Share

Bab 5. Jatuh Cinta?

Author: Tina Asyafa
last update Last Updated: 2025-07-14 19:24:40

--Happy Reading--

Jangan menilai orang dari luarnya saja, akan tetapi lupa dengan kebaikan apa yang ada di dalam hati orang itu. Jangan membuat asumsi sendiri, tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya. Jangan seperti kacang lupa kulitnya, saat senang dia datang dan saat susah dia pergi.

***

Seolah mengerti apa yang mas Adam ucapkan, secepat mungkin asisten Bisma dan kedua pelayan itu bergegas meninggalkan kami berdua. Kini, aku hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi. Sejujurnya, aku tidak mengerti apa yang bisa aku lakukan.

“Buka pintu kamarnya! Apa kamu mau berdiri terus, huh?” Suara mas Adam terdengar ketus.

“Eeh… iya.” Aku tersentak dari lamunan sesaat tadi, memegang dadaku yang masih berdebar kencang.

Sontak aku memegang gagang kursi roda mas Adam, seraya meraih gagang pintu kamar. Setelah pintu kamar terbuka, dengan perlahan aku mendorong kursi roda mas Adam untuk masuk ke dalam kamarnya.

Mulutku melongo, melihat kamarnya yang begitu luas dan besar. Mungkin, ukuran kamar mas Adam sebesar rumah milik kedua orang tuaku.

“Tutup pintunya!” ucap mas Adam, membuatku tersadar buru-buru mengatup mulutku.

“I-iya,” ucapku gugup.

Aku pun bergegas menutup pintu kamar mas Adam, kemudian hendak meraih gagang kursi roda. Namun, suara mas Adam terdengar kesal. “Tidak usah, aku bisa sendiri!”

Aku bergeming, mas Adam sangat ketus dan dingin kepadaku. Berbanding terbalik dengan sikap juragan Zein yang sangat ramah dan hangat.

“Siapkan air hangat! Aku ingin mandi,” titahnya sedikit lembut.

Aku bingung, aku masih belum mencerna perintahnya. Aku harus ambil air hangat di mana? Sedangkan aku tidak tahu dapur rumah ini, untuk aku memasak air.

“CEPAT, BODOH!” sentak mas Adam dengan suara meninggi, saat aku tidak kunjung beranjak dari tempatku berdiri. Dia terlihat kesal dan emosi terhadapku.

“Eeh.. anu.. itu…tapi…” ucapku terdengar gagap. Namun, langsung dihentikan oleh mas Adam.

“Jangan banyak membantah! Masuk ke kamar mandi, nyalakan keran airnya dan atur suhunya.”

“I-iya,” ucapku dengan bibir bergetar.

Setelah aku masuk ke dalam kamar mandi yang begitu bersih, besar dan nyaman, aku berjalan menuju keran air dan mengatur suhu kadar air, yang biasa disebut dengan Heater Water.

“Woow… tidak perlu susah-susah memasak air kalau punya alat seperti ini,” gumamku pelan, sambil menekan alat pengatur suhu panasnya dan menyalakan kerannya yang aku alirkan ke bathtub.

Aku hendak ke luar dari dalam kamar mandi, namun mas Adam sudah menghadang di depan pintu.

“Sudah?”

“S-sudah, Tuan!” Aku masih saja gugup saat bicara dengan mas Adam.

“Bantu aku!” titahnya.

Haaah? Bantu? Bagaimana ini? Masa, aku harus bantu memandikan mas Adam. Aku jadi gelagapan dengan permintaannya. “B-bantu untuk apa?”

“Mandilah, Bodoh!”

“Tapi….” ucapku menggantung, namun kedua bola mata mas Adam seolah sedang menghunus tajam ke arahku di balik kaca mata hitamnya dengan rahangnya yang mengetat geram. “B-baiklah!” suaraku benar-benar gemetar.

Dengan terpaksa, aku pun membantu mas Adam untuk memapah tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi dan mendudukkannya di atas closed duduk. Jantungku terus berdebar kencang, selama memapah tubuh mas Adam. Ada apa dengan jantung ini? Mengapa berdebar kencang begini?

Dalam hati aku mengumpat kesal, bisa-bisanya laki-laki ini meminta aku untuk membantunya mandi. Memang, aku ini sekarang sudah menjadi istrinya. Tapi, aku menikah bukan karena cinta dengannya. Mengapa dia tidak menyadari hal itu? Apa dia pura-pura bodoh, atau memang tidak tahu kalau aku hanyalah istri pengganti.

Aku memeriksa suhu air di dalam bathtub dengan tangan kananku, untuk memastikan jika airnya sudah benar-benar hangat. Air pun sudah terisi penuh, kemudian aku menoleh ke arah mas Adam. “S-sudah hangat dan penuh airnya, Tuan.”

“Kucurkan sabun cair ke dalam bathtubnya,” titah mas Adam kemudian.

Aku edarkan mata ini, mencari sabun cair yang diminta mas Adam. Setelah melihatnya, aku berjalan menuju tempat sabun cair yang berjejer rapi dengan beraneka jenis warna dan wangi. Telunjuk tanganku mengetuk-ngetuk bibirku, sabun cair yang mana yang harus aku ambil. Aku pikir, apa pun warna dan wanginya pasti sama saja. Toh, semua yang ada pasti pernah dia pakai.

Tanganku mengarah ke sabun cair yang berwarna kuning dengan wangi yang tertulis aroma lemon di botol kemasannya yang berukuran jumbo. Namun, seolah mas Adam melihat gerakkan tanganku, dia menghentikan apa yang akan aku ambil.

“Ambil yang warna hijau saja! Aku sedang ingin mencium aroma teh.”

Sontak saja aku menoleh ke arahnya. Apakah aku tidak salah dengar? Kenapa mas Adam seperti tahu jika aku hendak mengambil sabun cair berwarna lain, bukan seperti apa yang dikatakannya.

Baru saja aku ingin membuka mulut untuk meminta penjelasan bagaimana mas Adam bisa tahu kalau aku hendak mengambil botol warna yang lain, lagi-lagi suara mas Adam mengurungkan niatku.

“Cepat ambil! Lamban sekali sih, jadi perempuan,” grutunya.

“Ck… “ Aku medengus kesal, kedua tanganku mengepal kuat. Kalau saja bukan suamiku, sudah aku tendang ke hutan Amazone. Bila perlu, aku lempar ke kutub utara sekalian.

Aku pun segera mengambil botol yang berwarna hijau dengan wangi harum teh hijau. Kemudian, aku berjalan ke arah bathtub dan menuangkan sabun cair ke dalam isi air itu dengan beberapa tetes.

“Jangan banyak-banyak!” tekannya, seolah tahu berapa banyak aku menuangkan sabun cair itu.

Aku mengangguk, kemudian mengaduk air yang terasa hangat itu agar sabun cair yang aku tuang bisa merata. Busa sabun pun mulai muncul dipermukaan air dan wangi teh hijau menyeruwak menusuk hidung. “Huum, harumnya,” ucapku lirih, seraya mengibaskan jemari tanganku di depan bathtub.

“Sini, kamu!” panggil mas Adam, aku pun segera ke arahnya. “Tolong aku untuk masuk ke dalam bathtub!” pintanya, sambil membuka satu persatu kancing kemeja yang dikenakannya.

Nampak, dadanya yang bidang dengan otot-otot yang kencang. Jangan lupakan, perutnya yang sixpack layaknya roti sobek yang begitu menggoda, membuatku berkali-kali menelan saliva.

Panik? Pastinya, aku sangat panik ketika melihat apa yang dilakukan mas Adam. Meskipun sah-sah saja dia melakukan hal itu di hadapanku, mengingat kami sudah sah menjadi sepasang suami istri, akan tetapi tetap saja kita bukan seperti pasangan pengantin lainnya yang saling mencintai dan menyayangi.

Aku memalingkan wajah, agar tidak melihat penampakan itu. Sialnya, dengan begitu santainya mas Adam pun membuka celana hitam panjangnya yang hanya menyisakan underwearr miliknya saja.

Mas Adam mencoba untuk bangkit dari atas closed. “Hei… bantu aku!” teriaknya, saat aku masih saja melihat ke arah lain.

Aku pun tersentak seketika, namun buru-buru aku bergegas membantunya untuk masuk ke dalam bathtub yang sudah bertabur busah melimpah, dengan air hangat dan wangi yang menenangkan. Menahan rasa dag dig dug dalam dadaku, aku mencoba untuk tatap terlihat tenang, agar mas Adam tidak curiga dengan apa yang sedang aku rasakan.

Deg!

Jantungku lagi-lagi berdegup cepat, kala tangannya yang kekar melingkar di bahuku. Aku memapahnya dengan sangat hati-hati untuk masuk ke dalam bathtub. Bisa-bisa aku punya penyakit jantung, kalau terus-terusan seperti ini.

Kini, mas Adam sudah berada di dalam bathtub, meluruskan kakinya dengan tubuh yang sudah terendam busa sabun. Kedua tangannya masuk ke dalam air busa, membuka underwearr miliknya dan melemparkannya ke tumpukkan baju dan celana miliknya. Padahal mas Adam buta, akan tetapi kenapa begitu pas lemparannya mengenai tepat di atas baju dan celana miliknya? Mungkin hanya kebetulan saja, pikirku.

“Simpan pakaianku di dalam keranjang!” titahnya sambil menggosok-gosok tubuhnya dengan air busa sabun itu, lalu dia pun terlihat menikmati setiap usapan lembut tangannya sendiri.

Aku pun ragu dan takut-takut mengambil pakaian mas Adam yang menumpuk di atas lantai, dengan rasa risih dan jijik saat jemari tanganku harus mengambil underwearr milik mas Adam dan menaruhnya di dalam keranjang pakaian kotor.

“Issh, nasib-nasib,” gerutuku.

Ada yang ganjal di mataku, mengapa mas Adam mandi dengan kaca mata yang masih bertengker. Bagaimana kalau nanti dia mencuci mukanya? Apakah tidak terasa aneh atau risih?

“T-tuan.”

“Heeem…”

“K-kaca matanya tidak dilepas?” tanyaku memberanikan diri.

Mas Adam tidak menjawab pertanyaanku, seolah dia menulikan pendengarannya.

Aku pun tersenyum kecut dengan sikap mas Adam, lalu mencoba mengalihkan perhatianku ke arah sekitar. Melihat-lihat jenis shampoo, pasta gigi, sikat gigi, pembersih wajah dan aneka sabun cair yang lumayan banyak dan lengkap.

“Ambilkan shampoku!” titah mas Adam membuatku menghentikan kegiatanku.

“Shampo? Warnanya apa?” tanyaku memastikan. Aku takut salah ambil shampoo yang dia inginkan.

“Hijau,” sahutnya, seraya membuka kaca mata hitamnya dan menaruhnya di atas pinggiran bathtub.

Glekkk!

Aku tercekat, saat melihat kaca mata hitam mas Adam terlepas. Bola mata mas Adam berwarna hitam, dengan bulu mata yang panjang menjorok ke bawah, terlihat sangar dan kejam kala menatap lurus ke depan.

“Masya Allah, gantengnya,” gumamku tanpa sadar.

Hampir-hampir shampoo di tanganku jatuh, saking terpesonanya melihat wajah asli mas Adam tanpa kaca mata hitamnya. Dalam seperkian detik, diri ini terhipnotis tanpa berkedip.

Jangan lupakan, jantungku yang sedang tidak baik-baik saja. Aku takut jatuh cinta kepadanya. Namun, bukankah pria ini adalah suamiku? Tidak ada salahnya kan, kalau memang aku jatuh cinta?

Detik kemudian, kesadaranku kembali normal dengan menggeleng-gelengkan kepala. “Tidak… tidak, gara-gara laki-laki itu, hidupku jadi seperti ini. Cita-citaku, kuliahku dan menikah dengan laki-laki yang aku cintai telah musnah, semua impianku telah berakhir di sini,” bathinku menolak.

Aku seperti tidak percaya, jika kedua bola mata mas Adam itu buta. Aku mencoba menghalau pandangannya dengan melambaikan tanganku di depan wajahnya.

--To be Continue--

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
bisa2nya km Anna km mp bilang gantengnya suamiku gitu hehehee jantung aman anna.........
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 105. Cemburu Dan Iri

    Setelah memeriksakan kehamilan istrinya ke dokter, Adam pun segera mengabari berita bahagia tersebut kepada sang kakek dan mertuanya. Betapa senang sekaligus terkejutnya mereka, kala berita itu disampaikan langsung oleh Adam Kusuma Wardana. Anna yang melihat raut wajah suaminya sumringah ketika berbicara di telpon, nampak mengulum senyum sambil mengusap lembut perutnya yang masih rata itu. “Terima kasih, calon dedek bayi ku. Mama senang, kamu telah tumbuh di rahim ini,” gumamnya lirih. “Video call….,” ucap Adam di tengah pembicaraannya dengan sang mertua, sambil melihat ke arah istrinya. Seolah tahu maksud ucapan suaminya, Anna pun nampak mengangguk-anggukkan kepalanya lirih dengan mengulas senyuman tipis. Melihat respon istrinya, Adam pun lantas menekan tombol recorder untuk melakukan video call dengan sang mertua. “Assalamualaikum, Ibu dan Ayah….” Anna nampak mengucapkan salam sambil melambaikan tangannya di depan camera telpon dengan raut wajah bahagia. “Waalaikumusalam, Nak….

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 104. Hamil

    --Happy Reading-- Dua bulan kemudian. Di kampus. Anna nampak lemas dan tidak semangat. Sedari pagi, napsu makannya tiba-tiba hilang. Begitu juga saat ini, di kantin kampus. Ia memaksakan diri untuk menyuap makanan yang ada di hadapannya. Namun, tiba-tiba perutnya seperti di kocok dan ingin muntah. Owek! Anna berlari ke arah washtafel di dapur kantin, lalu memuntahkan isi perutnya yang kosong. Hanya cairan kental berwarna bening, yang ke luar dari dalam rongga mulutnya. “Anna….!” Panggil Marta segera menyusul sahabatnya itu, lalu membantu memijit tengkuk Anna, saat Anna sedang menunduk di depan washtafel untuk memuntahkan isi perutnya. “Apa kamu sakit, Anna?” tanya Marta yang sangat cemas. Anna pun tidak segera menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Ia hanya menggeleng sambil membasuh wajahnya dengan air yang mengalir dari washtafel. Ia tidak merasa sakit, ia hanya mual dan tidak nafsu untuk makan sedari pagi tadi. “Wajah kamu pucat, Anna.” Marta memperhatikan dengan menel

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 103. Ingin Selalu Bersama

    --Happy Reading--Pagi ini, dua pasang suami istri itu sedang menikmati breakfast di restoran sekitar hotel mereka menginap.Mereka memesan menu makanan beraneka macam jenis yang tersedia di restoran tersebut, dengan berbagai nama masakannya yang unik.Anna dan Marta pun menyicipi satu persatu jenis makanan khas kota Paris tersebut. Nama yang asing di telinga mereka, yaitu Escargote, Ratatouille, Foie Gras dan masih banyak lagi nama-nama jenis makanan yang lainnya.Untuk pertama kalinya, Anna dan Marta benar-benar menikmati makanan khas kota Paris yang membuat lidah mereka ketagihan.Adam dan asisten Bisma yang sudah pernah berkali-kali mencicipi makanan itu pun, hanya menggeleng dan mengulum senyum dengan tingkah istri mereka yang terlihat lucu di matanya.Usai mengisi perut mereka dengan berbagai menu pilihan tersebut, dua pasang suami istri itu pun meninggalkan hotel penginapan tersebut, menuju berbagai tempat wisata yang telah mereka rencanakan sebelumnya

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 102. Honey Moon Ke Paris

    --Happy Reading--Dua Minggu telah berlalu.Pesta pernikahan asisten Bisma dan Marta Kirani pun akhirnya berlangsung dengan mewah dan megah di kota Garut. Tepatnya, di hotel bintang lima yang cukup ternama di kota itu.Semua biaya pernikahan mereka, hadiah dari Adam Kusuma Wardana. Ia yang memang sudah berjanji kepada asisten Bisma untuk menanggung semua itu. Mulai dari biaya lamaran, undangan, akad nikah, seserahan, resepsi pernikahan dan yang terakhir, bulan madu ke Paris.Ya, Adam sudah berencana akan honey moon ke Paris bersama sang istri, setelah menunggu asistennya menikah. Karena, honey moon mereka sempat gagal sewaktu itu.Kedua orang tua asisten Bisma dan Marta pun, sangat berterima kasih kepada Adam dan istrinya, Anna. Mereka sangat bersyukur atas kebaikan Adam dan istrinya, yang sudah membantu membiayai semua dana pernikahan dan bulan madu anak-anaknya.Dengan kerendahan hati, Adam dan Anna tidak bersikap sombong atau pun congkak. Mereka nampak sen

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 101. Mudah Sensitive

    --Happy Reading--“Terserah, Pah! Papah mau bilang Mama kurang sopan, kek. Kurang etika, kek. Terserah Papa! Sepertinya, Mama kurang setuju untuk menikahkan Marta dengan laki-laki ini. Mama tidak terima, ia bertanya sangat tidak sopan kepada Mama. Pokoknya, Mama sudah membatalkan lamaran ini. Mama tidak akan memberikan restu untuk kalian, walaupun kalian tetap akan menikah. Titik!”Ibunda Marta pun lantas meninggalkan mereka semua, dengan lelehan air bening yang sudah membanjiri wajahnya, tanpa menunggu suaminya membalas perkataannya.“Mama….” Marta memanggil ibundanya lirih dengan rasa yang menghimpit sesak di dalam dadanya.“Dasar orang tua keras kepala kamu, Mah!” umpat ayah Marta kesal, istrinya suka sekali mengambil keputusan sendiri.Ya, sifat istrinya memang kerap kali naik turun, sering labil dan sedikit egois dengan kehendaknya sendiri.Sontak, semua orang yang mendengar perkataan ibunda Marta pun sangat terkejut dibuatnya. Terlebih lagi, asisten Bis

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 100. Mendamaikan Calon Ibu Mertua.

    --Happy Reading--Suasana tiba-tiba menjadi hening, ada sedikit rasa tegang dan terkejut. Ucapan ibunda dari calon menantu keluarga asisten Bisma sedikit mengusik hati dan pikiran semua orang yang hadir di acara lamaran tersebut.Terlebih lagi, Marta dan asisten Bisma, selaku orang yang berkepentingan paling utama.“Maaf, Nyonya! Apa maksud, Nyonya?” Adam buru-buru bertanya memecahkan keheningan yang datang tiba-tiba. “Saya sudah menikah. Dan, ini Istri saya yang paling saya cintai,” kata Adam to the point, seraya menggenggam tangan Anna.Anna pun tersenyum tipis, merasa kikuk dan canggung.“Mama…” gumam Marta, seraya menggeleng kuat. Ia benar-benar merasa tidak enak hati dan malu dengan ucapan sang ibu. Walaupun ia yang salah, belum sempat mengenalkan asisten Bisma secara langsung, karena hubungan mereka yang terlampau singkat. Namun, setidaknya sang ibu sudah pernah saling berbincang lewat video call.“Oh, saya tidak bermaksud apa-apa, Nak. Saya hanya salah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status