Share

Jangan Menuduh Sembarangan!

last update Huling Na-update: 2025-04-28 11:40:03

Pernikahan Jihan dan Bayu baru saja digelar dengan keheningan yang nyaris menyakitkan di kediaman Bayu.

Bahkan yang menghadiri pun hanya segelintir orang saja, termasuk Nadya, yang duduk seperti bayangan tak bernyawa di sudut ruangan. Lampu-lampu kristal bergantung di langit-langit tinggi, berkilauan tanpa peduli pada suasana hati yang tertunduk muram.

Dua hari setelah operasi Bastian selesai, Bayu—dengan nada yang tak menerima penolakan—meminta Jihan untuk segera menikah dengannya.

Tak ada waktu untuk mimpi atau pertimbangan; Jihan menyerahkan dirinya seperti bunga layu yang diterbangkan angin ke mana saja ia mau.

“Nadya. Aku antar pulang Jihan ke rumah barunya. Atau kamu mau ikut denganku?” Bayu menghampiri Nadya dengan suara rendah, tapi cukup tajam untuk menembus dinding keheningan di antara mereka.

“Um, aku cukup lelah, Mas. Sebaiknya kamu saja yang mengantar Jihan ke rumah barunya,” jawab Nadya, suaranya hampir tenggelam dalam rasa enggan yang ia coba sembunyikan.

“Baiklah. Aku akan segera pulang begitu mengantar Jihan,” jawab Bayu, lalu mencium kening Nadya seakan itu hanyalah ritual tanpa rasa. Ia kemudian melangkah menuju Jihan, yang duduk kaku dalam kebaya putih, wajahnya dihias riasan sederhana yang kontras dengan sorot matanya yang redup.

“Ayo. Kamu tidak akan tinggal di rumah ini,” katanya, singkat dan tajam, seakan setiap kata adalah perintah tak terelakkan.

Jihan beranjak dari duduknya, langkahnya perlahan seperti boneka yang ditarik tali, mengikuti Bayu keluar dari rumah megah berlantai tiga yang menjulang seperti benteng tak berjiwa.

Sesampainya di rumah sederhana berlantai dua, Bayu membuka pintu dan membawa Jihan masuk. Dindingnya masih polos, aroma cat baru menyelimuti udara, tetapi tak ada hangat yang menyambut di dalam.

“Ini rumah yang akan kamu tinggali dengan Bastian setelah adikmu keluar dari rumah sakit,” ucap Bayu dengan nada yang sedingin angin malam.

Jihan menoleh, matanya menatap wajah Bayu yang berdiri di hadapannya seperti patung batu, keras dan tak tersentuh. “Baik, Pak.”

“Saya tidak akan tinggal di sini setiap hari, termasuk malam ini,” katanya lagi, tanpa ekspresi, seolah rumah ini hanyalah titik di peta yang harus ia kunjungi sesekali. “Saya akan menghubungimu jika akan kemari.”

Jihan mengangguk, menelan ludah yang terasa seperti bara. “Baik, Pak.” Tidak ada Bayu di sini, bukankah itu lebih baik?

Dia akan menjalani tugasnya sebagai ibu pengganti untuk anak Bayu dan Nadya, sebuah peran yang terasa lebih seperti hukuman daripada panggilan. Dan setelah semuanya selesai, dia akan pergi, menjauh, seolah dirinya hanyalah bayangan yang memudar di bawah mentari sore.

Merelakan rahimnya menjadi tempat tumbuhnya makhluk kecil dari seorang pria beristri adalah pergulatan batin yang hampir tak tertahankan.

Namun, Jihan harus menelan kenyataan pahit itu. Demi adiknya—satu-satunya keluarga yang tersisa—ia menyingkirkan semua rasa jijik dan kepedihan yang membuncah di dadanya.

Bayu, dengan langkah yang penuh keangkuhan, merogoh sesuatu dari saku celana hitamnya. Sebuah cincin pernikahan mengkilap muncul di antara jemarinya. Tanpa basa-basi, ia menarik tangan kiri Jihan, kasar namun terukur.

“Walaupun pernikahan ini rahasia, tapi kamu tetap sah sebagai istri saya di mata agama,” suaranya dingin, setiap kata seperti belati yang memotong sisa harga diri Jihan.

“Jadi, jangan menganggap bahwa kamu bukan seorang istri,” tambahnya dengan nada yang terdengar lebih seperti ancaman daripada penghiburan.

Jihan hanya mampu mengangguk. Diam menjadi satu-satunya perisai yang ia miliki dalam percakapan yang penuh dominasi ini.

“Kamu tidak memiliki kekasih, kan?” tanya Bayu, matanya menyelidik seperti hakim yang sedang mengadili terdakwa.

Jihan menggeleng pelan. “Tidak, Pak. Saya tidak memiliki kekasih, Anda tenang saja.”

Bayu tersenyum tipis, lebih mirip seringai. “Good! Karena saya tidak mau berurusan dengan pria yang dekat denganmu. Apalagi sampai benih saya tercampur dengan pria lain.”

Jihan terkejut mendengar kalimat itu. Rasanya seperti tamparan di wajahnya. Ia mengerutkan kening, tatapan matanya berubah tajam meski tubuhnya masih kaku. “Apa maksud Anda bicara seperti itu? Anda pikir saya wanita murahan?” tanyanya dengan suara yang dipenuhi ketegasan dan sedikit getar emosi.

Bayu hanya mengangkat bahu, santai dan acuh tak acuh. “Tidak ada yang tahu, kan?”

Wajah Jihan memerah, bukan karena malu, tetapi karena amarah yang mulai mendidih. “Kalau memang tidak tahu, sebaiknya jangan menuduh sembarangan, Pak! Saya ini masih suci, murni, belum pernah melakukan hubungan seperti itu!”

Bayu menyunggingkan senyum sinis, senyum yang penuh keraguan dan sarkasme. Tatapannya menusuk, seolah ia sedang menikmati melihat Jihan berjuang mempertahankan martabatnya.

“Kita lihat saja nanti, Jihan."

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (3)
goodnovel comment avatar
yesi rahmawati
Bayu kamu telat bilangnya. Harusnya tanya dulu jihan punya kekasih atau enggak di sebelum menikah bukan sebaliknya
goodnovel comment avatar
Mispri Yani
duh bay jangan asal ngomong dan sinis gitu nanti nyesel loh kalo sampe terbukti ngga sesuai oerkiraan kamu
goodnovel comment avatar
Teh Gelas
mulutmu pak paakkk ampun dahh
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Akhir Cerita Kita

    Hari itu mendung menggantung di langit, seakan ikut merasakan ketegangan di dalam rumah mereka. Usia kandungan Meta sudah sembilan bulan, dan pagi itu ia terbangun dengan perut melilit nyeri tajam. Napasnya tercekat, dan keringat dingin membasahi dahi.“Rafi…” panggilnya parau.Rafi, yang baru saja selesai mandi, langsung menghampiri. Wajahnya pucat melihat tubuh Meta gemetar.“Sayang, kamu kenapa?” tanyanya cemas kemudian berlutut di samping ranjang.“Sepertinya kontraksinya makin sering dan sakit sekali,” jawab Meta di sela napasnya. Matanya berkaca-kaca menahan nyeri.Tanpa berpikir panjang, Rafi segera memapah Meta menuju mobil. Ia melajukan kendaraan secepat mungkin menuju rumah sakit. Sementara itu, Meta menjerit kecil setiap kali kontraksi baru melanda, membuat Rafi semakin panik.“Bertahan, Meta, sebentar lagi sampai,” katanya, meski suaranya sendiri bergetar.Di ruang ber

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Hadiah Ulang Tahun Penuh Haru

    Hari itu, suasana di apartemen mereka begitu hangat dan meriah. Tak ada pesta besar, hanya perayaan kecil ulang tahun Rafi yang ke-32.Meta menata meja makan sederhana dihiasi lilin-lilin kecil, kue tart cokelat di tengahnya, dan beberapa masakan rumahan yang dibuatnya sendiri.Rafi masuk dari pintu depan dan langsung terpana. “Wah… ini kejutan untukku?” tanyanya setengah tertawa, memandang sekeliling.Meta tersenyum, meraih tangan Rafi dan menuntunnya ke kursi. “Iya, spesial untuk suami terbaikku,” katanya hangat, membuat mata Rafi berbinar bahagia.Mereka pun menghabiskan waktu makan malam dalam kehangatan. Rafi bercanda dan tertawa, dan Meta tak henti-hentinya menatapnya dengan mata berbinar. Ia tahu, malam ini adalah waktu yang tepat untuk memberikan kejutan istimewa.Setelah meniup lilin dan membuat permohonan, Rafi menatap Meta penasaran. “Kamu terlalu banyak kejutan malam ini,” godanya.Meta

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Percintaan Panas Setelah Berpisah

    Detik berikutnya, bibir mereka bertemu lagi. Kali ini bukan sekadar ciuman rindu, melainkan ciuman hangat dan bergelora.Rafi merengkuh pinggang Meta, dan Meta melingkarkan tangannya di leher Rafi, membiarkan tubuhnya melebur dalam hangatnya dekapan sang suami.Ciuman mereka semakin dalam dan panas. Rafi mendorong tubuh Meta menuju dinding, menekannya lembut di sana hingga mereka bisa saling merasakan detak jantung dan hangatnya tubuh masing-masing.Meta hanya mampu mendesah kecil di sela-sela ciuman mereka, membuat Rafi makin bergelora.“Sayang,” bisik Rafi di sela napasnya, menelusurkan kecupan lembut ke leher Meta hingga membuatnya merinding.Meta menggigit bibirnya, seluruh tubuhnya bergetar. “Jangan berhenti…” bisiknya, membuat Rafi tersenyum dan menciuminya lagi lebih dalam.Tanpa banyak bicara, Rafi mengangkat Meta kembali ke dalam gendongannya, membawanya menuju kamar tidur.Ia merebahkan Meta di

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Salah Paham

    Meta memacu mobilnya menuju rumah orang tua Rafi, hati berdebar-debar bercampur cemas.Ia sudah bertekad untuk menemui Rafi, meminta maaf, dan mengutarakan perasaan yang selama ini tertahan. Ia bahkan sudah mempersiapkan kata-kata yang ingin disampaikannya dalam benaknya.Namun, saat mobilnya berhenti di depan pagar, sesuatu membuatnya terpaku.Di halaman, Rafi sedang berbincang hangat dengan seorang wanita berambut panjang.Mereka tampak begitu akrab, bercanda dan tertawa. Wanita itu bahkan sesekali memukul lengan Rafi manja, membuat Rafi tertawa lepas.Sekejap, dada Meta terasa seperti tertimpa batu. Matanya memanas, dan sebelum sempat berpikir, air mata sudah membasahi pipinya.Apa ini? pikirnya, napasnya tercekat. Ia merasa dikhianati. Ia datang untuk memperbaiki keadaan, dan sekarang harus melihat pemandangan yang begitu melukai perasaannya.Ia mundur selangkah, berbalik untuk segera pergi. Namun, gerakan Meta membuat Rafi menyadari kehadirannya.“Meta?” panggil Rafi kaget, lalu

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Keputusan Meta

    Suara ketukan pintu membuat Meta beranjak dari sofa. Matanya sedikit sembab, tubuhnya terasa lemas, dan semangatnya seakan tersedot habis dalam beberapa hari terakhir.Ketika ia membuka pintu, wajah Jihan sudah berdiri di sana—tatapan sahabatnya itu tajam dan penuh emosi.Tanpa basa-basi, Jihan langsung melangkah masuk. “Meta,” katanya setengah marah, setengah khawatir, “apa yang kamu lakukan? Membiarkan Rafi pergi begitu saja? Kamu sadar nggak betapa tulusnya dia mencintai kamu?”Meta terdiam di tempatnya, bahunya merosot. Ia sudah tahu cepat atau lambat Jihan pasti akan datang dan melontarkan semua kekesalannya.Jihan menatapnya lebih dalam lalu menghela napas pelan. “Aku tahu, harga dirimu pasti membuatmu sulit untuk mengejarnya duluan. Tapi jangan bodoh, Meta. Rafi itu lelaki baik. Kalau dia bisa sabar dan mencintaimu seperti itu, jangan sia-siakan.”Jihan menggenggam tangan Meta dan menatapnya kembali. “Kamu tidak akan menemukan pria sebaik Rafi, dan kamu tahu itu.”Mata Meta mul

  • Terpaksa Menjadi Ibu Pengganti CEO Arogan   Menenangkan Diri Terlebih Dahulu

    Meta merasakan atmosfer di ruangan itu begitu aneh sejak Rafi masuk. Tidak biasanya Rafi pulang begitu diam dan kaku.Meta mendekat dan menatap suaminya itu dengan tatapan lembut. “Rafi… kamu kenapa?”Pertanyaan itu membuat Rafi seperti tersentak. Ia menoleh cepat, dan kali ini Meta bisa melihat jelas gejolak di mata suaminya—campuran amarah dan kecewa.“Kenapa?” ulang Rafi. Suaranya berat dan nyaris bergetar. Ia menarik napas dalam, dan kali ini emosinya pecah. “Harusnya aku yang tanya begitu. Kamu kenapa, Meta?!”Meta mengerutkan kening, bingung sekaligus cemas. “Aku nggak ngerti maksud kamu…”Rafi tertawa getir, membuat dada Meta berdesir. “Jangan pura-pura, Meta. Kamu pikir aku nggak lihat Julian keluar dari sini barusan? Dan pesan-pesannya di ponselmu? Kamu sengaja membuka pintu untuknya?”Mata Meta melebar kaget. Ia langsung menggeleng. “Buka pintu un

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status