"Kamu ngedumel hah? Nggak ikhlas melayani suami?" Bryan membuka matanya kembali.
Deg!"Ah, eng-enggak, Mas, bukan nggak ikhlas. Aku ikhlas kok, cuma heran aja sama sikap kamu, kenapa nggak langsung bilang aja dengan baik-baik gitu!" ucap Maya sedikit takut jika Bryan tetap marah.Bryan merubah posisinya menjadi duduk. Perlahan ia mendekatkan wajahnya pada Maya. Melihat Maya dari atas hingga bawah. Seperti sedang mencari sesuatu di sana."Yah, aku rasa memang pantas jika kamu banyak disukai lelaki. Pasti tarifnya mahal kan?" Bryan memegang tangan Maya lalu menatap Maya dengan intens.Ucapan Bryan benar-benar menyakiti hati Maya kali ini. Setelah memaksa dirinya untuk melakukan pekerjaan yang perintahkan oleh Bryan lalu ia masih dituduh untuk hal yang tidak pernah ia lakukan."Lepas! Dengarkan ini baik-baik ya, Mas! Aku bukan perempuan murahan! Aku juga tidak pernah melayani laki-laki manapun seperti yang kamu tuduhkan itu! Aku tidak pernah menjual diri pada siapa pun! Kamu mengerti!" Setelah puas mengucapkan kalimat-kalimat yang beberapa hari terpendam dan menyesakkan itu, Maya pun bangkit untuk turun dari ranjang.Tangisnya pecah, Maya memilih untuk kembali ke tempat asalnya.Bryan terdiam, ada rasa penyesalan karena telah mengucapkan kalimat itu pada Maya."Memang apa buktinya kalo kamu bukan perempuan kaya gitu? Jangan cuma gara-gara kamu menangis terus kamu kira aku percaya gitu aja sama kamu ya!" timpal Bryan masih tak percaya dengan ucapan Maya."Apa? Kamu mau bukti apa, Mas? Apa kamu mau memeriksanya sendiri? Silakan kalo kamu mau periksa! Mau tes keperawanan, ayo ke dokter! Atau kamu mau memeriksanya sendiri dengan cara melakukan hubungan suami istri? Mau yang mana? Ayo kita lakukan!" tantang Maya pada Bryan."Mau kamu masih perawan atau nggak aku juga nggak peduli sama sekali. Nggak akan ngaruh apa pun buat aku. Karena kenyataannya, aku nggak akan bisa menerima kamu sebagai istri!" tegas Bryan."Bener-bener keterlaluan kamu, Mas!" Maya benar-benar telah kehabisan rasa sabar.Maya mengusap air matanya lalu bangkit dan pergi dari kamar itu.BRAK! Maya keluar dengan membanting pintu kamar itu.Bryan hanya melihat aksi Maya tanpa berusaha menahannya untuk pergi."Apa aku keterlaluan padanya? Akh, masa bodo! Itu hanya senjata agar aku percaya padanya. Aku tahu persis perempuan macam dia itu seperti apa?!"Bryan tak peduli dengan Maya yang menangis dan pergi dari kamarnya. Ia memilih memejamkan matanya hingga benar-benar tertidur pulas.Sedangkan Maya, ia kini berada di ruang tamu. Ia duduk dengan kaki yang ia naikkan ke kursi. Ia memeluk tubuhnya sendiri, meluapkan tangis dan emosinya di sana."Ayah, aku tidak ingin hidup seperti ini!"***Pagi hari."Loh, Maya kok tidur di sini?"Kebetulan hari ini adalah wekend. Papa Putra yang berniat untuk lari pagi itu, langkahnya terhenti karena melihat sosok perempuan yang tengah berbaring di kursi ruang tamu. Dan perempuan itu adalah Maya, sang menantu."Maya, bangun, Nak! Kenapa kamu tidur di sini? Maya!" Papa Putra berusaha membangunkan Maya."Eum, Pa-Papa?" Maya kaget saat bangun lalu melihat Papa Putra."Iya, kamu kenapa tidur di sini?" tanya Papa Putra lagi."Em, aku semalam haus, Pa, terus aku ke dapur untuk minum, pas aku mau balik kok rasanya ngantuk banget jadi aku tidur di sini deh!" jawab Maya memberi alasan."Benarkah seperti itu?" tanya Papa Putra memastikan."Iya, Pa, beneran kok, hehe. Ya udah, aku pamit kembali ke kamar dulu ya, Pa!" pamit Maya."Iya,"Maya kembali ke kamar. Sebenarnya ada rasa malas karena harus bertemu dengan suaminya, Bryan."Habis dari mana kamu semalaman?" cerca Bryan saat melihat Maya kembali ke kamar."Bukan urusan kamu, Mas!" ketus Maya."Kenapa ketus begitu? Aku ini suami kamu, jadi kamu harus menghormati aku!" balas Bryan dengan ketus juga."Oh ya? Baru mengakui kalo kamu itu suami aku? Kemarin-kemarin, Mas kemana aja? Tidur?" sindir Maya lalu meninggalkan Bryan seorang diri."Kok semakin ngelunjak sih kamu sama suami? Siapa yang ngajarin kaya gitu hah?" Bryan merasa Maya benar-benar berubah hanya dengan waktu semalam."Apa? Bukannya selama ini kamu berpikir jika aku ini orang yang tidak baik. Hanya mengincar harta keluarga kamu saja kan? Terus kalo sikap aku kaya gini kenapa? Bukannya memang aku bukan istri yang diinginkan? Jadi buat apa aku harus baik, sopan dan menghargai kamu? Bukannya ini yang selama ini kamu tuduhkan sama aku?" cerca Maya.Bryan membuang napas kasar lalu menatap Maya serius."Iya, aku salah semalam! Aku minta maaf!" ucap Bryan.Hah? Maya tercengang bahkan tak sadar jika mulutnya telah menganga sempurna. Saking kagetnya, jika Bryan bisa meminta maaf padanya.CUP!Bryan mengecup bibir Maya. Menurutnya, Maya begitu lucu saat berekspresi kaget seperti tadi."Eh, a-apa? Ci-ciuman?" Maya langsung menutup mulutnya dengan tangan."Kenapa? Nggak dosa kali kalo aku cium kamu, udah sah juga!" ketus Bryan."Em, Mas emang nggak bau?" tanya Maya lirih."Maksudnya? Bau apa?""Maya kan baru bangun, jadi Maya belum sikat gigi, Mas! Ah, Maya malu!" Maya langsung lari meninggalkan Bryan menuju kamar mandi."Pft, ada-ada aja. Tapi kok, dia bisa lucu gitu sih? Ikh, apaan? Sadar, Bryan sadar!"***Di ruang makan."Bryan, sekarang kan wekend ya?" cetus mama Indah."Hem, terus kenapa kalo wekend, Ma? Mama mau ajak Bryan jalan-jalan emang?" sahut Bryan."Ish, bukan mama lah tapi Maya, istri kamu!""Hem, emang Maya mau jalan-jalan? Anaknya aja nggak bilang apa-apa kok, Mama yang repot sih!" gerutu Bryan."Aih, kenapa kamu jadi suami nggak peka banget sih? Udah nggak peka, nggak romantis lagi! Sebel mama jadinya!" omel mama Indah."Kenapa jadi Bryan sih? Ya udah, sekarang maunya gimana? Maya mau jalan kemana?""Em, aku nggak mau jalan-jalan kok, Mas!" jawab Maya."Ikh, Maya kok gitu jawabnya? Kalian ini ya, nggak romantis banget! Contoh dong mama sama papa! Walaupun udah tua tapi masih romantis gini!" celetuk papa Putra ikut menimbrung."Memang mereka! Ya udah, Bryan temenin Maya belanja deh! Kan Maya belum sempat belanja dari kemarin-kemarin!" usul mama Indah."Hem, terserah, Mama aja lah!" pasrah Bryan."Maya juga ikut aja, terserah, Mas Bryan mau atau nggak?" imbuh Maya."Harus mau lah! Pokoknya nanti kita pergi bersama-sama ya? Sekalian beli buah juga, buat jengukin ayah kamu, Maya!" ucap papa Putra."Nah, mama setuju itu, Pa!" celetuk mama Indah."A-ayah? Maksudnya apa, Pa, Ma?"Bersambung...Selamat membaca dan ikuti terus kisahnya ya.New chapter=>Terima kasih."Udah selesai belum, sayang?" tanya Bryan pada Maya. Maya menghela nafas lalu menghampiri Bryan. "Sudah kok," Maya tersenyum manis pada Bryan. "Ya ampun cantiknya, istri aku ini. Mau kemana sih?" goda Bryan. "Kan mau kencan sama ayang, hehe!" "Gemasnya! Ayo jalan!" Bryan menggandeng tangan Maya lalu mereka berjalan beriringan. Mama Indah dan Papa Putra tak henti-hentinya menatap pasangan yang lagi dilanda asmara itu. Sudah pasti mereka sangat terkejut melihat mereka berdua terlihat begitu mesra. Bryan dengan gagahnya menggandeng tangan Maya yang begitu cantik pagi ini. "Ma, Papa nggak salah lihat kan?" bisik papa Putra pada mama Indah dengan mata yang terus tertuju ke arah Bryan dan Maya. "Mama kira, Mama yang udah rabun, Pa. Ternyata, Papa juga melihat pemandangan itu?" sahut mama Indah lirih. "Memangnya, Mama sedang lihat apa?" tanya Papa Putra memastikan. "Lihat Pangeran dan Putri lagi jalan menuju kita. Oh tidak! Maksudnya, Bryan dan Maya yang begitu mesra, Pa!" jawab Ma
"Ada apa ya? Tiba-tiba perasaan ku tidak enak begini. Tiba-tiba juga langsung teringat dengan Maya. Seharusnya jam segini aku sudah tertidur karena pengaruh dari obat. Tapi aku malah belum bisa memejamkan mata. Sebenarnya ada apa dengan Maya? Atau jangan-jangan Maya sedang..." "Auw," Tiba-tiba saja, dada ayah Doni terasa sedikit sesak. Entah apa yang tengah terjadi pada ayah Doni saat ini. Apakah penyakitnya kembuh kembali atau hanya sesak biasa. Yang jelas, perasaan ayah Doni kini sulit dijelaskan. Pikirannya terus menuju pada putri semata wayangnya, Maya. ***Esok hari. Hari ini seharusnya Maya tengah bahagia karena acara kencan pertamanya di malam minggu. Namun, acara yang mereka rencanakan harus gagal setelah kejadian yang diciptakan oleh Bryan. Maya yang biasanya bangun pagi dan penuh semangat untuk menyambut pagi hari, kini terlihat lesu. Terduduk di pinggiran ranjang dengan wajah ditekuk, mata sembab karena kebanyakan menangis semalam. Weekend ini sungguh, Maya benar-benar
PRANG!!! Bryan membanting ponselnya ke meja makan yang terbuat dari kaca. Karena benturan yang keras, membuat meja kaca itu melantar. Namun, suara keras itu muncul karena ponsel Bryan juga mengenai piring di meja itu. Piring itu pecah sehingga mengeluarkan suara dan itu membuat Maya memutuskan untuk kembali ke ruang makan. "Mas Bryan?!" pekik Maya. Bryan langsung menoleh ke Maya. Dilihatnya Maya tengah berdiri tak jauh darinya. Dengan satu tangan menutup mulutnya. Bryan masih tidak sadar bahwa dirinya tengah berdiri tegak sekarang. Sedangkan Maya sungguh masih tak percaya dengan pemandangan yang ada di depannya ini. Maya berpikir apakah ini semua mimpi atau memang Bryan yang sengaja membohongi dirinya. "Kamu udah sembuh, Mas?" tanya Maya sembari berjalan mendekat pada Bryan. "Ah, a-aku?" Bryan seketika melihat dirinya sendiri dan sadar bahwa dirinya tengah berdiri tegak. "Kamu bohong sama aku, Mas tentang kebenaran ini?" tanya Maya lagi. "A-aku bisa jelasin soal ini, May!" Bry
Suasana hening seketika, mereka kembali melakukan kegiatan makan malam. Namun tiba-tiba saja, "Ma, apa benar dulu Mama yang suruh Rania untuk pergi ninggalin Bryan?" "Hah?" Seketika mama Indah dan papa Putra terkaget. Bagaimana bisa Bryan tiba-tiba membahas soal Rania dan bertanya semacam itu pada mamanya. Dan bukan hanya mama Indah dan papa Putra saja yang kaget, Maya juga ikut kaget sekaligus bingung. Maya bingung, siapa itu Rania sebenarnya. Apa begitu penting bagi Bryan, atau jangan-jangan Rania itu adalah mantan kekasih Bryan yang gagal menikah dengannya itu. "Kamu apa-apa sih, Bryan? Kamu tiba-tiba nanya kaya gitu ke mama, seolah-olah kalo mama adalah penyebab bubarnya hubungan kalian berdua!" cerca Mama Indah tak habis pikir dengan Bryan. "Ya, Bryan emang penasaran soal itu, Ma!" "Lagian kamu kok keterlaluan sih, bahas masalah mantan alias masa lalu di depan istri kamu yang jelas-jelas masa depan kamu sekarang sampe nanti!" omel Papa Putra pada Bryan yang juga kesal kare
'Kamu harus pergi dari sini sekarang juga! Karena anak ku tidak membutuhkan kamu di sini!' Rania. "SHIT!!!" Bryan mengusap wajahnya kasar. "Apa maksud dari semua ini? Dia tiba-tiba saja muncul di kehidupan ku lagi setelah menghilang begitu saja dan dia malah berusaha menjelek-jelekkan mama di depan ku. Terus maksud dia kirim seperti tadi itu apa? Apa maksud dia, itu adalah suruhan dari mama untuk dia? Tapi aku nggak percaya kalo seperti itu! Argh, gila lama-lama kalo begini!"Bryan menghapus pesan dari Rania. Lalu dia menyuruh supir untuk pergi ke tempat penjualan ponsel. Bryan memang berniat untuk membelikan ponsel untuk istrinya, Maya.Maya memang tidak memiliki ponsel selama ini. Bryan sempat penasaran karena tidak pernah melihat Maya memegang atau main ponsel di mana pun. Akhirnya Bryan bertanya dan memang benar jika Maya tidak pernah membeli ponsel sebelumnya. Sejak kejadian itu, Bryan semakin merasa bersalah karena pada awal-awal pernikahan dia selalu menuduh Maya yang tidak-
Bryan dan Leon sontak melihat ke arah sumber suara. "Astaga!!!""Kenapa pada kaget begitu? Kaya lihat hantu saja!" "Lah memang kaya hantu, Tiba-tiba nongol setelah lama menghilang tanpa pamit tanpa kabar!" cibir Leon. "Hem, aku bisa jelaskan semuanya, Bryan!" "Aku nggak peduli apa pun tentang kamu!" tegas Bryan. "Sayang, aku mohon dengerin aku dulu ya! Plis, sayang!" "Enggak ada yang perlu dijelaskan lagi, dan enggak ada lagi ada panggilan sayang!" Bryan kembali menegaskan kalimat itu pada perempuan yang ada di depannya itu. "A-apa maksudnya? Aku calon istri kamu loh, Bryan! Emang apa salahnya dengan panggilan sayang itu? Bukankah sejak dulu kamu senang dengan panggilan itu? Ayo lah, plis jangan seperti ini aku mohon!" Perempuan itu kembali memohon pada Bryan. "Apa lagi sih? Kita sudah tidak terikat dengan hubungan itu lagi! Semenjak kamu pergi dan nggak datang di hari dimana pernikahan kita seharusnya berlangsung. Kemana kamu selama ini, hah?" pekik Bryan. "Aku bisa jelasin