Share

Pernikahan

Author: Tina Asyafa
last update Last Updated: 2025-06-04 21:19:03

--Happy Reading--

Jadilah sebuah lilin, meskipun kecil dia mampu memberikan penerangan dan kehangatan. Jadilah sebuah tali, meskipun rapuh dia mampu menyambungkan dan menyatukan. Betapa pun besarnya cinta dan kebaikan seorang anak kepada orang tuanya, tidak mampu membalas jasa dari kedua orang tuanya yang telah melindunginya sepanjang masa. Maka dari itulah, contoh lilin dan tali bisa memberikan kita sebagai anak untuk sebuah pelajaran yang berharga.

***

Detik berjalan, aku terpejam dengan pikiran menerawang. Aku masih gamang dengan pernyataan ayah yang ingin aku menggantikan posisi kak Asma.

“Anna, Putriku!” panggil ibuku lirih, berdiri di ambang pintu kamarku.

Aku dan ayah menoleh ke arah suara ibu hampir bersamaan. Aku segera bangkit dari tempat dudukku.

“Ibu!” air mataku berjatuhan membasahi pipi. Entah perasaan apa yang sedang aku hadapi kali ini. Apakah rasa bahagia telah terbayar akan rinduku bertemu ibu, atau rasa sedih atas permintaan ayah yang baru saja aku dengar?

Aku mencium punggung tangan ibu dengan takzim, lalu berhambur masuk ke dalam dekapan ibu yang begitu kurindukan. Isak tangisku semakin menjadi dalam dekapan sang ibu. “Aku merindukanmu, Bu.”

“Ibu juga merindukanmu, Sayang.” Ibu membelai rambutku yang panjang sebahu.

“Ayo, duduk di sini, Bu!” ajakku setelah mengurai pelukkan, lalu mengusap air mata ibuku dengan lembut. Ibu pun melakukan hal yang sama kepadaku, mengusap air mataku dengan kedua tangan-nya yang lembut.

Ibu menggandeng lenganku, berjalan mendekat kepada ayah. Ibu duduk berjarak di bibir ranjang dengan ayah dan memintaku duduk di tengah-tengan mereka.

Ayah dan Ibuku menatap wajahku dengan mengiba. Hanya aku lah harapan satu-satunya untuk mereka, setelah apa yang dilakukan oleh Kak Asma yang kabur semalam, untuk menghidari pernikahan-nya. Hanya karena pria yang akan menikah dengan-nya mengalami kelumpuhan dan kebutaan secara tiba-tiba, sehingga kak Asma menolak menjadi istri dari pria yang menurut-nya itu cacat.

“Ayah berharap, kamu bisa mengerti, Anna.”

“Ibu dan Ayah, tidak ada pilihan lain, selain kamu, Sayang.”

Ingin rasanya aku pergi dan menghilang dari rumah, andai saja itu bisa aku lakukan. Tapi, aku tidak bisa melihat ibu dan ayah bersedih dan menanggung malu, jika sampai aku pun seperti kak Asma yang melarikan diri dan tidak bertanggung jawab.

Aku benar-benar merutuki perbuatan kakakku itu. Gara-gara dirinyalah, aku yang menjadi korban di sini. Kalau tahu seperti ini jadinya, lebih baik aku tidak pulang ke rumah dan menghabiskan liburan semesterku di kost saja.

“Bantu Ayah, Nak! Hanya kamu harapan Ayah satu-satunya, yang bisa menyelamatkan nyawa Ayah dari tangan para rentenir itu.” Ayah memohon dengan sangat.

“Ya, Anna. Ibu percaya, kamu ini anak yang baik dan patuh.” Dinda ikut bicara. “Demi keluarga kecil kita, Sayang.” Ibu begitu memohon dengan sangat dan menggenggam jemariku dengan erat.

Hanya air mata yang membasahi wajahku, sebagai jawaban atas hatiku yang mau tidak mau menerima keputusan tersebut. Perasaanku begitu hancur, ketika membayangkan esok hari aku akan menjadi istri pengganti kakakku sendiri. Bagaimana dengan kuliahku? Bagaimana dengan impianku? Bagaimana dengan cita-citaku yang telah aku rencanakan jauh-jauh hari sebelum aku masuk kuliah.

Ayah terpaksa meminjam banyak uang terhadap rentenir untuk biaya kuliah kak Asma dan aku di kota. Hasil gaji yang didapat dari pekerjaan ayah yang seorang kepala buruh di perkebunan teh, masih belum cukup untuk biaya kuliah kami berdua. Ayah terlalu sungkan untuk meminjam uang dengan nominal yang besar kepada juragan Zein.

Selepas kak Asma lulus kuliah, kak Asma belum juga mendapatkan pekerjaan. Kak Asma pun terpaksa tinggal di rumah untuk sementara waktu, sambil berusaha mengirimkan surat lamaran pekerjaan lewat online ke berbagai perusahaan yang sesuai dengan jurusan yang diambil kak Asma.

Uang yang ayah pinjam dari rentenir, bunganya semakin menggunung. Ayah kebingungan harus dengan cara apa lagi dia melunasi hutang-hutangnya itu. Dia begitu pusing memikirkan hutang-hutang yang bunganya tidak habis-habis.

Suatu hari, pemilik perkebunan teh tempat ayah bekerja mengeluhkan cucu semata wayangnya yang tidak kunjung menikah kepada ayah yang sedang bertugas menemaninya berkeliling perkebunan. Ayah pun diminta oleh pemilik perkebunan teh yang biasa dipanggil juragan Zein itu, untuk membantunya mencarikan jodoh cucunya tersebut.

Juragan Zein berjanji, akan memberikan imbalan yang cukup besar untuk ayah, jika ayah bisa mencarikan jodoh untuk cucu kesayangannya yang masih betah melajang di kota.

Akhirnya, ayah pun mendapatkan ide untuk menjodohkan putri sulungnya dengan cucu juragan Zein. Selain ayah akan mendapatkan imbalan sejumlah uang yang tentu bisa melunasi hutang-hutangnya kepada rentenir, ayah pun memiliki kesempatan memiliki menantu kaya raya pewaris tunggal juragan Zein.

***

Hari di mana aku akan menjadi istri pengganti untuk Kak Asma.

Wajah berseri yang terukir dari sudut bibir Diana, Ibuku, begitu nampak bahagia kala melihat aku yang sudah mengenakan busana pengantin dengan adat sunda, sesuai dengan desa tempatku tinggal.

Aku hanya membeku, mengikuti arahan dari MUA yang merias wajahku dan menata rambutku dengan sanggul yang dihiasi melati dan mahkota khas jawa barat.

“Tersenyumlah, Sayang!” ucap ibuku lirih, seraya membingkai wajahku yang terus ditekuk.

“Seharusnya, Kak Asma lah yang saat ini berada di sini, Bu. Bukan diriku.” Air mataku mengiringi kepedihan hatiku yang gusar dan bimbang.

Ibuku menggeleng lemah, dengan sedikit tertunduk dia merasa bersalah terhadapku. Air mata ibu pun kembali meluncur di kedua pipinya, seolah ucapanku itu sebuah pukulan keras yang menghantam seonggok daging yang bersarang di dadanya.

“Demi Ibu dan Ayah, aku ikhlas,” tuturku kembali dengan bibir bergetar dan senyum yang sedikit aku paksakan.

Aku tidak ingin melihat ibu dan ayahku bersedih. Biarlah, rasa pedih ini aku tahan sendiri. Kebahagiaan ayah dan ibuku adalah hal yang utama.

“Terima kasih, Sayang,” ucap ibuku dengan air mata yang masih berderai. “Maafkan Ibu dan Ayah, sudah memaksamu untuk menggantikan pernikahan Kakakmu,” sesalnya lirih, dengan tersenyum pilu dan bibirnya yang bergetar.

Aku tersenyum miris mendengar ucapan ibu. Air mataku tidak kuasa untuk kutahan agar tidak menetes.

“Ayo, sayang! Keluarga mempelai pria sudah tiba,” ajak Ibuku menggandeng lenganku, setelah mengusap air mataku dengan lembut.

Aku hanya mengikuti saja langkah kaki ibuku dengan wajah tertunduk pasrah.

Para tamu undangan yang akan menyaksikan prosesi Ijab Qabul pun telah memenuhi ruangan yang tersedia. Keluarga mempelai pria pun sudah menempati tempat duduknya masing-masing. Terlihat bapak penghulu yang duduk di samping Ayah dan di depannya terlihat mempelai pria yang menggunakan kursi roda dengan kaca mata hitam untuk menutupi matanya yang buta.

Jantungku berdegup dengan sangat cepat, kala kakiku melangkah semakin dekat menuju tempat akan segera dilangsungkannya Ijab Qabul tersebut.

“Bismillahirohmanirohim,” gumamku, untuk memulai langkah kakiku yang akan segera menjadi seorang istri dalam hitungan menit.

Aku mencoba menahan mati-matian air mataku agar tidak menetes. Aku ingin tetap tegar berdiri, meskipun duniaku kini telah runtuh, seiring pernikahan paksa yang harus aku jalani. Pernikahan tanpa cinta dan tidak pernah saling mengenal sebelumnya. Bagaimana cinta, kenal saja nggak pernah. Begitulah kira-kira.

Bisik-bisik para tamu undangan disaat melihat calon pengantin wanita yang ternyata digantikan olehku mulai santer terdengar di telingaku. Sungguh ironi nasibku, yang terpaksa menjadi istri pengganti dari kakakku sendiri.

“Kenapa calon pengantinnya jadi si Anna, Adiknya? Kemana si Asma?”

“Dengar-dengar si Asma kabur, jadi mempelai wanitanya terpaksa digantikan oleh Adiknya, si Anna.”

“Ya, kasihan banget si Anna. Padahal, di surat undangannya ditulis nama Asmara Ahmad calon pengantin wanitanya.”

“Mungkin, si Asma tidak mau menikah dengan pria lumpuh dan buta seperti itu.”

“Bisa jadi.”

“Aku yakin, cucu Juragan Zein itu terlihat tampan meski buta dan lumpuh. Sayang, kaca mata hitam itu menutupi sebagian wajahnya.”

“Ya, benar. Lihat saja perawakannya yang tegap, gagah dan keren itu.”

“Kulitnya juga putih dan bersinar.”

“Hidungnya mancung dan bibirnya itu loh, sexy.”

“Tapi, kalau lumpuh dan buta begitu, untuk apa?”

“Ya, aku pun tidak sudi menjadi istrinya.”

“Malang benar, nasib si Anna.”

“Nasib si Anna, memang selalu siall.”

"Kasihan, si Anna."

Luruh juga air mataku yang sedari tadi aku tahan mati-matian. Namun, hanya sesaat air mataku yang ke luar, lalu dengan perlahan aku mengusapnya, melewati para tamu yang mencibir dan mengabaikan ucapan-ucapan mereka yang menyentil, sesaat membuat dadaku begitu sesak. Aku tetap tegar dan berdiri, menyusuri langkah demi langkah hingga sampai di samping calon suamiku.

***

Aku duduk di samping pria yang sebentar lagi akan menjadi suamiku, dengan tubuh bergetar. Peluh dingin membasahi dahi dan tengkukku dengan deras-nya. Aku meremat kedua jemari tanganku yang terasa dingin. Aku tahan air mata yang sudah membendung di pelupuk mata, mencoba menahan perih di hati, ketika ayahku mulai melapalkan Ijab Qabul untuk pernikahan kami.

Pria yang baru disebutkan namanya oleh ayahku itu, seakan menoleh ke arahku sekilas. Seolah-olah, pria itu bisa melihat wajahku dari balik kaca mata hitam-nya yang besar, hingga menutupi sebagian wajah-nya. Hanya hidung-nya yang mancung dan bibir-nya yang tipis kemerahan terlihat jelas di mataku. Entah apa yang kurasa, tiba-tiba darahku berdesir kala melihat pria itu menyunggingkan bibirnya ke arahku.

"Annaya Ahmad? Bukan Asmara Ahmad?"

Deg!

Jantungku tersentak, kala laki-laki di sampingku menyebut nama aku dan kak Asma dengan lengkap.

Aku bergeming, seolah tertangkap basah menjadi pengantin pengganti wanita untuk laki-laki itu. Namun, ada yang aneh dengan sikap-nya. Aku merasa, jika calon suamiku itu sedang memindai wajahku.

“Katanya, Pria ini buta. Tapi, kenapa perasaanku mengatakan lain?” tanyaku dalam hati.

--To be Continue--

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Noor Sukabumi
mencurigakan banget c pengantin laki2 nya thor
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 105. Cemburu Dan Iri

    Setelah memeriksakan kehamilan istrinya ke dokter, Adam pun segera mengabari berita bahagia tersebut kepada sang kakek dan mertuanya. Betapa senang sekaligus terkejutnya mereka, kala berita itu disampaikan langsung oleh Adam Kusuma Wardana. Anna yang melihat raut wajah suaminya sumringah ketika berbicara di telpon, nampak mengulum senyum sambil mengusap lembut perutnya yang masih rata itu. “Terima kasih, calon dedek bayi ku. Mama senang, kamu telah tumbuh di rahim ini,” gumamnya lirih. “Video call….,” ucap Adam di tengah pembicaraannya dengan sang mertua, sambil melihat ke arah istrinya. Seolah tahu maksud ucapan suaminya, Anna pun nampak mengangguk-anggukkan kepalanya lirih dengan mengulas senyuman tipis. Melihat respon istrinya, Adam pun lantas menekan tombol recorder untuk melakukan video call dengan sang mertua. “Assalamualaikum, Ibu dan Ayah….” Anna nampak mengucapkan salam sambil melambaikan tangannya di depan camera telpon dengan raut wajah bahagia. “Waalaikumusalam, Nak….

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 104. Hamil

    --Happy Reading-- Dua bulan kemudian. Di kampus. Anna nampak lemas dan tidak semangat. Sedari pagi, napsu makannya tiba-tiba hilang. Begitu juga saat ini, di kantin kampus. Ia memaksakan diri untuk menyuap makanan yang ada di hadapannya. Namun, tiba-tiba perutnya seperti di kocok dan ingin muntah. Owek! Anna berlari ke arah washtafel di dapur kantin, lalu memuntahkan isi perutnya yang kosong. Hanya cairan kental berwarna bening, yang ke luar dari dalam rongga mulutnya. “Anna….!” Panggil Marta segera menyusul sahabatnya itu, lalu membantu memijit tengkuk Anna, saat Anna sedang menunduk di depan washtafel untuk memuntahkan isi perutnya. “Apa kamu sakit, Anna?” tanya Marta yang sangat cemas. Anna pun tidak segera menjawab pertanyaan sahabatnya itu. Ia hanya menggeleng sambil membasuh wajahnya dengan air yang mengalir dari washtafel. Ia tidak merasa sakit, ia hanya mual dan tidak nafsu untuk makan sedari pagi tadi. “Wajah kamu pucat, Anna.” Marta memperhatikan dengan menel

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 103. Ingin Selalu Bersama

    --Happy Reading--Pagi ini, dua pasang suami istri itu sedang menikmati breakfast di restoran sekitar hotel mereka menginap.Mereka memesan menu makanan beraneka macam jenis yang tersedia di restoran tersebut, dengan berbagai nama masakannya yang unik.Anna dan Marta pun menyicipi satu persatu jenis makanan khas kota Paris tersebut. Nama yang asing di telinga mereka, yaitu Escargote, Ratatouille, Foie Gras dan masih banyak lagi nama-nama jenis makanan yang lainnya.Untuk pertama kalinya, Anna dan Marta benar-benar menikmati makanan khas kota Paris yang membuat lidah mereka ketagihan.Adam dan asisten Bisma yang sudah pernah berkali-kali mencicipi makanan itu pun, hanya menggeleng dan mengulum senyum dengan tingkah istri mereka yang terlihat lucu di matanya.Usai mengisi perut mereka dengan berbagai menu pilihan tersebut, dua pasang suami istri itu pun meninggalkan hotel penginapan tersebut, menuju berbagai tempat wisata yang telah mereka rencanakan sebelumnya

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 102. Honey Moon Ke Paris

    --Happy Reading--Dua Minggu telah berlalu.Pesta pernikahan asisten Bisma dan Marta Kirani pun akhirnya berlangsung dengan mewah dan megah di kota Garut. Tepatnya, di hotel bintang lima yang cukup ternama di kota itu.Semua biaya pernikahan mereka, hadiah dari Adam Kusuma Wardana. Ia yang memang sudah berjanji kepada asisten Bisma untuk menanggung semua itu. Mulai dari biaya lamaran, undangan, akad nikah, seserahan, resepsi pernikahan dan yang terakhir, bulan madu ke Paris.Ya, Adam sudah berencana akan honey moon ke Paris bersama sang istri, setelah menunggu asistennya menikah. Karena, honey moon mereka sempat gagal sewaktu itu.Kedua orang tua asisten Bisma dan Marta pun, sangat berterima kasih kepada Adam dan istrinya, Anna. Mereka sangat bersyukur atas kebaikan Adam dan istrinya, yang sudah membantu membiayai semua dana pernikahan dan bulan madu anak-anaknya.Dengan kerendahan hati, Adam dan Anna tidak bersikap sombong atau pun congkak. Mereka nampak sen

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 101. Mudah Sensitive

    --Happy Reading--“Terserah, Pah! Papah mau bilang Mama kurang sopan, kek. Kurang etika, kek. Terserah Papa! Sepertinya, Mama kurang setuju untuk menikahkan Marta dengan laki-laki ini. Mama tidak terima, ia bertanya sangat tidak sopan kepada Mama. Pokoknya, Mama sudah membatalkan lamaran ini. Mama tidak akan memberikan restu untuk kalian, walaupun kalian tetap akan menikah. Titik!”Ibunda Marta pun lantas meninggalkan mereka semua, dengan lelehan air bening yang sudah membanjiri wajahnya, tanpa menunggu suaminya membalas perkataannya.“Mama….” Marta memanggil ibundanya lirih dengan rasa yang menghimpit sesak di dalam dadanya.“Dasar orang tua keras kepala kamu, Mah!” umpat ayah Marta kesal, istrinya suka sekali mengambil keputusan sendiri.Ya, sifat istrinya memang kerap kali naik turun, sering labil dan sedikit egois dengan kehendaknya sendiri.Sontak, semua orang yang mendengar perkataan ibunda Marta pun sangat terkejut dibuatnya. Terlebih lagi, asisten Bis

  • Terpaksa Menjadi Istri Pengganti   Bab 100. Mendamaikan Calon Ibu Mertua.

    --Happy Reading--Suasana tiba-tiba menjadi hening, ada sedikit rasa tegang dan terkejut. Ucapan ibunda dari calon menantu keluarga asisten Bisma sedikit mengusik hati dan pikiran semua orang yang hadir di acara lamaran tersebut.Terlebih lagi, Marta dan asisten Bisma, selaku orang yang berkepentingan paling utama.“Maaf, Nyonya! Apa maksud, Nyonya?” Adam buru-buru bertanya memecahkan keheningan yang datang tiba-tiba. “Saya sudah menikah. Dan, ini Istri saya yang paling saya cintai,” kata Adam to the point, seraya menggenggam tangan Anna.Anna pun tersenyum tipis, merasa kikuk dan canggung.“Mama…” gumam Marta, seraya menggeleng kuat. Ia benar-benar merasa tidak enak hati dan malu dengan ucapan sang ibu. Walaupun ia yang salah, belum sempat mengenalkan asisten Bisma secara langsung, karena hubungan mereka yang terlampau singkat. Namun, setidaknya sang ibu sudah pernah saling berbincang lewat video call.“Oh, saya tidak bermaksud apa-apa, Nak. Saya hanya salah

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status