แชร์

74. Satu tujuan

ผู้เขียน: Banyu Biru
last update ปรับปรุงล่าสุด: 2025-08-21 19:35:59

Pov Fatih

"Fatih!"

Langkahku terhenti. Tanganku batal membuka pintu mobil. Dari arah pintu utama gerbang, turun seorang wanita berpakaian formal dengan map tebal di tangan. Langkahnya tampak tergesa-gesa.

“Elinda?” aku menyipitkan mata. Sekretaris pribadiku itu memang selalu tepat waktu, tapi kali ini… ia terlalu tepat.

“Fatih, kita ada meeting hari ini. Seminggu ke depan jadwal kamu juga full!" Suaranya datar, profesional, tapi aku bisa menangkap kegugupan yang disembunyikannya.

Elinda membuang nafas perlahan. “Agenda kita seminggu ke depan terlalu padat, Fatih. Dan untuk hari ini, kita ada pertemuan penting dengan perusahaan Cipta Karya yang bergerak di bidang hiburan. Ingat kan? Direksi sudah menunggu hari ini di ruang rapat. Kamu tidak bisa pergi begitu saja.”

Aku terkekeh lirih, menyandarkan tubuhku ke pintu mobil. Tatapanku menusuk wajahnya. “Cipta Karya, hm?”

Elinda mengangguk cepat. “Benar!" Elinda membuang muka.

Senyum sinis perlahan terukir di bibirku. Ak
อ่านหนังสือเล่มนี้ต่อได้ฟรี
สแกนรหัสเพื่อดาวน์โหลดแอป
บทที่ถูกล็อก

บทล่าสุด

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   102. Hari Berdiri demi Cinta

    Hari yang tak pernah kubayangkan akhirnya tiba. Hanya dua puluh empat jam sejak keluarga besar berkumpul, kini aku harus berdiri tegak menghadapi dunia yang sama sekali asing bagiku yaitu dunia bisnis, dunia kekuasaan, dunia yang selama ini hanya kutahu dari kejauhan. Dunia yang berbeda dengan yang kumampu. Pagi ini, aku mulai menapakkan kaki untuk yang pertama kalinya di gedung pusat Al Fath yang tampak megah. Bendera perusahaan berkibar setengah tiang, tanda duka yang masih menyelimuti keluarga besar dan seluruh karyawan. Namun, di balik kesedihan itu, roda kehidupan tetap harus berputar. Aku melangkah masuk ke lobi gedung dengan jantung yang berdentum tak karuan. Tante Arini menggandeng tanganku, seolah takut aku akan berbalik arah dan berlari meninggalkannya. Di belakangku, Kakek Pranata berjalan pelan namun penuh wibawa, tongkat kayu di tangannya menimbulkan suara ketukan yang mantap di lantai marmer. Pak Ibrahim berjalan di sisi Bayu yang ikut serta, menatapku dengan senyum

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   101. Aku harus menggantikannya

    Jarak sepuluh jam dari kampung halaman hingga Jakarta benar-benar terasa lama dan menyiksa. Perasaan yang kosong dan kenyataan yang memaksaku menerima semuanya, menambah tubuhku semakin terasa lelah. Hingga aku kembali ke rumah milik Kakek Pranata. Kini. rumah ini menyambutku dengan keheningan yang sepi. Aku berjalan pelan menyusui ruangan demi ruangan yang megah tapi terasa dingin. Setiap sudutnya seakan menyimpan bayangan sosoknya. Laki-laki yang telah menjebakku agar masuk dalam hidupnya. Kubiarkan tangan Tante Arini yang menuntunku untuk langsung masuk menuju ruang kerja Kakek Pranata si lantai dua. Di sana, Kakek sudah menunggu di belakang meja kerjanya yang besar, dan di sofa, duduk Pak Ibrahim. Mereka bergegas bangkit, saat aku masuk bersama Tante Arini. Kakek dan Pak Ibrahim menyalamiku dan memelukku bergantian seakan menyalurkan kekuatan. yang memang kubutuhkan. ​“Duduklah, Safira,” kata Kakek, suaranya berat dan tampak menahan emosi. Tangan keriputnya membantuku men

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   100. Awal Tanpamu

    Aroma minyak kayu putih dan suara isak tangis adalah hal pertama yang menyambutku saat kesadaranku kembali pulih. Kepalaku masih terasa berat. Duniaku masih terasa berputar. "Fatih..." Aku tak bisa mengatakan apapun kecuali menyebut nama itu. Ibu kembali terisak dan memelukku erat-erat. Suara Bram masih terdengar jelas di telingaku. Kecelakaan lalu mobil Fatih yang terbakar habis. Langitku semakin pekat dalam tengah malam yang gelap. "Sabar, Safira. Sabar…” isak Ibu, suaranya parau. Meskipun kata-kata sabar keluar dari mulut ibu untuk menghiburku, tapi aku yakin jika hatinya juga hancur melihatku seperti ini. Aku gak bisa sabar. Aku gak bisa tenang. Aku mencoba untuk duduk, tapi tubuhku sepertinya menolak untuk mengikuti instruksi otak. Rasanya seperti tertindih beban besar yang membuatku sulit bernapas. Fatih, suamiku.. telah tiada? Gak. Ini gak mungkin. Ini pasti hanya mimpi buruk. Di tengah kekacauanku, aku mendengar suara langkah-langkah kaki yang cepat memasuki kamar

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   99. Godaan Baru

    Satu minggu lebih menahan kerinduan pada anakku, Dipta, akhirnya hari ini aku diijinkan pulang. Dengan sabar, Fatih membantuku mulai dari keluar ruang perawatan sampai masuk kamar. "Jangan lakukan apapun sendirian, Safira!" Aku mengangguk mendengar perintah Fatih. Setelah membersihkan diri dibantu Fatih, aku bersandar di ranjang. "Aku ambil Dipta dulu, ya. Kalian pasti kangen!" Fatih mengusap kepalaku perlahan. Tak berapa lama, ponselku berbunyi. Aku sedikit mengeryitkan dahiku. nomor baru. Dengan ragu, aku menerimanya. Menggeser tombol berwarna hijau, dan menempelkannya di telingaku. "Halo, Safira!" Aku sedikit berpikir. Aku tak terlalu mengenali suaranya. "Kau sudah terlalu lama bersamanya, Safira. Harusnya kau paham, tempat Fatih bukan di kampung denganmu!" Aku mencoba mengenali suaranya. "Sudah saatnya Fatih kembali!" Suara ini milik Elinda! "Aku akan membuat dirimu menyadarinya, Safira. Kau bisa membuktikannya jika Fatih tak pernah benar-benar mencintaimu.

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   98. Takdir Para Maulana

    Aku menatap wajah ibu dengan seksama. Wajah wanita yang telah merawat dan menjagaku. seperri anaknya sendiri. "Sekarang ibu lega, akhirnya kau kembali ke tempatmu yang seharusnya!" Ibu merapikan anak rambutku dengan perlahan. "Aku tetap anakmu kan, Bu." Tanyaku hati-hati. "Tentu saja. Siapa lagi kalau bukan kamu anak ibu. gak mungkin Meta kan?" Aku tergelak sesaat. "Ngomong-ngomong. ibu gak lihat Meta lagi! Kemana anak itu?" Ibu seperti bertanya pada dirinya sendiri. Aku hanya tersenyum lalu membuang muka. Mungkin, keponakan ibu tersayang itu, gak akan pernah datang lagi, batinku. Perempuan itu memang lebih aman di tempatkan di rumah sakit jiwa dengan Damar! Hingga akhirnya Ibu berpamitan untuk pulang dan bergantian untuk menjaga Dipta, karena Tante Arini dan Kakek Pranata sudah datang menggantikan. ​“Bagaimana keadaanmu, Sayang?” tanya Tante Arini, suaranya terdengar lembut saat ia duduk di kursi yang baru saja ditinggalkan Ibu. ​“Jauh lebih baik, Tante,” jawabku sambil

  • Terpaksa Menikahi Sopir Bapak   97. Pengakuan Seorang Ibu

    Sudah dua hari di rumah sakit, aku mulai merasa tak betah. Sayangnya Fatih nasih tak mau membawaku pulang. Bahkan dengan suka rela, ia mengubah sudut ruangan menjadi kantor daruratnya, lengkap dengan laptop dan tumpukan dokumen. Ia hanya akan meninggalkanku jika ada panggilan telepon penting yang tidak bisa ia hindari. Bapak dan ibu juga lainnya hanya dibolehkan beberapa jam saja setelahnya, Fatih akan meminta mereka untuk pulang. Sedang ASI untuk Dipta, Fatih membantuku memompa yang nantinya akan dititipkan ibu saat pulang. "Belum bisa pulang, ya?" Tanyaku perlahan. Fatih menggeleng sesaat lalu kembali fokus menatap laptopnya. "Udah kangen Dipta nih!" kataku beralasan. "Masih perlu observasi. Kalau dua hari ke depan gak ada masalah, baru diijinkan pulang!" Kata Fatih tanpa menoleh. Aku tahu, pekerjaannya pasti sudah menumpuk. Niat beberapa hari jadi mundur karena insiden dengan Bu rahma. Namun pagi ini, ia tampak gelisah. ​“Aku ada zoom meeting penting dengan dewan direksi,

บทอื่นๆ
สำรวจและอ่านนวนิยายดีๆ ได้ฟรี
เข้าถึงนวนิยายดีๆ จำนวนมากได้ฟรีบนแอป GoodNovel ดาวน์โหลดหนังสือที่คุณชอบและอ่านได้ทุกที่ทุกเวลา
อ่านหนังสือฟรีบนแอป
สแกนรหัสเพื่ออ่านบนแอป
DMCA.com Protection Status