Share

Ijab Qabul

Penulis: Tina Asyafa
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-04 21:20:23

--Happy Reading--

Setiap gadis memimpikan pernikahan yang indah dengan pujaan hatinya. Namun, tidak semua impian itu bisa berjalan dengan sempurna sesuai apa yang kita inginkan. Meskipun demikian, percayalah bahwa tujuan sebuah pernikahan pada dasarnya baik, untuk membina keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.

***

Ayah mengulurkan tangannya ke arah pria yang akan menjadi suamiku sesaat lagi, lalu menjabat tangannya dengan erat.

Sebenarnya ayah mengenal cucu juragan Zein, saat remaja dulu. Namun, selepas lulus Sekolah Menengah Atas, cucu juragan Zein melanjutkan pendidikannya di luar negeri, yaitu Singapore. Setelah itu, ayah sangat jarang melihatnya. Karena, cucu juragan Zein bekerja di kota.

Suara lantang mulai terdengar dari bibir ayah, disaat melapalkan Ijab Qabul untuk kami, sepasang mempelai pengantin. Diawali dengan kata Bismillah, ayah menyerahkan tanggung jawab aku sebagai anaknya kepada calon menantunya di hadapan bapak penghulu, para saksi dan para tamu.

Pernikahan yang sacral ini, sudah barang tentu disaksikan oleh Allah dan didoakan oleh para malaikat. Jadi, bagaimana pun jalannya, aku harus tetap tegar dan menerima semua prosesnya.

Dengan satu tarikan napas yang terdengar tegas dan lantang dari bibir calon suamiku, dia melapalkan Ijab Qabulnya dengan menjabat erat tangan ayahku. “SAYA TERIMA NIKAH DAN KAWINNYA ANNAYA AHMAD BINTI SABDA AHMAD DENGAN MAS KAWIN TERSEBUT DIBAYAR TUNAI.”

“Bagaimana para saksi?” tanya pak penghulu yang menoleh ke kanan dan ke kiri.

“SAH!”

“SAH!”

“SAH….!”

Suara sahut menyahut memenuhi acara Ijab Qabulku dengan pria yang kini sudah resmi menjadi suamiku.

“Alhamdulilah… Barrakalloh,” ucap bapak penghulu seraya mengadahkan tangannya, kemudian melapalkan doa-doa kebaikan untuk kami sebagai sepasang pengantin baru.

“Alhamdulilah…!” ucap para saksi dan tamu undangan yang hadir dengan serentak.

Semua yang hadir mengaminkan doa yang dipanjatkan oleh bapak penghulu, termasuk aku yang ikut mengaminkan di dalam hati. Entah kenapa, meski aku pun kurang paham dengan isi doa yang menggunakan bahasa Arab, tetap saja aku mengaminkannya saja. Aku yakin, doa itu untuk kebaikan rumah tangga yang akan aku jalani bersama mas Adam.

Air mataku jebol dari pertahanan, tidak mampu kubendung lagi. Ada rasa campur aduk dalam hatiku yang bergejolak, antara percaya dan tidak percaya jika aku kini resmi menyandang seorang gadis yang sudah bersuami.

Nampak jelas dari kedua bola mataku, suamiku yang bernama lengkap Adam Kusuma Wardana menoleh ke arahku sekilas, sepertinya dia peka dengan kondisiku yang sedang menangis.

“Ayo, di salami tangan suaminya, Nak Anna! Sekarang, kalian sudah SAH menjadi suami istri di mata agama. Urusan di KUA, itu masalah gampang. Hanya tinggal mengganti nama mempelai perempuannya saja,” tutur bapak penghulu dengan senyum merekah, usai memberikan selamat atas pernikahan kami.

Aku mengangguk pasrah, masih dengan suara terisak. Aku lakukan apa yang diperintah oleh bapak penghulu, mengulurkan tanganku untuk meraih tangan kanan suamiku yang berukuran besar dan lebar itu.

Ada perasaan canggung dan berdebar di dalam diri, saat mencium punggung tangan seorang pria yang baru aku kenal ini. Rasanya aneh dan sulit untuk aku selami, ada gelenyar dalam dada yang entah itu apa namanya. Aku sadar, ini bukanlah rasa jatuh cinta yang seperti dialami banyak pasangan pengantin lainnya di luar sana, melainkan rasa takut yang menggerogoti jiwa ini untuk menjadi seorang istri yang belum siap sepenuhnya.

Deg….

Jantungku berdegup cepat, kala keningku merasakan dingin yang meresap ke dalam pori-pori kulitku, lewat sentuhan bibir suamiku yang mengecupnya dengan lembut.

Aku mendongak, lalu menjaukan diri untuk menjaga jarak. Rasa risih yang sedang menguasai raga ini kian mendera, aku tidak bisa menutupi wajahku yang mungkin saja sudah memerah seperti kepiting rebus.

“Heeem…”

Aku mendengar ada gumaman dari bibir suamiku itu, seolah dia menyadari apa yang aku lakukan.

PROK….

Suara tepuk tangan begitu riuh terdengar. Mungkin saja, mereka begitu senang atau terharu melihat aksi kami seperti pasangan pengantin baru yang romantis di mata mereka. Atau bisa jadi, tepuk tangan mereka sebagai cemoohan, karena aku mau menikah dengan pria buta dan lumpuh untuk menggantikan kak Asma.

“Pakai ini, Nak!” Ibu menyodorkan selembar tisu ke arahku, saat menyadari air mataku yang kian mengalir deras membasahi wajah. Aku mengambil tisu itu dari tangan ibu, lalu mengusap air mataku dengan perlahan.

Setelah itu, ibuku membawa sebuah kotak berwarna kuning keemasan yang kemudian dibukanya di hadapan semua orang. Terlihat dengan jelas, sepasang cincin emas yang berkilau indah bermatakan berlian yang bersinar.

Aku pun mengangguk pelan, lalu meraih cincin yang berukuran lebih besar untuk disematkan di jari manis tangan mas Adam sebelah kanan. “Sematkan di jari suamimu, Sayang!” titah ibu dengan tersenyum mengembang. Entah mengapa, seonggok daging di dalam dadaku begitu terasa sakit, kala mendengar permintaan ibu.

Mas Adam hanya bergeming, saat aku memasukkan cincin pernikahan tersebut ke dalam jemari manisnya. Namun, perasaanku berkata, Mas Adam sedang memperhatikanku dari balik kaca mata hitamnya.

Tidak ingin berprasangka yang tidak-tidak, segera aku tepis pikiran-pikiran ganjal itu.

Ibu pun melakukan hal yang sama kepada mas Adam, untuk menyematkan cincin yang satunya lagi ke jari manisku.

Mas Adam pun mengangguk, meraih cincin yang satunya lagi untuk disematkan ke jari manis ini, sambil meraba jemari tangan kananku yang aku sodorkan di depan-nya. Meskipun sedikit kebesaran, namun masih pantas melingkar di jemari manisku.

Walaupun tinggi badanku dengan kak Asma hampir sama, namun bentuk tubuhku lebih kecil dan ramping dibandingkan dengan kak Asma. Jadi, ukuran jemari tanganku pun lebih kecil dari ukuran jemari tangan kak Asma.

Suara tepuk tangan dari para tamu yang hadir kembali terdengar, kala kami selesai saling menyematkan cincin pernikahan. Terlihat senyum merekah dari bibir mas Adam, dengan menghadap ke arah para tamu. Aku pun ikut tersenyum, meski terasa kaku. Aku tidak ingin menunjukkan rasa getir di dalam dadaku kepada semua tamu yang hadir.

Berhubung aku adalah istri pengganti dari kak Asma, jadi pernikahanku hanya dilakukan secara siri. Karena, semua dokumen yang terdaftar di KUA atas nama Kak Asma bukan atas namaku.

Dokumen kelengkapan atas namaku, akan menyusul setelah acara ini selesai dan akan segera diurus oleh pihak dari keluarga suamiku secepatnya ke kantor KUA.

***

Juragan Zein sempat shock sebelumnya, saat mengetahui fakta yang terjadi atas penjelasan dari ayahku. Beliau tidak menyangka, jika calon istri cucunya itu digantikan oleh aku yang merupakan adik dari kak Asma. Juragan Zein pun tidak ingin malu di depan para tamu undangan, mau tidak mau akhirnya menerima saja penjelasan ayah, meskipun beliau menganggapku masih terlalu muda untuk menikah dengan cucunya yang sudah mendekati angka kepala tiga itu.

Siapa yang tidak mengenal juragan Zein Wardana? Pesohor terkaya di desaku dengan ribuan hektar perkebunan teh, tempat ayah dan ibuku bekerja.

Sebagian penduduk di desaku itu menjadi buruh teh, untuk keberlangsungan hidup mereka. Meskipun upah yang diterima setiap buruh berbeda-beda, sesuai hasil panen yang diperoleh. Namun, juragan Zein selalu berlaku adil kepada setiap buruh yang bekerja di perkebunan-nya itu.

Semua buruh diperlakukan sama oleh juragan Zein, mendapatkan upah yang layak, mendapatkan jatah makan satu kali di jam istirahat siang dan diberikan jatah libur satu hari di akhir pekan.

***

Acara sungkeman pun kami lakukan, sesuai dengan adat di desa kami yang turun temurun.

Aku dan mas Adam meminta doa restu di hadapan para orang tua kami yang sedang duduk di kursi, dengan diawali olehku, lalu disusul oleh mas Adam yang aku arahkan. Karena kedua kaki mas Adam lumpuh, jadi dia tidak bisa duduk bersimpuh sepertiku. Maka mas Adam tetap melakukan sungkeman dengan duduk di kursi roda-nya.

Ayah dan Ibu memeluk tubuhku bergantian dengan sangat erat. Suara mereka terdengar parau dengan isak tangis yang memilukan.

“Terima kasih, Nak! Ayah selalu berharap kamu akan hidup bahagia,” ucapnya lirih di dalam dekapanku.

“Ibu selalu mendoakan kebaikan untukmu, sayang,” ucapnya tulus dengan derai air mata.

Aku terhanyut dalam luapan emosi yang sedari tadi menguasai diri, menumpahkannya lewat tangisan yang tiada henti di dalam dekapan ibu dan ayah.

“Sudahlah, Sayang! Hapus air matamu ini.” Ibu menghapus air mataku dengan jemari tangan-nya yang lembut.

Setelah itu, ibu dan ayah juga memberikan untaian doa kebaikan untuk suamiku yang kini telah resmi menjadi menantu-nya, dengan memeluk tubuhnya erat dan menganggap suamiku bagian dari keluarga-nya mulai saat ini.

Aku pun meminta restu kepada kakek suamiku, yang berarti menjadi kakekku juga mulai hari ini.

Juragan Zein mengulurkan tangannya untuk mengusap puncak kepala kami, lalu mengucapkan selamat atas pernikahan kami dalam dekapannya. “Selamat menempuh hidup baru untuk kalian, Cucu-cucuku. Kakek selalu mendoakan kalian, agar memiliki keluarga kecil yang bahagia.”

Ada perasaan yang sulit untuk aku jabarkan, kala sebuah ucapan yang terlontar dari seorang pria paruh baya yang usianya diperkirakan sudah menginjak angka tujuh puluh tahunan itu. Namun, aku tetap mengaminkan doa tersebut di dalam hati.

Aku mengangguk pelan, meski tidak tahu apa yang akan terjadi ke depannya antara aku dan mas Adam. Sedangkan mas Adam terlihat menyunggingkan senyuman tipis dan bergumam pelan.

Aku bergeming, dengan senyum yang sedikit aku paksakan. Aku tidak tahu, apakah doa para orang tua itu akan benar-benar terwujud atau pupus di tengah jalan? Hanya waktu yang akan menjawabnya.

Setelah acara sungkeman selesai, kami pun segera di tuntun ke atas pelaminan yang sudah didekor sedemikian indahnya, untuk melakukan serangkaian acara adat sunda yang lainnya. Kami mengikuti saja apa yang diperintahkan, tanpa membantahnya.

Tidak ada pembicaraan diantara kami berdua, hingga serangkaian adat itu pun berakhir. Hanya seorang wanita paruh baya yang menuntun kami untuk melakukan sesuai arahannya.

Para tamu pun memberikan ucapan selamat kepada kami dengan suka cita. Ada yang terlihat tulus, bahagia, senang dan ada pun yang terlihat seolah mengejekku dengan senyuman dan kata-kata bernada sindiran.

Aku terima saja dengan lapang dada. Memang kenyataannya, jika aku hanyalah istri pengganti untuk kesialan kak Asma.

"Selamat ya, Anna! Semoga nasibmu beruntung."

"Aku turut bahagia, Anna! Semoga cepat memiliki momongan yang normal."

Ucapan mereka begitu menusuk ke dalam dadaku, aku tahu apa yang dimaksud oleh mereka.

Salah satu sahabat di desaku ternyata hadir dalam pernikahanku ini, aku benar-benar tertunduk malu dibuatnya.

“Selamat atas pernikahannya ya, Anna. Aku sangat terkejut, kenapa jadi kamu yang menikah?”

Aku pun tidak mengira jika dia datang di acara pernikahan ini. Mungkin saja karena kak Asma mengenal sahabatku yang sering aku ajak ke rumah, saat masih duduk di bangku SMA dulu, sehingga kak Asma mengundangnya.

Aku dan sahabatku Rini saling berpelukkan dengan begitu erat untuk beberapa detik, lalu Rini terlihat tersenyum mengembang. Sementara aku hanya bisa tersenyum getir atas apa yang sudah terjadi dalam hidupku hari ini.

Setelah itu, Rini pun beralih kepada mas Adam untuk memberikan selamat seperti kepadaku.

“Selamat atas pernikahannya ya, Kak. Siap-siap jagain sahabatku yang manja dan cengeng ini,” ucap Rini dengan santai, menjabat tangan mas Adam. Dia pun menoleh ke arahku dengan tersenyum jahil.

Aku membelalakan mata, lalu menggelengkan kepala pelan, mendengar kata-kata Rini. Ingin rasanya membungkam mulut sahabatku yang bocor itu. Dia membuatku jadi salah tingkah berada di samping mas Adam, meskipun dia tidak bisa melihat.

Mas Adam tersenyum mengembang, kala mendengar ucapan Rini. Lalu menoleh ke arahku, seolah dia melihat gelagatku yang sedang salah tingkah oleh ucapan Rini dengan senyuman yang begitu menawan.

Deg..

Hanya dengan senyuman laki-laki yang kini menjadi suamiku itu, membuat dadaku ini bergemuruh hebat. Ada apa dengan jantung dan hatiku? Mengapa seperti genderang mau perang?

--To be Continue—

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 7. Gadis Kecil

    --Happy Reading--Hampir setengah jam aku membersihkan diri, rasa letih dan lelah seharian ini seolah sirna berganti rasa segar yang menguyur rambut dan tubuhku.Aku edarkan pandangan ke seluruh ruangan kamar, mencari keberadaan mas Adam. Ternyata dia sudah tidak ada, aku pun bisa bernapas dengan lega untuk sementara ini.Aku hendak mengganti pakaianku yang sudah basah tadi, mencoba mencari keberadaan koperku di seluruh pojok ruangan kamar. “Di mana koperku?”Plak!Aku memukul pelan keningku dengan telapak tangan.“Astagfirulloh, aku lupa.”Aku baru sadar, jika koper kecil milikku masih berada di dalam bagasi mobil juragan Zein. Koper yang hanya berisi beberapa potong pakaian beserta dalamannya yang aku perlukan dan beberapa buku bacaan yang aku gemari. Tidak banyak hal yang aku pikirkan, setelah menikah siang tadi langsung diajak ke rumah ini. Aku pikir, setelah menikah tadi, kami akan bermalam dan tidur di kamar kak Asma yang sudah dihias ala kamar

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 6. Gadis Ceroboh

    --Happy Reading--Penasaran yang berujung kegelisahan takan pernah membuahkan hasil, sebaliknya penasaran yang berujung perhatian lambat-laun akan menemukan titik temu sebagai buah kesabaran.***Aku begitu penasaran dengan penglihatan mas Adam yang sebenarnya. Mengapa hatiku mengatakan jika mata mas Adam itu tidaklah buta. Namun, tidak ada reaksi darinya ketika jemari tanganku menari di depan wajahnya.Mas Adam semakin greget dengan kelakuanku yang tidak segera memberikan shamponya, hingga suara baritonnya bisa merusak gendang telingaku, saking kencangnya.“Hey, cepat bawa ke sini shamponya! Apa yang kamu lakukan, huh? Kenapa lama sekali, sih?” Tangan mas Adam menjulur meminta shamponya, dengan rahangnya yang mengeras. Terdengar suara gemelutuk dari gigi mas Adam, saking geramnya kepadaku.“Eeh… iya, Tuan. Ini, shamponya,” kejutku gelagapan, lalu mengulurkan shampoo ke tangan mas Adam dengan tanganku yang gemetar. Meski suamiku tidak bisa melihatku, namun ak

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 5. Jatuh Cinta?

    --Happy Reading--Jangan menilai orang dari luarnya saja, akan tetapi lupa dengan kebaikan apa yang ada di dalam hati orang itu. Jangan membuat asumsi sendiri, tanpa mengetahui fakta yang sebenarnya. Jangan seperti kacang lupa kulitnya, saat senang dia datang dan saat susah dia pergi.***Seolah mengerti apa yang mas Adam ucapkan, secepat mungkin asisten Bisma dan kedua pelayan itu bergegas meninggalkan kami berdua. Kini, aku hanya bisa pasrah dengan apa yang akan terjadi. Sejujurnya, aku tidak mengerti apa yang bisa aku lakukan.“Buka pintu kamarnya! Apa kamu mau berdiri terus, huh?” Suara mas Adam terdengar ketus.“Eeh… iya.” Aku tersentak dari lamunan sesaat tadi, memegang dadaku yang masih berdebar kencang.Sontak aku memegang gagang kursi roda mas Adam, seraya meraih gagang pintu kamar. Setelah pintu kamar terbuka, dengan perlahan aku mendorong kursi roda mas Adam untuk masuk ke dalam kamarnya.Mulutku melongo, melihat kamarnya yang begitu luas dan besar. Mungkin, ukuran kamar ma

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Panik

    --Happy Reading--Sebuah pepatah mengatakan, tak kenal maka tak sayang, tak sayang maka tak cinta. Apa jadinya jika sebuah pernikahan yang terjadi tanpa kenal, sayang dan cinta? Percayalah, seiring berjalannya waktu, maka kamu akan perlahan mengenal, tumbuh sayang dan jatuh cinta kepada pasanganmu dengan cara yang indah, melalui doa-doa bermunajat lewat jalur langit.***Hari semakin beranjak sore, para tamu undangan di desaku satu-persatu berangsur-angsur pergi. Kini, aku akan segera bersiap untuk diboyong oleh keluarga suamiku, juragan Zein Wardana.Aku yang sudah resmi menjadi istri dari pria lumpuh dan buta itu pun, hanya bisa patuh tanpa bisa menolak permintaan dari juragan Zein Wardana yang mengharuskan aku untuk turut serta tinggal di kediamannya.“Saya titipkan Putri bungsu saya, Juragan. Maaf, jika saya sudah mengecewakan Juragan, atas incident yang terjadi,” ujar ayah dengan wajah tertunduk penuh penyesalan, sudah mengganti calon menantunya secara dadakan. “Tidak apa-apa, m

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Ijab Qabul

    --Happy Reading--Setiap gadis memimpikan pernikahan yang indah dengan pujaan hatinya. Namun, tidak semua impian itu bisa berjalan dengan sempurna sesuai apa yang kita inginkan. Meskipun demikian, percayalah bahwa tujuan sebuah pernikahan pada dasarnya baik, untuk membina keluarga yang sakinah, mawaddah dan warahmah.***Ayah mengulurkan tangannya ke arah pria yang akan menjadi suamiku sesaat lagi, lalu menjabat tangannya dengan erat. Sebenarnya ayah mengenal cucu juragan Zein, saat remaja dulu. Namun, selepas lulus Sekolah Menengah Atas, cucu juragan Zein melanjutkan pendidikannya di luar negeri, yaitu Singapore. Setelah itu, ayah sangat jarang melihatnya. Karena, cucu juragan Zein bekerja di kota.Suara lantang mulai terdengar dari bibir ayah, disaat melapalkan Ijab Qabul untuk kami, sepasang mempelai pengantin. Diawali dengan kata Bismillah, ayah menyerahkan tanggung jawab aku sebagai anaknya kepada calon menantunya di hadapan bapak penghulu, para saksi dan para tamu. Pernikahan

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Pernikahan

    --Happy Reading--Jadilah sebuah lilin, meskipun kecil dia mampu memberikan penerangan dan kehangatan. Jadilah sebuah tali, meskipun rapuh dia mampu menyambungkan dan menyatukan. Betapa pun besarnya cinta dan kebaikan seorang anak kepada orang tuanya, tidak mampu membalas jasa dari kedua orang tuanya yang telah melindunginya sepanjang masa. Maka dari itulah, contoh lilin dan tali bisa memberikan kita sebagai anak untuk sebuah pelajaran yang berharga.***Detik berjalan, aku terpejam dengan pikiran menerawang. Aku masih gamang dengan pernyataan ayah yang ingin aku menggantikan posisi kak Asma.“Anna, Putriku!” panggil ibuku lirih, berdiri di ambang pintu kamarku.Aku dan ayah menoleh ke arah suara ibu hampir bersamaan. Aku segera bangkit dari tempat dudukku.“Ibu!” air mataku berjatuhan membasahi pipi. Entah perasaan apa yang sedang aku hadapi kali ini. Apakah rasa bahagia telah terbayar akan rinduku bertemu ibu, atau rasa sedih atas permintaan ayah yang baru saja aku dengar?Aku menci

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status