Raja menarik nafas panjang, memikirkan permintaan istri tercintanya. "Lakukanlah yang menurutmu baik. Aku akan menuruti keinginanmu," ucapnya dengan rasa mendalam akan kebahagiaan Prisil.
Prisil mendongakkan wajahnya, mata mereka bertemu, menatap wajah suaminya dengan mata yang penuh harap, "Benarkah?" Raja, dengan penuh keyakinan, menganggukkan kepala sebagai jawaban.
Wanita berusia dua puluh enam tahun itu pun tersenyum senang, walau pun ia harus rela berbagi suami pada wanita lain.
“Terima kasih, Mas.” Prisil mencium pipi suaminya, sebelum pria itu masuk ke mobil.
"Segitu senangnya kamu ingin berbagi suamimu pada wanita lain."
"Mas!"
Sungguh, sejujurnya Prisil juga tidak ingin berbagi suami dengan wanita lain. Istri mana yang rela melihat suaminya bersama wanita lain. Tapi itu semua ia lakukan demi kebahagiaan keluarga besarnya dan juga suaminya.
Sementara itu, Frans adalah seorang abdi negara yang memiliki jadwal kerja yang kadang-kadang tidak teratur. Hari ini, ia memiliki libur tugas, sehingga ia bisa menikmati waktu luangnya.
“Frans katanya kamu libur,” tegur Amel melihat Frans yang sudah rapih ingin pergi.
“Iya, aku hanya ingin pergi bertemu seseorang di luar.”
Amel menghampiri Frans yang sedang memakai sepatunya.
“Frans.. Lain kali jaga ucapanmu, kasihan Prisil bagaimana jika dia tersinggung.”
“Iya maafkan aku, Mbak. Memang mulut ini remnya suka blong.” Frans menyesali perbuatannya, ia benar-benar tidak ada maksud untuk menyakiti hati istri keponakannya.
“Ya sudah sana pergi, hati-hati.”
“Iya, Mbak! Aku pergi dulu.”
~~~~~oOo~~~~~
Prisil duduk di pinggir ranjang setelah Raja berangkat ke kantor, setelah meyakinkan dirinya bahwa inilah langkah yang perlu diambil, ia mulai sibuk mencari calon istri untuk suaminya dengan rencana pernikahan kontrak sampai anak mereka lahir.
Ya, Prisil memberikan ide pernikahan kontrak pada suaminya, karena awalnya suaminya bersikeras tidak ingin menikah lagi. Lalu Prisil memberikan ide tersebut hanya sampai anak yang di kandung oleh wanita yang bersedia menjadi istri kontrak suaminya dilahirkan.
Wanita itu memulai pencariannya dengan berbicara pada teman-temannya yang memiliki pengalaman dalam pernikahan kontrak atau punya kenalan yang mungkin cocok.
"Hmm, sepertinya yang ini kurang cocok. Mas Raja pasti tidak akan suka." Prisil memperhatikan gambar seorang wanita yang wajahnya terlihat lebih tua dari dirinya.
Ia juga menghubungi agen pernikahan khusus yang dapat membantu mencarikan calon istri yang sesuai dengan kriteria suaminya.
Sementara Raja duduk di kursi kebesaran di kantornya, setelah menyelesaikan rapatnya. Ia kembali teringat dengan pembicaraan tentang rencana pernikahan kontrak yang istrinya usulkan. Ia sebenarnya merasa ragu dan terbebani dengan ide ini. Raja tidak ingin membuat istrinya merasa tertekan atau tidak bahagia, dan itu adalah alasan utama mengapa ia memutuskan untuk mengiyakan rencana tersebut.
Sepanjang perjalanan rapat tadi, pikiran Raja benar-benar kacau karena teringat keinginan istrinya. Ia bahkan sampai memperhatikan semua staf wanita di kantornya, memikirkan apakah salah satu dari mereka mungkin bersedia menjadi istri kontraknya. Pikiran ini terasa konyol dan menggelitik, namun ia tidak bisa menghilangkan guncangan perasaan yang muncul akibat permintaan tak terduga dari Prisil.
Tok..
Tok..
Tok..
"Permisi, Pak!" sahut seorang karyawati di depan pintu ruangan Raja dengan sopan.
Suara panggilan tersebut membuyarkan lamunan Raja, membuatnya kembali ke dunia nyata dari lamunan dan pikiran yang berkeliaran.
"Ya masuk!"
Saat seorang staf wanita bernama Stevi masuk ke dalam ruangan Raja untuk memberikan laporan, Raja mencoba untuk memperhatikan apa yang ia katakan.
"Saya membawakan laporan hasil penjualan kita bulan ini, Pak."
"Silahkan bacakan," titahnya.
Namun, sepertinya pria itu tidak bisa menyimak dengan serius. Raja memang memperhatikan wanita itu, tetapi pikirannya masih melayang ke pemikiran tentang pernikahan kontrak dan mencari wanita yang bersedia menjadi istri kontraknya.
'Mungkinkah dia bisa membantuku?' batin Raja memperhatikan Stevi yang berdiri di depannya.
Pikiran-pikiran tersebut menggelayuti pemikiran Raja, membuatnya sulit untuk berkonsentrasi pada pembicaraan di depannya.
"Pak! Pak Raja!" tegur Stevi setelah selesai membacakan hasil laporan.
"Hah? Ya."
"Bapak kenapa?" tanya Stevi.
Raja menggelengkan kepalanya cepat. "Ah, tidak apa. Silahkan kamu duduk dulu," titahnya.
"Apa Bapak ada masalah?"
"Hem, ada sedikit masalah. Bisakah saya berbagi cerita denganmu?"
Stevi mengernyit bingung, tumben bos nya ingin berbagi cerita padanya. Walaupun mereka sering bertemu di kantor tapi Raja jarang sekali berbincang santai dengan karyawan perempuan.
"Apa yang bisa saya bantu, Pak? Saya akan mengatasi masalah Bapak dalam sekejap," tanya Stevi antusias, tentu saja ia semangat kapan lagi bisa ngobrol dan membantu masalah bos nya yang sangat di kagumi banyak karyawan wanita di kantor.
Raja tampak menyusun kata-kata agar mudah dipahami dan tidak membuat orang salah paham.
"Ehm.. begini, Stevi. Masalah ini tidak bisa diatasi dalam waktu sekejap, ini butuh waktu minimal sembilan bulan sampai satu tahun," ucap Raja hati-hati.
Stevi terkejut, "Hah? Maksudnya, Pak?"
Raja tersenyum bingung. Lalu pria itu membenarkan posisi duduknya menjadi lebih santai untuk mengurangi rasa tegangnya.
"Jadi begini, saya punya teman dan teman saya ini sedang membutuhkan seorang perempuan."
"Wah, teman Bapak itu ganteng seperti Bapak tidak?" kata Stevi terbawa santai.
"Ehm.. Ya dia sangat tampan, kaya dan akan memberikan apa saja yang wanita itu mau. Rumah, mobil, uang dan apa pun itu. Tapi dia hanya minta satu." Raja menjeda ucapannya membuat Stevi penasaran.
"Dia ingin memiliki anak."
"Ya ampun, Pak. Ya sudah suruh saja dia menikahi saya. Saya siap menikah dengan pria tampan itu," sahut Stevi dengan wajah sumringah.
Kapan lagi bisa dapat suami tampan dan tajir? Jadi tidak perlu lagi bekerja tinggal duduk manis menjadi nyonya.
"Tapi masalahnya pria itu sudah menikah," ucap Raja ragu.
"Jadi maksud Bapak jadi istri kedua?"
Raja mengangguk pelan.
"Lebih tepatnya hanya sebagai istri kontrak, sampai melahirkan anaknya," ujar Raja.
Stevi terbelalak mendengar penuturan bos nya.
"Hah? Bapak yang benar saja dong, itu sama saja saya menjual anak saya. Bapak pikir saya perempuan macam apa yang tega menjual darah daging saya sendiri." Stevi terbawa suasana berbicara dengan nada sedikit marah tak terima dengan ucapan bos nya.
"Stevi, i-ini maksud saya bukan seperti itu. Saya kan hanya bercerita tentang teman saya yang sedang mengalami kesulitan." Raja mencoba menjelaskan agar karyawannya itu tidak salah paham.
"Maaf, Pak. Saya bukan wanita murahan dan gila harta yang rela mengorbankan darah daging saya sendiri. Bapak bilangin saja sama teman Bapak agar mencari wanita panggilan yang mau dibayar." ketus Stevi, berdiri dari tempat duduknya dan berlalu pergi keluar dari ruangan Raja.
Raja hanya bisa menghela napas seraya memijat pelipisnya yang terasa berdenyut.
"Huff! Ternyata tidak mudah mencari sosok perempuan yang dengan suka rela ingin mengandung bibit unggulku," gumam Raja frustasi.
~~~~~ooOOoo~~~~~
Grep!Raja memeluk Prisil dari belakang saat mereka sudah berada di kamar. Rindu sekali, sudah dua hari ini pria itu tidur tidak memeluk istrinya. Biasanya, setiap malam, ia selalu tidur dengan memeluk Prisil. Pelukan itu bukan hanya sebagai bentuk kasih sayang, tetapi juga sebagai cara Raja untuk merasa tenang dan nyaman.Prisil tersenyum merasakan pelukan hangat suaminya. Ia membalas dengan menggenggam erat tangan Raja yang memeluk pinggangnya. Mereka berdua saling menikmati kehadiran satu sama lain.Raja mencium lembut puncak kepala Prisil, mengungkapkan rasa rindunya yang tulus. "Aku merindukanmu, Sayang," ucapnya pelan di telinga Prisil, membuat hati mereka semakin terhubung dalam keintiman."Aahh.. Sshh.. Mas!" desah Prisil saat Raja menjilat kemudian menggigit gemas kupingnya.Raja membalik tubuh Prisil untuk berhadapan dengannya. Sesaat kemudian, pria itu menarik tengkuk Prisil dan mencodongkan wajahnya. Bibir Raja mendarat di bibir ranum Prisil yang selalu membuatnya merindu.
Ceklek!Barbara keluar dari kamar mandi menggunakan bathdrobe dan handuk yang melilit kepalanya. Sementara Raja duduk di sofa fokus pada layar ponsel, mengecek laporan yang dikirim asistennya."Lho kemana Nyonya Prisil?" Prisil meniti setiap ruangan mencari sosok wanita itu."Dia sudah pulang," jawab Raja tanpa memalingkan wajahnya dari layar ponsel."Oo.." Kepalanya manggut-manggut.Barbara duduk di depan meja rias, mengeringkan rambutnya yang basah dengan handuk."Tuan tidak ikut pulang?""Kenapa? Kau tidak suka saya berada di sini?""Bukan seperti itu...""Aku akan bermalam di sini bersamamu," potong Raja yang masih fokus pada ponselnya.Barbara berdecak kesal, namun sejurus kemudian ia langsung teringat jika misinya adalah mengandung anak dari Tuannya. Gegas gadis itu melempar sembarang handuk yang mengeringkan kepalanya lalu menghampiri Raja yang tengah duduk serius menatap layar ponsel.Grep!Barbara langsung memeluk Raja dari samping, gadis itu duduk di sampingnya.Raja tersent
Di Jakarta, Prisil tengah mempersiapkan penginapan untuk istri kedua suaminya. Ia sengaja menyewakan kamar di sebuah hotel mewah dengan fasilitas yang lengkap. Wanita itu akan memperlakukan Barbara selayaknya.Untuk sementara, Barbara akan tinggal di hotel sampai Raja dan Prisil mendapatkan solusi tentang tempat tinggal mereka nanti. Tidak mungkin mereka membawa Barbara tinggal bersama di rumah keluarga Harisson."Ayo Barbara, kita sudah sampai."Raja membukakan pintu mobil Barbara. Gadis itu keluar dari mobil dengan tatapan takjub menatap gedung di hadapannya yang menjulang tinggi.Gedung ini lebih besar dan mewah dari hotel sebelumnya."Wow.. besar sekali, Tuan. Apa ini rumah anda?""Bukan ini hotel. Sementara kamu akan tinggal di sini.""Benarkah?" ucapnya sumringah. Raja memberikan anggukan sebagai jawaban.Raja membawa Barbara masuk ke dalam hotel yang di sambut ramah oleh para pelayan."Selamat datang, Tuan."Raja membalas dengan senyuman ramah."Mas!" panggil Prisil yang berada
Barbara menoleh sekilas pada Raja dengan wajah sumringah, lalu pria itu memberi isyarat seolah mengatakan lakukanlah sesukamu. Raja berjalan mengikuti dari belakang dengan kedua tangan di dalam saku celana.Semua pegawai toko sibuk membantu Barbara memilih pakaian, sepatu, tas, bahkan aksesori yang sesuai dan cocok untuk wanita itu. Dengan gaya tengilnya, Barbara hanya duduk santai sambil menunggu para pelayan membawakan model-model pakaian untuknya."Bagaimana dengan yang ini, Nona?"Barbara menggelengkan kepalanya. "Tidak! Aku tidak suka modelnya, norak!"Para pelayan bahkan sang manajer benar-benar dibuat kelelahan oleh Barbara. Gadis itu benar-benar menghukum mereka karena sudah merendahkannya. Dengan gaya santai dan tengil, Barbara sepertinya sangat menikmati kegiatan ini, memanfaatkan kesempatan ini untuk mengubah situasi yang awalnya tidak menyenangkan menjadi sesuatu yang menghibur baginya.Sementara itu, Raja hanya memperhatikan istri kontraknya dari kejauhan. Wajahnya terus
Luis hanya tersenyum menanggapinya.Selesai dengan pertemuan, Raja segera menyusul Barbara ke kamar. Ia membuka pintu dengan sedikit kesal, wajahnya terlihat serius, dan meletakkan jasnya agak kasar di sandaran sofa seraya menggulung lengan bajunya."Apa kamu perlu menemuiku, hingga mengganggu meeting kami?" ucap Raja sembari berkacak pinggang.Raja menatap lurus pada Barbara yang duduk di pinggir ranjang yang tengah memakan buah apel sambil terisak."Kalau anda malu denganku, kenapa anda tidak kurung saja aku di kamar ini.""Ternyata anda sama saja dengan pria tua bangka di toko itu yang menganggapku hanya wanita murahan. Katanya aku tidak pantas membeli pakaian di sana, hiks.." cerocos Barbara sesekali mengusap air matanya sambil kembali menggigit buah apel di tangannya.Raja berjalan mendekati gadis itu, lalu duduk perlahan di sampingnya. Pria itu menatap lurus pada Barbara yang tengah asik memakan buah merah tersebut.Barbara menoleh, menatap Raja yang tengah menatapnya. "Kenapa?
"Apakah kamu menganggapku begitu murah?""Eh, tua bangka! Dengar ya, aku tidak akan mengampunimu!" Barbara menunjuk sang maneger menggunakan jari telunjuknya dengan tatapan tajam."Cih! Percuma toko besar dan terkenal, tapi orang-orang di dalamnya tidak mempunyai sopan santun!" desis Barbara dan berlalu pergi, dengan sorotan para pengunjung."Apa lihat-lihat? Sudah bubar!"Barbara kembali ke hotel dengan perasaan kecewa dan sedih. Sepanjang jalan, ia menangis sambil mengoceh kesal pada karyawan butik tadi."Dia pikir, dia siapa? Mengusirku seenaknya, bahkan tidak menganggapku manusia. Dasar tua bangka!" umpatnya kesal."Permisi, Nona!" Langkah Barbara terhenti saat di depannya ada seorang pria dewasa lagi seumuran sama dengan pria tua bangka di butik."Apa?" Barbara mendongakkan wajahnya dengan raut wajah kesal."Anda mau kemana?" tanya pria itu baik-baik."Ke lantai atas." Barbara lantas berkacak pingg
Raja mengambil ponselnya lalu menghubungi istrinya, Prisil."Hallo, Sayang.""Mas, akhirnya kamu menelpon. Aku sejak tadi cemas menunggu kabar darimu, ponselmu tidak bisa dihubungi.""Iya maaf, Sayang. Tadi ponselku lobet.""Kamu pulang malam ini atau?""Sepertinya malam ini aku masih menginap di sini. Kamu tidak apa kan, sayang?""Iya, Mas."Raja terdiam sejenak, sejurus kemudian ia menarik napas dalam-dalam. Sebenarnya ia bingung apa kabar yang akan ia sampaikan adalah kabar baik atau kabar buruk untuk istrinya."Mas!""Iya, sayang.""Ada apa?""Hem.. Aku sudah menemukan wanita yang yang bersedia memberikan kita anak."Wajah Prisil terlihat ceria dari seberang telepon."Benarkah?""Iya, sayang.""Aku yakin dia pasti seperti malaikat, sampai bersedia membantu kita."Mendengar ucapan Prisil, Raja reflek menoleh ke arah Barbara yang masih ber
"Tidak! Tapi saya ingin bicara padamu.""Baiklah, tapi jika anda sambil mengajakku ngobrol akan dikenakan biaya tambahan. Karena itu juga menyita waktuku," ucap Barbara menatap serius pada Raja.Pria itu tercengang.Setelahnya Barbara tergelak dan memukul dada Raja pelan, "Haha.. Aku bercanda, Tuan. Aku akan kasih anda gratis ngobrol. Anggap saja sebagai tanda terima kasih karena anda sudah membawaku ke tempat semewah ini."Barbara kembali ke tempat duduknya, bersandar pada sandaran sofa lantas menyilangkan sebelah kakinya."Ayo, silahkan duduk Tuan!" titah Barbara layaknya tuan rumah.Raja masih terlihat ragu, tampaknya pria itu sangat takut jika disentuh wanita. Tapi jangan ditanya bagaimana reaksinya jika Prisil yang menyentuhnya. Ia bisa lebih buas dari singa jantan di hutan.Akhirnya Raja duduk kembali di kursinya tadi dengan hati-hati menjaga jarak aman."Tenang saja, Tuan. Saya tidak akan menyentuh anda j
Pelayan itu menggelengkan kepalanya cepat, lantas menundukkan wajahnya. Sementara Barbara masih menatapnya sambil bersedekap."Ada apa?" tanya Raja yang baru menghampiri."Selamat malam, Tuan," sapa sang pelayan ramah seraya membungkukan sedikit tubuhnya sopan."Selamat malam," balas Raja tersenyum.Lalu pria itu mengeluarkan dompetnya dari saku celana belakang hendak memberikan uang tips pada sang pelayan. Raja memang terkenal ramah, ia sudah biasa menginap di hotel tersebut, dan sebagian besar saham hotel tersebut adalah milik keluarga Danuarta."Eh, Tuan. Jangan berikan dia tips!" Barbara mencegah tangan Raja yang ingin mengeluarkan lembaran uang dari dompet.Raja hanya mengernyitkan dahinya, melihat Barbara pergi begitu saja masuk ke dalam lift."Nona sangat baik dan cantik," celetuk pelayan itu tiba-tiba.Barbara yang sudah berada di dalam lift reflek kembali keluar dan menatap pelayan itu."Benark