Dewa. Ia tak menduga akan bertemu dengan Yasmin di sini. Sekilas, Dewa melirik Adit, bingung harus berkata apa. Bibirnya sempat terbuka, namun tak ada kata yang keluar.“Pak Dewa tinggal di apartemen ini juga?” tanya Yasmin, matanya memandang heran.“Oh, nggak… aku cuma sedang mencari seseorang di sini,” jawab Dewa cepat, suaranya terdengar ragu dan sedikit terbata.“Seseorang? Siapa kira-kira? Barangkali orang yang Pak Dewa cari itu malah tetangga sebelah apartemenku,” sahut Yasmin, nada suaranya ramah, namun menyiratkan rasa penasaran yang tak bisa disembunyikan.Dewa terdiam. Ia seperti terjebak di antara dua jurang. Kalau ia mengatakan yang sebenarnya, Yasmin pasti akan terkejut. Tapi kalau ia menyembunyikannya pun, Yasmin tetap akan tahu. Padahal ia datang ke sini hanya untuk satu tujuan, membawa Liora pulang demi Tara. Tapi sekarang, semuanya menjadi lebih rumit.“Sebenarnya… aku mencari Samuel,” ucap Dewa akhirnya, memilih untuk juju

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Ban 62

    "Kak... apa Kak Liora akan baik-baik aja, kenapa aku merasa khawatir Kak Liora bersama Samuel," ujar Tara.Dewa melepas jasnya, lalu duduk disamping Tara, mengusap lengan Tara, memberinya ketenangan agar Tara tidak berlebihan mencemaskan Liora."Aku yakin, Liora pasti akan baik-baik saja, Samuel nggak akan berani menyakiti Liora apalagi Liora sedang mengandung anaknya," ujar Dewa."Kalau kamu masih belum tenang, aku akan suruh Adit untuk memantau Liora," sambung Dewa.Tara mengangguk pelan, Dewa lantas mengetikan pesan pada nomor Adit untuk mengawasi Liora, di apartemen Samuel. Saat mendapat balasan pesan dari Adit, Dewa memperlihatkan layar ponselnya. Seketika itu juga Tara bisa bernafas lega."Makasih Kak Dewa," ujar Tara seraya menyandarkan kepala di pundak Dewa."Jangan memancingku, ini masih sore," ujar Dewa dengan mata genitnya.Tara beranjak dan bergeser sedikit menjauh dari Dewa, "Kak Dewa apaan sih..." ujar Tara wajahnya seketika memerah."Ayo kita bikin baby?" ujar Dewa ser

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 61

    "Kak Liora, udah sampai di depan mini market, silakan turun," ujar Tara sambil menoleh ke belakang.Liora hanya terdiam. Pandangannya kosong, pikirannya sibuk meramu alasan lain, apapun, asalkan bisa terus berada di dekat Dewa. Waktunya tak banyak, tapi hatinya menolak berpisah sekarang.Tara dan Dewa mulai gelisah. Kekesalan mereka perlahan berubah menjadi amarah, melihat Liora masih enggan keluar dari mobil."Kenapa bengong? Cepat keluar, jangan buang-buang waktu kami," bentak Dewa, nadanya meninggi, tak bisa lagi menyembunyikan emosi."Ah ini... kayanya aku lupa bawa dompet," gumam Liora pelan, nyaris tak terdengar.Dewa menggeram. Tangan kirinya menghantam stir keras-keras, membuat suara dentuman menggema dalam kabin mobil. Wajahnya memerah, rahangnya mengeras. Tara pun ikut naik pitam, merasa waktunya sengaja dihabiskan untuk hal yang tak perlu."Kak Liora gimana sih? Masa kita harus balik lagi ke rumah," sungut Tara, nada suaranya tak kalah kesal."Dewa... aku pinjam dulu uangmu

  • Terpaksa Menikahi Pacar Kakak   Bab 60

    Dewa?” ujar Danu, terdengar sedikit terkejut.Dewa menunduk, lalu mencium punggung tangan ayah mertuanya. Sebuah senyum canggung tergurat di sudut bibirnya. Ada rasa segan, juga malu, yang jelas tergambar dari sorot matanya saat berhadapan dengan ayah Tara.“Ayah… aku kemari ingin menjemput Tara,” ucap Dewa dengan nada lirih.Danu menghela napas panjang. Ia menepuk lembut pundak Dewa, lalu memberi isyarat untuk masuk ke dalam rumah. Danu tahu, sesuatu tengah terjadi di antara Dewa dan Tara. Namun, sejak kesalahpahaman terakhir dengan Tara, Danu tak ingin lagi terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangga putrinya. Ia belajar untuk bersikap lebih bijak, lebih menjaga jarak, tanpa mengabaikan.“Duduklah dulu. Kita minum teh atau kopi sebentar,” ujar Danu, menawarkan dengan nada tenang.Dewa tak bisa menolak. Ia hanya mengangguk kecil, menyambut tawaran itu dengan senyum yang tampak kaku. Mereka lalu duduk berdua di ruang tamu, dalam suasana yang sedikit kikuk.Dari lantai atas, Tara mempe

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status