Dalam keadaan yang kacau balau, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari luar dan berhenti tepat di depan pintu. Lisna menoleh, degup jantungnya berdetak kencang. Dia sudah mengira jika itu pasti Bayu, sehingga dengan cepat dia menyembunyikan ponselnya karena tidak mau jika Bayu merampasnya.
KLEK! Mata Lisna membesar mendengar itu, ketegangan itu seketika berubah saat melihat ternyata yang datang itu seorang pelayan hotel. "Maaf jika saya lancang, Nona. Saya hanya mengantarkan minuman ini," ucap pelayan itu dengan sopan. Lisna sempat terdiam beberapa detik, dan dia segera bangkit dari duduknya setelah menyadari itu kesempatan untuk bisa kabur dari jerat lelaki yang menurutnya tidak beres. "Tidak apa-apa, Mas. Taruh aja minumannya di situ. Aku mau keluar, ada urusan penting," ucap Lisna sembari merapihkan pakaiannya dan langsung meraih tasnya. Pelayanan itu hanya mengangguk kemudian meletakkan dua botol minuman di atas meja kecil. Sedangkan Lisna buru-buru keluar dari kamar itu. Langkah kakinya begitu cepat, dia terlihat cemas sekaligus takut jika sampai Bayu mengetahuinya. "Aku harus harus hati-hati. Jangan sampai si bajingan itu tahu," gumam Lisna. Sepertinya nasib baik masih berpihak padanya. Lisna berhasil keluar dari hotel itu. Di sana dia berhenti sejenak, ternyata mobil milik Bayu tidak ada di halaman hotel itu. "Syukurlah... Aku gak peduli dia mau marah atau apa, yang penting aku harus segera pulang," ucapnya dalam hati. Dia bergegas memesan taxi. ** Sekitar kurang lebih setengah jam, Lisna kini sampai di depan rumahnya. Dia buru-buru masuk tanpa permisi sama sekali. Dan bahkan saat melihat ibunya duduk di rumah keluarga, Lisna hanya menatapnya sekilas dengan raut wajah masam. Lalu mempercepat langkahnya kembali sebelum akhirnya dia masuk kedalam kamar. BREGH! Suara pintu itu dibanting dengan keras. Sontak Bu Ratna pun kaget, dia merasa heran kenapa anaknya pulang sendiri dan seakan marah. Pak Anggara yang sebelumnya ada di kamar, dengan cepat keluar menghampiri istrinya yang ada di rumah keluarga. "Kenapa, Mah? Siapa yang nutup pintu seperti itu?" tanya pak Anggara. "Lisna, Pah. Enggak tau dia kenapa, sepertinya dia marah," jawab bu Ratna menatap suaminya. "Terus Bayu ke mana? Kenapa gak suruh duduk dulu?" "Aduh... Mamah gak tahu, Pah. Kayaknya Lisna pulang sendiri. Kalo Bayu yang nganterin, gak mungkin dia tidak pamit dulu sama kita," jawab bu Ratna. Raut wajahnya terlihat cemas. Pak Anggara mengerutkan keningnya. Dia tidak tahu apa yang terjadi dengan anaknya. Kemudian pak Anggara menyarankan istrinya untuk menanyakan pada putrinya. Bu Ratna mengangguk, karena dia juga penasaran terhadap Lisna yang pulang dengan keadaan murung. ** Sementara itu. Di kamar hotel dengan cahaya temaram. Rendi dan bu Elsa kini sudah berada di atas tempat tidur. Saat itu Rendi masih terlihat gugup. Sebagai lelaki normal, dia memang tergoda melihat penampilan Bu Elsa yang begitu menarik. Di satu sisi, Rendi masih memikirkan Lisna. "Kenapa kelihatan gugup gitu sih, Ren? Hmm," ucap bu Elsa mengusap lembut pipi Rendi. "Apa baru pertama ini kamu menjadi gigolo?" "Iya, Tante," jawab Rendi singkat. Yang sebenarnya bukan karena itu saja. Dia lebih memikirkan kekasihnya. "Wah... Beruntung banget dong aku bisa dapetin perjaka, hehe," goda bu Elsa terkekeh. Rendi tersenyum menatap perempuan itu, kemudian bu Elsa mendaratkan ciuman. Hingga perlahan-lahan suasana menjadi intim. Rendi seakan larut dalam permainan Bu Elsa. Nafas keduanya memburu menandakan gejolak hasrat yang makin memuncak. "Hmmm... Ayok, Ren... Puaskan aku," lenguh bu Elsa dengan ekspresi wajah yang begitu menggoda. Malam itu menjadi malam pertama Rendi merasakan bagaimana melayani wanita. Ada rasa penyesalan bercampur bangga tatkala mendapatkan pujian dari Bu Elsa yang mengatakan jika dia puas dengan apa yang dilakukan Rendi. Terlebih lagi ketika Bu Elsa memberikan beberapa gepok uang. "Makasih yah, Sayang. Kamu bener-bener perkasa. Aku beneran merasakan kenikmatan yang berbeda dengan permainan kamu, Ren. Ini buat kamu yah," ucap Bu Elsa sembari meletakkan uang itu. "Andai saja suamiku tidak akan pulang malam ini, aku pasti ingin kita main sampai pagi, hehe." "Wah, banyak banget, Tante," ucap Rendi terbelalak melihat beberapa gepok uang. "Itu nggak seberapa, Ren. Jika kita main sampai pagi, aku pasti akan memberimu lebih banyak dari ini. Karena jujur aja aku sangat suka dengan senjatamu itu," jawab Bu Elsa tersenyum genit. Rendi tersenyum senang melihat tumpukan uang, dia seolah baru percaya dengan perkataan tantenya yang menyarankan untuk menjadi seorang gigolo. Meski demikian, Rendi tidak bisa memungkiri bahwa dia merasa sangat bersalah telah mengkhianati Lisna. Hanya saja, apa yang dilakukannya itu demi mewujudkan impiannya untuk menikahi Lisna. *** Pukul 08:00 Rendi terlihat duduk di tepi tempat tidurnya. Raut wajahnya terlihat kebingungan setelah ngobrol lewat telepon dengan kekasihnya. Selang beberapa saat, terlihat bu Dewi masuk kedalam kamar itu sambil tersenyum puas. "Kamu ini kenapa lagi, Ren. Udah pegang uang kok masih kelihatan bingung gitu," ucap bu Dewi. Kemudian ia duduk di dekat ponakannya. "Aku baru aja ngobrol sama Lisna. Dia menceritakan kejadian semalam. Lelaki yang dibilang bos besar itu membawanya ke hotel dan hampir saja Lisna diperlakukan tidak baik. Tapi untungnya itu tidak terjadi," jawab Rendi menjelaskan. "Sekarang dia meminta aku untuk secepatnya bisa menikahinya, dan dia minta agar aku bisa membuktikan pada kedua orangtuanya, Tan." "Ya sudah, itu berarti kamu harus lebih bekerja keras, Ren. Jika dalam satu hari kamu mampu melayani banyak perempuan, maka akan semakin cepat kamu bisa membuktikan pada ortunya Lisna. Pada saat seperti itu, tiba-tiba suara bel berbunyi. "Itu pasti temen tante, dia ada perlu. Kamu tunggu di sini dulu yah," ucap bu Dewi kemudian kelar dari kamar itu. Rendi hanya mengangguk melihat tantenya. Kepadanya sekarang semakin tertekan. Dia ingin secepatnya bisa menikahi Lisna yang hampir dinodai oleh pria pilihan kedua orangtuanya. Sehingga Rendi bertekad untuk menjalankan profesinya itu lebih semangat. "Apa yang dikatakan tante Dewi benar. Jika aku bisa melayani banyak perempuan dalam satu hari, pastinya aku akan lebih cepat mengumpulkan biaya. Maafkan aku, Sayang. Aku terpaksa melakukan ini," gumam Rendi lirih. --°-- Sementara di ruang tamu. Bu Dewi terlihat serius mendengarkan temanya yang sedang mengeluh karena persoalan rumahtangganya. Setelah mengetahui masalah yang dihadapi oleh temannya, Bu Dewi berinisiatif untuk menyarankan agar temannya yang bernama Yeni itu memakai jasa keponakannya. "Kalo memang kehamilan bisa membuat suami kamu tidak marah lagi, aku saranin kamu main sama Rendi aja," ucap bu Dewi pelan. "Hah? Maksudnya gimana, Wi?" Bu Yeni mengerutkan keningnya. Di situ Bu Dewi menjelaskan tentang Rendi. Hingga perlahan-lahan Bu Yeni paham maksud dari temannya itu. Awalnya Bu Yeni kaget saat mendengar jika Rendi menjadi seorang gigolo. Tetapi, setelah Bu Dewi menjelaskan, dia pun akhirnya memahami. "Jujur aku nggak tahu, Wi. Tapi aku ikuti aja saranmu," ucap bu Yeni pelan dan serius. "Aku yakin jika kamu main sama Rendi, kamu bisa secepatnya hamil, Yen," balas bu Dewi, tersenyum. "Tapi bagaimana kalo Rendi nggak mau, Wi?" "Udah kamu tenang aja, nanti aku yang bilang sama dia. Rendi pasti gak bakalan nolak, karena dia lagi butuh uang banyak," jawab bu Dewi. *****Karena merasa kelelahan Lisna terlihat tidak bisa apa-apa, tubuhnya berasa sangat lemas. Rendi yang melihat Lisna seperti itu, ia kemudian berbaring di sebelahnya dengan nafas yang tersengal-sengal. Dilihatnya wajah Lisna yang berkeringat serta nafasnya yang berat.Saat itu Rendi benar-benar merasakan puas bisa menanam benih di rahim kekasihnya, ia sangat berharap bisa segera mempunyai anak hasil hubungannya dengan Lisna, walaupun mereka belum menikah, namun Rendi merasa percaya diri kalau dirinya bisa segera menikahi Lisna, wanita yang sangat dicintainya dari sejak masih sekolah SMP.Kini Lisna telah jatuh dipeluknya, dan mahkota kewanitaannya telah berhasil ia renggut. Akan tetapi, Rendi sudah berani bertanggung jawab dengan apa yang dilakukannya kepada Lisna. "Sayang ... Minum dulu, Sayang. Lemes banget yah," ucap Rendi sambil mengusap-usap rambut kekasihnya."Iya, Sayang. Aku lemas banget," jawab Lisna dengan nafas yang berat.Mendengar ucapan kekasihnya, Rendi kemudian bangkit l
Hehe. Punya lah, Sayang. Aku dikasih bonus sama paman, pokonya kerjaan ini uangnya cukup banyak, dan tentunya aku bisa kumpulin buat biaya pernikahan kita," jawab Rendi tersenyum, tangan kirinya memegangi tangan kekasihnya. Pada saat itu Lisna tersenyum, ia terdiam seolah tidak mau lebih dalam tentang pekerjaan kekasihnya. Lisna semakin merasa yakin dengan perkataan Rendi yang selalu membuatnya tenang. Karena semula Lisna ketakutan jika Rendi sampai tidak bisa menikahinya dalam waktu dekat, hal itu tentunya akan membuat kedua orangtuanya marah, dan terpaksa akan menjodohkan dirinya dengan pria lain. Lisna terdiam menatap penuh kearah kekasihnya yang nampak tersenyum bahagia sambil menyetir mobil itu. "Sayang. Kita ke hotel aja yuk," ucap Rendi mengajak. "Ke hotel? Mau ngapain, Mas?" Lisna terlihat kaget mendengar Rendi yang mengajak ke sebuah hotel. "Aku butuh kepuasan, Sayang. Aku ingin menikmati lagi tubuh kamu," jawab Rendi sedikit tertawa sambil mencubit lembut pipi Lisna.
"Hallo," ucap tante Dewi seteleh meletakan handphone itu di telinganya. "Iya, hallo. Loh kok tante yang angkat? Rendi kemana, Tante?" sahut Lisna dari sebrang sana, yang merasa heran. "Rendi lagi di kolam renang, Lis. Biasa dia kalau jam segini suka renang," jawab tanye Dewi yang kemudian bangkit dari duduknya lalu berjalan untuk menghampiri Rendi. "Sebentar yah, tante kasih samperin Rendi dulu," sambungnya. Beberapa saat kemudian tante Dewi memanggil yang sedang berenang menikmati segarnya air kolam. Rendi yang mendengar panggilan itu, ia kemudian bergegas untuk menghampirinya tante Dewi, Rendi kemudian naik dengan tubuh yang masih basah. "Ada apa, Tante?" tanya Rendi kebingungan "Ini Lisna yang telfon, nih," jawab tante Dewi sambil mengasongkan handphone itu. Rendi langsung meraihnya dan terus berbicara dengan kekasihnya itu. Sementara tante Dewi berjalan masuk kembali. Rendi duduk di kursi santai, ia terlihat senyum-senyum sendiri karena kekasihnya mengajaknya jalan. "
Rendi tidak henti-hentinya memainkan senjatanya walaupun perempuan itu sudah menepuk-nepuk pahanya, memberikan kode agar Rendi melepaskan miliknya. Setelah cukup lama, Rendi kemudian mengeluarkan miliknya dari dalami mulut perempuan itu. Terlihat jika dia seakan merasakan mual hingga tidak terasa matanya berkaca-kaca.Rendi tersenyum melihat perempuan itu, kemudian meminta untuk melebarkan kakinya, setelah itu ia mengarahkan mikiknya tepat di bibir mahkota milik Yeni. "Ren ... Pelan-pelan yah. Punya kamu gede banget," pinta tante Yeni memelas, nafasnya sudah tersengal-sengal. "Iya, Sayang ... Nikmati aja," jawab Rendi tersenyum menatap tante Yeni.Tidak menunggu lama lagi, Rendi dengan perlahan menekan senjatanya hingga masuk kedalam goa milik tante Yeni. Saat itu juga tante Yeni mengerang, ia meringis saat merasakan benda keras memasuki area mahkotanya. Namun Rendi menekannya hingga masuk lebih dalam. "Awwww... Ahhhh, Ren. Ahhhh," pekik tante Yeni mengerang, karena baru merasa
"Ya sudah begini saja, nanti kalau dia benar-benar mau, terus aku bisa hamil, aku akan kasih dia uang," ucap Tante Yeni seolah sudah merasa mantap dengan niatnya. Dengan kesepakatan itu, pada akhirnya Tante Dewi memanggil Rendi yang sedang santai-santai di pinggir kolam. Mendengar tantenya yang memanggil, Rendi kemudian bergegas untuk menghampirinya. Rendi berjalan menuju rumah tamu. Saat itu Rendi yang hanya mengenakan kaos dan celana boxer pendek terlihat sedikit malu untuk menghampiri tantenya, terlebih lagi ada tamu. "Ada apa, Tan?" tanya Rendi dengan raut wajah kebingungan. "Kamu sini duduk dulu," jawab Tante Dewi menyuruhnya duduk. Tidak banyak bicara lagi, Rendi kemudian duduk di sofa itu. Pada saat itu juga perempuan yang berparas cantik dan bertubuh molek ituu menceritakan maksudnya yang berkaitan dengan masalah yang dialami oleh temannya. Saat itu Rendi hanya terdiam memanggutkan kepalanya, namun Rendi sempat kaget begitu mendengar dirinya diminta untuk berhubungan ba
Dalam keadaan yang kacau balau, tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari luar dan berhenti tepat di depan pintu. Lisna menoleh, degup jantungnya berdetak kencang. Dia sudah mengira jika itu pasti Bayu, sehingga dengan cepat dia menyembunyikan ponselnya karena tidak mau jika Bayu merampasnya.KLEK!Mata Lisna membesar mendengar itu, ketegangan itu seketika berubah saat melihat ternyata yang datang itu seorang pelayan hotel. "Maaf jika saya lancang, Nona. Saya hanya mengantarkan minuman ini," ucap pelayan itu dengan sopan.Lisna sempat terdiam beberapa detik, dan dia segera bangkit dari duduknya setelah menyadari itu kesempatan untuk bisa kabur dari jerat lelaki yang menurutnya tidak beres."Tidak apa-apa, Mas. Taruh aja minumannya di situ. Aku mau keluar, ada urusan penting," ucap Lisna sembari merapihkan pakaiannya dan langsung meraih tasnya.Pelayanan itu hanya mengangguk kemudian meletakkan dua botol minuman di atas meja kecil. Sedangkan Lisna buru-buru keluar dari kamar itu. La