Share

Dia akan Pulang

Amora terkejut ketika melihat nama kekasihnya yang terpampang jelas di layar ponsel. Pacarnya menelepon dan Amora merasa canggung untuk mengangkatnya. Tak beberapa lama kemudian, ia pun memberanikan diri untuk mengangkat telepon tersebut.

"Halo, Sayang. Apa kabar?" ucap dari seberang telepon.

Mendengar suaranya saja, Amora hampir menitikkan air mata. Bukan tanpa sebab, sebentar lagi hubungannya dengan Delvin akan terputus. Ia akan menikah dengan seorang bos muda yang kaya raya.

"Halo?" Suara Delvin kembali terdengar di seberang telepon.

"Eh, iya. Halo, Sayang. Aku baik-baik saja. Bagaimana kabarmu di sana?" Perempuan itu akhirnya membuyarkan lamunan dan bertanya kembali.

Rama dan Rahmi hanya tertegun melihat anaknya yang menyembunyikan semua masalah ini terhadap Delvin. Mereka merasa bersalah karena telah meminjam uang dan menjadikan sang anak sebagai penebusnya. Hanya karena utang, semuanya menjadi berantakan seperti ini.

"Aku baik-baik saja. Oh, ya. Aku bawa berita gembira buat kamu, lo."

Delvin ternyata membawakan berita gembira. Ia berkata bahwa sebentar lagi dirinya akan pulang. Amora terkejut mendengarnya. Ia tidak menyangka bahwa sang kekasih akan pulang secepat itu.

"Kenapa cepat pulangnya, Vin? Bukankah seharusnya kamu pulang dua bulan lagi?" tanya Amora untuk memperjelas.

Pria yang bekerja di Negeri Sakura itu menjelaskan bahwa dirinya sudah mengumpulkan uang lebih banyak untuk modal bisnis nanti. Terlebih, dirinya memiliki jatah cuti selama sebulan. Hal itu dimanfaatkan di akhir kontrak kerja dan mengajukan diri bahwa bulan depan bisa pulang.

"Setelah aku pulang, kita bisa menikah bersama-sama dan membangun bisnis restoran impian kita. Bagaimana?"

Amora menutup mulut, menahan rasa haru setelah mendengar hal itu. Andai saja dirinya memberi tahu bahwa takdir tidak akan berpihak kepada mereka, pastinya Delvin merasa kecewa. Usaha yang dilakukan saat ini pasti akan sia-sia.

"I-iya. Delvin, semoga kamu sehat selalu di sana, ya!" ungkapnya dengan pikiran yang penuh dengan bimbang.

"Amora, kamu kenapa? Semuanya baik-baik saja, 'kan?" Delvin sadar akan pacarnya yang seperti memiliki masalah.

Gadis tersebut berhasil menghindari pertanyaan darinya. Ia menjawab dengan jawaban yang berhasil menutupi semua masalah yang dialami. Setelah berbincang sekian lama, akhirnya pembicaraan pun ditutup.

Amora tidak kuat lagi dengan takdir hidup yang menimpa keluarganya. Ia kemudian memeluk sang ibu. Momen kesedihan di keluarga itu pun bermula. Amora masih berpikir, apakah Delvin akan menerima semua ini atau tidak.

***

Keesokan harinya, Amora beserta kedua orang tua mendatangi rumah kediaman bos muda, Stefan. Rumahnya sedikit jauh dari rumah mereka. Setelah sampai, mereka disambut oleh beberapa penjaga yang tengah berada di depan gerbang.

Semuanya tampak megah, itulah yang ada di pikiran Amora saat ini. Dari pintu gerbang yang sangat besar, halaman rumah yang penuh dengan taman dan kolam renang, juga bangunannya yang bertingkat. Sungguh, itulah identitas dari seorang bos kaya raya.

"Ada keperluan apa kalian datang ke sini?" Tiba-tiba, seorang pria berbaju hitam muncul dan menghampiri mereka. Pria itu merupakan salah satu pria yang sama dengan pria yang menagih utang kemarin.

"Kami ingin bertemu dengan Tuan Stefan. Apakah ada?" tanya Rahmi dengan lemah lembut.

Lantas, pria itu pun mengantarkan mereka ke dalam rumah. Sungguh, di dalamnya pun terasa megah sekali. Penuh dengan lampu-lampu besar yang tergantung tepat di tengah ruangan.

Amora menelisik ke sana kemari dengan takjub. Pandangannya tertuju pada seorang pria berkaus hitam dengan celana denimnya. Tidak salah lagi, itu adalah Stefan.

"Silakan duduk!" Stefan pun menunjuk ke kursi tamu dan mempersilakan mereka untuk duduk.

"Ba-baik, Tuan." Rama yang masih merasa takut pun perlahan duduk, diikuti oleh sang istri dan anaknya dari belakang.

"Begini, maksud dari kehadiran kami di sini, kami telah menyetujui terkait cara alternatif yang Tuan berikan kepada kami." Rama menjelaskan meski pandangannya tidak tertuju pada wajah Stefan.

Stefan langsung melirik ke arah Amora. Wajahnya seperti penuh hasrat cinta, ia tersenyum kecil karena merasa dirinya berhasil membuat mereka tidak berdaya. Terlebih, keinginan untuk menikah dengan Amora semakin menjadi-jadi.

"Bagus, keputusan yang bagus. Saya harap, kalian tidak mengubah keputusan itu lagi."

Amora memandang sekilas terhadap Stefan, alhasil mereka pun saling pandang. Perempuan itu pun menunduk kembali karena masih takut dengan pria tersebut.

Tak lama kemudian, datanglah seorang wanita yang memakai gaun berwarna merah. Melihat Amora beserta kedua orang tuanya, wanita itu bertanya, "Sayang, mereka siapa?"

Amora mendongak, tersentak kaget ketika melihat seorang wanita cantik berambut sebahu yang menyebut Stefan dengan kata sayang. Siapa dia?

"Sayang, dia adalah calon istri keduaku."

"Apa? Calon istri kedua kamu?"

Wanita itu terkejut, termasuk Amora dan kedua orang tuanya. Siapa sangka? Stefan yang terkenal dengan kaya rayanya ternyata sudah beristri dan menjadikan Amora sebagai istri kedua.

"Kenapa, Mas? Kenapa kamu melakukan ini semua? Kenapa kamu menduakan aku?" Wanita itu bertanya dengan nada tinggi, menatap benci kepada Amora yang sama kagetnya.

"Karena kamu nggak bisa memberikan keturunan, Sayang. Kamu tenang saja, aku nggak akan menceraikan kamu, kok. Aku masih cinta juga sama kamu, Jovita."

Sungguh di luar pikiran mereka. Sejak awal, Amora tidak menduga-duga terkait hal ini. Namun, ternyata dirinya akan dijadikan istri kedua. Dosa apa yang menyebabkan dirinya terjerumus pada kehidupan pahit ini?

Wanita itu menolak dengan keras terhadap kehadiran Amora sebagai istri kedua Stefan. Jika memang pernikahan itu akan terjadi, ia tidak segan-segan akan bunuh diri. Lantas, dirinya pun langsung pergi menaiki tangga menuju lantai dua dengan cucuran air mata yang deras.

"Jovita! Jovita!" Pria berkulit putih itu berteriak memanggilnya, tetapi tidak diacuhkan oleh sang istri.

Peristiwa itu membuat Amora semakin takut. Gadis berbaju putih tersebut tidak tahu apa lagi yang harus diperbuat. Terlepas dari keputusannya yang salah atau tidak, ia kembali memikirkan Delvin.

Rama dan juga istrinya masih terngiang-ngiang dengan yang dilihatnya tadi. Namun, Stefan dengan cepat menjelaskan yang sebenarnya bahwa dirinya sudah memiliki seorang istri bernama Jovita yang sudah dinikahi selama empat tahun lalu. Istrinya divonis tidak bisa hamil dan menjadikan Amora sebagai istri kedua untuk melahirkan keturunan.

"Hanya itu saja maksud dan tujuan saya untuk menikahi dia. Saya harap, semoga kalian nggak berubah pikiran. Tenang saja, Amora pasti akan hidup enak di sini dengan bergelimang harta sebagai istri saya dari seorang bos muda," jelasnya dengan begitu tenang.

Amora melirik ke arah orang tuanya. Perempuan itu mengangguk dan menjadi pertanda bahwa dirinya baik-baik saja.

Prang!

Tiba-tiba, mereka semua tersentak kaget ketika mendengar suara benda yang dilempar dengan keras.

"Suara apa itu?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status