Share

Terpaksa Menikahi Wanita Penghibur
Terpaksa Menikahi Wanita Penghibur
Penulis: QyuQyu30

Berbagi Dengan Yang Lain

“Uuugghh..” lenguhan sepasang suami istri itu terdengar setelah mereka mencapai puncak bersama.

Tubuh mereka berdua berkeringat di atas kasur. Kenikmatan itu begitu luar biasa, sehingga membuat tubuh keduanya merasa lemas.

Raja berbaring menindih tubuh Prisil, menikmati pelepasannya. Nafas mereka berdua terengah-engah, kepala masih di penuhi kabut kenikmatan.

Luar biasa memang rasanya jika bercinta dengan orang yang kita cintai.  Mencapai puncak bersama, berbagi peluh sungguh tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

Raja membuka matanya lalu menatap dalam istrinya yang terlihat lelah, dengan senyum bahagia.

Pria itu mengecup kening istrinya sebelum berpindah ke samping tubuh Prisil.

Cuph!

“Mas,” panggil Prisil seraya menutupi tubuh polos mereka dengan selimut.

“Heum,” sahut Raja sambil merebahkan tubuh Prisil ke dalam dekapannya.

Prisil meletakkan kepalanya di dada Raja. Jari-jari halus Prisil bermain-main di atas dadanya, menciptakan sentuhan yang penuh kasih sayang di antara mereka.

Prisil merasa tegang lalu menarik nafas sebelum mengutarakan permintaannya. Dengan hati-hati, ia berkata, "Bolehkah aku minta sesuatu padamu?" Prisil takut jika permintaannya akan membuat Raja marah.

Raja dengan lembut tersenyum, meskipun matanya terpejam.

"Kenapa kamu berkata seperti itu? Semua apa pun yang kamu mau pasti akan aku berikan, Sayang," ujar Raja dengan nada penuh keyakinan, menampilkan rasa cintanya pada Prisil.

“Benarkah?”

"Iya, sayang," ucap Raja dengan tulus meyakinkan Prisil. Ia membuka matanya dan dengan lembut mengecup pucuk kepala istrinya yang masih betah berada di dadanya.

Prisil merasa gugup, bibirnya terasa kering, dan hatinya berdegup kencang saat ia akhirnya mengungkapkan keinginannya yang telah lama mengganjal dalam dirinya.

"Bolehkah.. Aku berbagi milikku pada orang lain?" ucapnya dengan gemetar, membuat Raja mengerutkan dahi dalam sedetik pertama. Namun, setelahnya, ekspresi itu berubah menjadi senyuman penuh pengertian.

“Tentu saja, sayang. Itu sudah menjadi hakmu,” ucap Raja santai.

Raja adalah sosok suami yang sangat peduli dan selalu mendukung istrinya dalam setiap kegiatan sosial yang dilakukannya. Ia selalu siap mendukung Prisil dalam mewujudkan impian dan ambisinya, memberikan dukungan dan kebebasan untuk berbagi kebaikan dan kebahagiaan dengan orang lain.

Setiap kali Prisil mengadakan kegiatan berbagi dengan orang-orang yang membutuhkan, Raja selalu menjadi pendukung utama. Ia tidak hanya memberikan dukungan moral, tetapi juga turut serta aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan acara tersebut. Raja selalu hadir untuk memberikan tangan membantu, bersama-sama dengan istrinya.

“Tapi kali ini beda, Mas,” kata Prisil dengan nada serius, menarik perhatian Raja.

Raja kembali mengerutkan dahinya. Kecemasan terpancar di wajah istrinya, dan itu membuatnya merasa waspada.

"Aku ingin.. kamu menikah lagi, Mas," ucap Prisil dengan suara lirih, sambil berusaha menahan buliran bening di sudut matanya agar tidak jatuh.

Permintaan itu membuat Raja terkejut, bahkan sampai mengangkat tubuhnya dan tubuh istrinya duduk berhadapan. Prisil masih menunduk, tidak berani menatap mata suaminya. Pertanyaan ini mengguncang mereka berdua, seketika suasana hening sejenak.

“Sayang, kita bisa mencari cara lain. Kita bisa mengadopsi anak yang dari bayi untuk melengkapi kebahagiaan keluarga kita.”

“Tapi, Mas. Hari ini kakek bercerita padaku, tadi saat dia tidur siang kakek bermimpi menggendong seorang bayi mungil yang sangat mirip denganmu. Dan kakek terlihat begitu bahagia. Aku tidak ingin membuat kakek terus berharap hal yang tidak mungkin terjadi.”

“Tapi tidak dengan menikah lagi, sayang.”

“Mas, Kakek hanya ingin keturunan dari darah dagingmu. Bagaimana jika dia tahu kita mengadopsi anak yang bukan keturunannya, kakek pasti akan merasa sedih dan kecewa. Aku tidak sanggup melihatnya, Mas.”

“Di sini aku yang tidak sempurna. Aku yang tidak bisa memberikanmu anak dan menjadi seorang ibu, tapi kamu.. kamu bisa menjadi seorang ayah.”

“Aku mohon, Mas. Tolong kamu pikirkan lagi.” Air mata yang sejak tadi sudah berusaha ia tahan akhirnya lolos juga. Prisil tidak ingin egois, biar bagaimana pun ia harus bisa mengikhlaskan suaminya mencari seorang wanita yang bisa memberikannya keturunan.

Raja memeluk Prisil erat, merasakan tubuh istrinya yang bergetar dengan isak tangis di dadanya. Ia tahu ini pasti sangat berat untuknya namun Prisil berusaha kuat ingin memberikan kebahagiaan untuk keluarganya.

“Aku mencintaimu, Sayang.” Raja mencium kepala Prisil dengan penuh kasih sayang.

“Aku juga mencintaimu, Mas.”

~~~~~ooOOoo~~~~~

Pagi itu, sinar matahari mulai merayap masuk melalui jendela-jendela yang tinggi di ruang makan rumah megah milik keluarga Harrison. Ruang makan yang luas telah dipenuhi oleh anggota keluarga besar Harrison.

Rumah ini, yang seperti istana, adalah tempat tinggal bagi Raja dan Prisil bersama keluarga besar Raja. Sebuah tempat yang selalu memancarkan kehangatan dan kebersamaan. Mereka tinggal di sini, sesuai dengan keinginan Kakek Danuarta.

Sejak dulu, kakek Danuarta telah memegang teguh tradisi keluarga untuk selalu berkumpul di rumah ini. Baginya, rumah ini bukan hanya sekadar tempat tinggal, tetapi juga sebuah simbol persatuan dan kebahagiaan. Ia ingin agar seluruh keluarganya selalu merasa dekat dan bisa berkumpul bersama dalam setiap momen.

“Selamat pagi,” sapa Raja dan Prisil yang baru turun dari kamar dan ikut bergabung di meja makan.

“Pagi, cucu-cucuku,” sambut Kakek selalu dengan wajah cerianya.

“Mah, maaf aku telat bangun jadi tidak membantu mamah menyiapkan sarapan,” ucap Prisil.

Walaupun di rumah banyak asisten rumah tangga, tapi setiap jadwal makan Prisil dan ibu mertuanya selalu ikut turun tangan dalam menghidangkan makanan.

“Tidak apa sayang. Duduklah!” ucap Amelia wanita paruh baya yang sangat lembut dan baik hati pada semua orang terutama pada menantunya.

Prisil tidak pernah merasa seperti orang lain berada di keluarga suaminya, semua keluarga besar Raja sangat menyayanginya layaknya putri mereka.

“Kalian terlihat segar sekali,” kata Ramon, ayah Raja.

“Pasti dong! Setiap malam kan aku selalu mendapatkan suntikan vitamin,” ucap Raja tersenyum lebar.

“Mas!” Prisil mencubit lengan suaminya yang suka bicara asal di depan keluarganya.

“Lho! Kan memang benar sayang.” Raja tidak pernah malu mengumbar kemesraan dengan sang istri di depan keluarganya.

“Wah, kalian ini memang hebat. Papa dulu juga waktu masih muda hampir setiap malam membuat mamamu berolah raga,” ujar Ramon langsung mendapatkan tatapan tajam dari sang istri di sampingnya.

Semua orang di ruangan itu pun tergelak bersama.

“Pantas saja mas Ramon dan mbak Amel langsung dapat Raja, tapi Raja sampai sekarang belum juga dapat Raja junior,” celetuk Frans adik ibunya Raja.

Suasana di ruang makan seketika berubah menjadi canggung ketika Frans tanpa sadar mengeluarkan komentar yang menyinggung tentang masalah Prisil yang tak kunjung hamil.

Semua orang di meja makan terdiam, dan pandangan mereka saling bertemu, penuh kebingungan dan kecanggungan. Mereka menyadari bahwa ucapan Frans bisa saja menyakiti perasaan Prisil, dan mereka takut jika Prisil akan merasa tersinggung atau terluka.

Menyadari akan perubahan suasana, Frans memukul mulutnya sendiri yang suka ceplas ceplos.

“Ups! Maaf.. Aku tidak bermaksud menyinggung perasaan kalian,” ucapnya penuh penyesalan.

“Iya tidak apa, Om.” Prisil mencoba tetap tersenyum.

Prisil sangat peka terhadap perasaan dan harapan keluarga suaminya, meskipun keluarga itu mungkin tidak pernah secara langsung menyatakan atau mendesaknya untuk segera memiliki anak. Ia tahu bahwa keluarga Raja sangat mendambakan kehadiran seorang pewaris yang akan meneruskan warisan keluarga.

Setiap kali berkumpul, Prisil bisa melihat tatapan penuh harap dan senyum-senyum yang penuh arti dari anggota keluarga suaminya ketika berbicara tentang topik keluarga dan anak-anak.

“Ah, ayo kita lanjutkan makan. Kamu mau tambah lauk yang mana sayang?” tanya Amel mencoba mengalihkan pembicaraan.

“Sudah cukup, Mah. Terima kasih.”

Suasana canggung mulai mereda, dan percakapan pun bergeser ke topik lain yang lebihingan.

“Raj, besok tolong kamu urus kantor cabang kita yang di Bandung. Tadi malam Papa dapat laporan ada yang tidak beres di sana.”

“Baik, Pah. Besok pagi aku berangkat.”

~~~~~ooOOoo~~~~~

Setelah menyelesaikan sarapan, Ramon, Raja, dan Frans bersiap-siap untuk berangkat ke tempat kerja mereka masing-masing.

Ramon, meskipun telah menyerahkan sebagian besar tanggung jawab perusahaannya kepada Raja, namun terkadang masih harus datang ke kantor jika ada urusan yang perlu diurus.

Hari ini, tampaknya salah satu hari itu, di mana Raja perlu mengurus pekerjaan di salah satu cabang perusahaan.

Meskipun sekarang Raja yang mengurus perusahaan secara aktif, Ramon tetap memberikan dukungan dan nasihat jika diperlukan.

Raja bersiap untuk pergi ke kantornya, mengucapkan selamat tinggal pada Prisil dengan ciuman lembut sebelum pergi.

“Aku pergi dulu ya.”

“Mas.” Suara Prisil menghentikan langkah Raja yang ingin masuk ke dalam mobil.

Pria itu berbalik menghadap istrinya yang berjalan mendekatinya.

"Bagaimana? Apa kamu sudah memikirkannya?" tanya Prisil dengan lembut, sambil merapikan dasi pada leher Raja dengan penuh perhatian.

~~~~~ooOOoo~~~~~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status