Share

Sikap Yang Aneh

Terlalu fokus dengan foto Amisha, Anggara sampai tidak memperhatikan foto lain. Di mana ada foto Dito dan Raisya saat melangsungkan pernikahan mereka.

Anggara menyimpan ponselnya kembali saat melihat Amisha melajukan motornya. Dia bergegas mengikuti wanita itu hingga motor yang Amisha pakai berhenti di kampus. Amisha terlihat menuju toilet dan tidak berselang lama, wanita itu sudah berganti pakaian.

"Jadi kamu bekerja sebelum kuliah? Kenapa harus jadi pengantar pakaian? Bukankah kakakmu punya kafe?" Anggara bicara sendiri. Dia merasa ada yang salah.

Ponsel Anggara berdering. Terlihat sebuah pesan masuk ke aplikasi hijaunya. Tertulis nama Raisya di sana.

"Sayang, kamu di mana?" tulis Raisya.

"Kemarin kita gagal melakukannya. Apa kamu mau mencobanya lagi?" Kembali Raisya mengirimkan pesan.

"Aku tunggu di tempat biasa." Pesan terakhir yang Raisya kirimkan.

Anggara hanya membacanya saja, enggan untuk membalasnya. Dia ingin sedikit menjauh dari wanita itu. Entah mengapa, Raisya tidak lagi membuat Anggara tertarik. Kemarin saja dia kehilangan gairah untuk melakukan yang biasa mereka lakukan jika bertemu.

Dalam kondisi Raisya tidak berpakaian pun, kemarin Anggara sama sekali tidak tergoda. Bentuk tubuh wanita itu yang sangat sempurna, kini tidak lagi membuat Anggara tertarik. Dia merasa, sesuatu sudah terjadi padanya.

Dari pada menemui wanita itu, Anggara memutuskan untuk pergi ke kantor dan bekerja. Perusahaan tempatnya bekerja sudah berkali-kali menelponnya. Dia jarang sekali masuk kantor akhir-akhir ini.

Di kantor tempatnya bekerja, Anggara disambut hangat seorang wanita cantik. Dia adalah Angel, sekretarisnya. Bukan hanya dengan Raisya saja, Anggara juga terlibat hubungan dengan Angel. Seorang wanita keturunan Jawa–Belanda.

"Sayang, kamu ke mana saja? Kenapa pesanku selalu kamu abaikan?" Angel bergelayut manja di tangan Anggara.

"Jaga sikap kamu, Angel! Ini di kantor. Kamu mau kita dipecat?" Anggara melepaskan tangan Angel dan meninggalkan wanita itu di depan ruangannya.

"Kamu gak merindukan aku?" Angel mengikuti Anggara masuk. Kini wanita itu memeluk Anggara dari belakang.

"Apa kamu mau melakukannya sekarang?" Angel mengedipkan matanya, menggoda Anggara.

Untuk sesaat, Anggara tergoda. Dia mencium wanita itu dengan buas, tetapi tidak lama. Anggara melepaskan ciumannya. Tiba-tiba dia mengingat ciumannya pada Amisha.

"Kenapa, Sayang? Kok, udah?" rengek Angel. Dia masih ingin menikmati kebuasan pria itu.

"Pergilah! Aku banyak pekerjaan!" Anggara mengusir Angel. Wanita itu hanya diam, menatap Anggara penuh heran.

Tahu bagaimana karakter pria itu, Angel memilih pergi. Dia tidak mau memancing amarahnya. Wajah Anggara tidak sedang bersahabat. Dia pernah merasakan bagaimana amarah pria itu. Menakutkan.

"Sial! Sial! Sial! Kenapa aku harus mengingatnya?" Anggara mengumpat saat wajah Amisha tiba-tiba terbayang.

"Dia memang cantik dan menggemaskan, tapi wanita itu bukan seleraku. Badannya kecil, tidak berisi. Dadanya? Kecil sekali. Aku harus melupakan wanita itu. Dia tidak akan bisa memuaskan nafsuku." Pikiran pria itu sudah jauh melangkah.

Sementara di kampus, Salman memaksa Amisha untuk bicara berdua. Lastri memutuskan untuk memberi mereka waktu. Terlalu banyak hal yang harus mereka bicarakan.

"Sha, kamu kenapa? Bibir kamu lecet gitu? Apa ada yang sudah nyakitin kamu?" Salman terkejut saat melihat bibir wanita itu yang memerah dan lecet. Dia ingin mengabaikannya, tetapi cinta di hatinya masih sangat besar.

"Aku gak papa. Aku cuma salah makan dan alergi. Nanti juga membaik," ucap Amisha berbohong.

Salman terdiam. Dia tahu Amisha tidak punya penyakit alergi makanan. Bukan satu atau dua bulan saja mereka saling mengenal, Salman sudah tahu semua hal tentang wanita itu.

Amisha pergi. Dia harus segera masuk supaya tidak terlambat lagi. Apalagi mengingat ada tugas yang belum dikerjakan.

"Nih, tugas kamu. Lain kali jangan terlalu sibuk kerja." Lastri mengeluarkan bukunya. Dia sudah mengerjakan tugas milik Amisha.

"Ah, baik banget kamu. Makasih." Amisha langsung meraih buku itu dan memeluknya. Apa yang Lastri lakukan sangat membantu. Entah apa jadinya nanti kalau dia tidak mengumpulkan tugas.

"Bu Sari sudah cerita, kemarin kamu ke tempat laundry, 'kan? Maaf, kemarin aku ada urusan penting. Jadi gak sempat masuk kuliah," jelas Amisha dengan rasa menyesal. Lastri mengangguk paham. Dia tidak bertanya lebih jauh.

Menjelang sore, Amisha baru bisa kembali dari kampus. Sebelumnya dia mengembalikan dulu motor milik Bu Sari. Dia memutuskan untuk pulang naik angkutan umum.

Meskipun terbiasa naik kendaraan mewah, Amisha tidak mengeluh saat dia kini hanya bisa menggunakan angkutan umum. Dia akan belajar mandiri dan memulainya dari awal. Kehidupan kakaknya dulu sangat menginspirasi. Dulu Dito cuma pegawai biasa. Naik turun angkutan umum supaya bisa cepat sampai ke tempatnya bekerja. Kehidupan mereka dulu sangat sulit. Hidup berdua tanpa harta yang dimiliki. Perjuangan Dito mampu membawa mereka pada kesuksesan. Rumah bak istana juga kendaraan mewah kini mereka miliki. Belum lagi kafe dengan lima anak cabang yang terpencar dibeberapa kota.

"Baru pulang?" sapa Anggara lembut. Amisha sampai tidak percaya kalau pria yang ada di depannya adalah Anggara. Bukan tanpa sebab Amisha seperti itu, Anggara tiba-tiba bersikap manis dan lembut.

"Mandi dulu. Nanti kita makan bareng." Amisha urung melangkahkan kakinya. Dia merasa telinganya bermasalah.

"Ayo, cepat mandi! Sebentar lagi masakannya matang."

Amisha memilih ke kamarnya. Dia tidak mau gila karena perubahan sikap Anggara yang tiba-tiba. Membersihkan badan adalah hal pertama yang akan Amisha lakukan.

Hampir satu jam Anggara menunggu Amisha. Wanita itu tidak juga menghampiri. Anggara beranjak hendak melihat wanita itu.

"Hei! Aku sudah menunggumu. Ngapain kamu malah duduk di sini?" Amisha terlihat sedang duduk di lantai. Matanya fokus pada novel yang tengah dibacanya.

"Menunggu? Untuk menghinaku lagi?" Amisha bicara dengan wajah jutek. Dia kini berdiri di hadapan pria itu.

"Aku sudah masak untuk kita. Ayo, makan!" Anggara menarik tangan Amisha, tetapi wanita itu menepisnya.

"Jangan pernah menyentuhku!" Anggara kaget dengan sikap Amisha. Dia sudah berusaha bersikap baik, tetapi mendapat balasan seperti itu.

"Makan saja sendiri. Aku gak mau makan satu meja dengan orang yang menjijikan seperti kamu!" Amisha mendorong dada Anggara hingga mundur beberapa langkah.

"Lagian aku udah makan." Amisha berlalu. Dia enggan meladeni pria itu.

"Kapan kamu makan? Apa yang kamu makan?" Anggara celingukan, melihat ke dalam kamar Amisha. Hanya ada plastik bungkus roti.

"Apa pedulimu? Mau apa pun yang kumakan, itu bukan urusanmu!" Amisha menatap Anggara dengan tatapan penuh amarah. Dia masih kesal dengan pria itu yang sudah mencuri first kiss-nya.

"Setidaknya hargai usahaku! Aku udah capek-capek masak buat kamu!" Anggara masih bertahan di tempatnya berdiri. Dia terus berteriak dan sedikit memaksa Amisha.

"Siapa yang nyuruh kamu masak? Bukannya kamu sendiri yang melarangku makan makanan yang ada di sini? Lagian aku gak sudi makan makanan yang kamu buat!" Amisha memilih pergi. Dia meninggalkan apartemen dengan hati kesal.

Mungkin keputusannya salah menikah dengan Anggara, tetapi semua sudah terjadi. Dia hanya akan membuat hubungan kakak iparnya dengan pria itu berakhir, baru dia akan mengakhiri pernikahannya dan pergi jauh.

Awalnya memang dia ingin menjaga pernikahan kakaknya supaya baik-baik saja, tetapi setelah tahu bagaimana sepak terjang kakak iparnya, Amisha jadi ingin membuat pelajaran pada Raisya. Membuat hubungan mereka putus dan pernikahan Raisya dan kakaknya berakhir.

Amisha begitu menyayangi sosok Raisya. Dia pikir kakak iparnya itu baik dan tulus menyayangi dirinya dan kakaknya. Nyatanya, dia dengan tega berselingkuh dengan pria lain bahkan sudah sampai urusan ranjang juga.

"Akan kubuat kalian menyesali semuanya," gumam Amisha. Kini wanita itu sedang duduk di taman dekat apartemen. Tempat itu kini menjadi tempat yang nyaman untuk sekedar Amisha menenangkan diri. Tempatnya tenang dan bersih.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status