Share

Hamil?

last update Last Updated: 2023-04-05 13:47:35

“Huek!”

Wanita itu mendekap mulutnya dengan tangan kirinya. Dan kemudian mendesah pelan seraya meraup sebuah testpack yang ada di laci. Terlihat ada beberapa, dia selalu menyimpannya untuk jaga-jaga. Kebiasaan yang sampai sekarang belum kunjung membuahkan hasil.

Membawa benda yang baru saja diambilnya ke kamar mandi, dia hendak menggunakannya. Nirmala menatapi alat itu dengan tidak sabar sesaat setelah menggunakannya. Menunggu alat itu bekerja sambil menatapinya lekat. Dia tak pernah bosan dikecewakan oleh alat sekali pakai tersebut.

“Hah?!” Wanita itu tercengang melihat bagaimana satu garis muncul dan diikuti dengan garis lainnya.

Dua garis melintang pendek di dalam kotak yang menjadi penanda jika dirinya hamil. Ya, hamil. Sebuah kata yang telah lama dinantikannya bersama Izhar. Dia hamil, sebuah kabar besar.

Izhar. Izhar harus tahu tentang ini, pikirnya. Nirmala buru-buru keluar dari kamar mandi, menyerbu handphonenya dan memotret alat tes kehamilan itu. Dikirimnya pada Izhar. Tak perlu menunggu waktu lama, pria itu selalu merespons cepat untuk orang tersayang.

Izhar langsung meneleponnya, untuk memastikan apa yang dikirimkannya benar.

[“Assalamualaikum.”]

“Waalaikumussalam.” Nirmala memekik kegirangan mendengar salam dari suaminya itu.

[“Mala, kamu ... Kamu beneran?”] Bingung, senang, dan panik terdengar dari suara Izhar.

“Iya, alhamdulillah.” Nirmala memejamkan matanya erat, dia sungguh senang.

[“Alhamdulillah ... Punya siapa? Kamu apa Ayesha?”]

Seketika raut wajah Nirmala berubah kala Izhar menyebut nama Ayesha. Masam.

“Aa pikir itu punya siapa?” Nirmala terlihat jengkel.

[“Punya kamu, kan? Aa cuman mau memastikan, Mala.”] Izhar memperjelas maksudnya.

“Itu punya aku dan aku lagi hamil sekarang. Bukannya itu cukup, A? Aa cukup satu, kan?”

Seketika hening, untuk sesaat. Nirmala menunggu jawaban dari Izhar yang sebenarnya menunggu dirinya untuk memperjelas maksud dari ucapannya itu.

[“Cukup untuk hal apa maksud kamu?”]

“Aku hamil, dan bukannya itu cukup buat Aa? Itu yang Aa mau, kan? Sekarang Aa udah dapat apa yang Aa mau. Bukannya Aa cukup satu, cukup aku aja? Jadi, bukannya itu semua cukup untuk jadi alasan Aa menceraikan Ayesha segera?”

[“Mala, kita bicarakan ini lagi nanti. Aa lagi kerja sekarang. Aa bakal kabarin Ibu dulu. Ibu pasti seneng denger kamu hamil. Aa juga bakal menghubungi orang tua kamu.”]

“Begitu Aa pulang nanti ... Cerai sama Ayesha!”

Nirmala kemudian menutup teleponnya dan menatapi testpack di tangannya. Dia tersenyum sesaat dan menghela nafasnya, seolah lega saat dia mendapati dirinya hamil lebih dulu dari Ayesha.

Nirmala keluar dari kamarnya dan menemukan Ayesha yang tengah membuat sarapan untuknya sendiri. Sereal seperti biasanya. Ayesha tak bisa memasak dan Nirmala tak menyediakan makanan untuknya. Jadi, sebisa mungkin Ayesha makan dengan apa yang bisa dia buat.

Tanpa aba-aba, Nirmala menaruh testpack yang ada di tangannya di dekat mangkuk sereal Ayesha. Ayesha yang baru saja hendak menuangkan susu menatapnya singkat dan melirik Nirmala. Nirmala kemudian menatap Ayesha, menunggu reaksinya.

“Wah, selamat!” ucap Ayesha tampak tersenyum dan menatap ke arah Nirmala.

Nirmala seketika balas tersenyum. Dia menatapi Ayesha yang tampaknya terlalu polos untuk mengerti maksudnya, untuk mengerti dunia orang-orang dewasa yang lebih egois.

“Ya, makasih. Kamu bilang selamat dengan sangat tenang, bahkan terlihat menunjukkan rasa senang juga,” balas Nirmala seraya mengambil lagi testpacknya dan memeganginya.

“Ay turut berbahagia. Ay dengar Teh Mala tadi mual, Ay cukup tanggap buat ngerti kalau Teh Mala mungkin hamil.” Ayesha mengakuinya sambil menganggukkan kepalanya.

“Kamu pura-pura enggak ngerti atau memang enggak ngerti?” tanya Nirmala sarkas.

“Tentang?” balas Ayesha seraya menuangkan susu ke mangkuk serealnya.

“Aku hamil. Tujuan A Izhar nikahin kamu sebelumnya, untuk punya anak. Sekarang, kamu enggak memberikan anak untuk A Izhar dan tetap aku yang lebih dulu memberikan anak untuk A Izhar. Kamu tahu itu artinya apa?” tanya Nirmala.

Ayesha terdiam sejenak saat hendak menaruh susunya lagi ke kulkas. Dia mengulum bibirnya sambil menatap ke arah Nirmala dan mengangguk pelan.

“Cerai?” Ayesha mengangkat satu alisnya ragu.

“Mm, A Izhar akan segera menceraikan kamu. Aku enggak mau senang untuk itu, tapi kayaknya aku bisa bersikap lebih baik sama kamu sebelum kita berpisah.” Nirmala tersenyum simpul.

“Apa Teh Mala yakin A Izhar bakal mau cerai sama Ay?” tanya Ayesha, agak lancang.

Nirmala yang ganti terdiam. Dia ingat bagaimana Izhar menjadi lebih dekat dengan Ayesha.

“Bukannya kamu mau pulang ke rumah sepupu kamu? Pulanglah! Aku bakal sampaikan ke Izhar kalau kamu udah pulang dan siap menunggu panggilan pengadilan buat cerai nanti.”

Kali ini suara Nirmala lebih dingin. Karena pertanyaan Ayesha sebelumnya seolah Ayesha ingin pamer tentang bagaimana hubungannya dengan Izhar semakin berkembang.

“Bukannya Teteh lebih tahu agama ketimbang Ay? A Izhar harus nunggu Ay sampai Ay datang bulan lagi sebelum cerai. Bisa aja—”

“Kamu berharap hamil?” Nirmala menatap Ayesha dengan nafas yang mulai menderu.

“Enggak juga, Ay lebih berharap enggak. Cuman, Ay enggak tahu harus bilang apa kalau pulang ke bibi atau ke Devan. Ay bakal tunggu A Izhar pulang, dan nganterin Ay ke rumah Devan,” jawab Ayesha seadanya.

“Bukannya kamu mau nunggu A Izhar supaya A Izhar mempertimbangkan lagi untuk bercerai sama kamu? Supaya kamu bisa bikin hati A Izhar berantakan dan akhirnya enggak bisa menceraikan kamu?” Nirmala mulai terbawa emosi sekarang.

Ayesha menatapi Nirmala sambil menggeleng dan mengangkat bahunya enteng.

“Kamu mau pulang, kan? Tinggal pulang! Kenapa sekarang kamu kayaknya mulai egois mau ngambil suami Teteh dari Teteh, Ay? Teteh lagi hamil loh, Ay!” tekan Nirmala padanya.

“Kenapa Teteh kayaknya pengen cepet-cepet Ay pergi?” balas Ayesha.

“Kamu tanya kayak gitu? Kamu enggak akan pernah ngerasain ada di posisi Teteh. Teteh nikah lama, belum dikasih kepercayaan sama Allah buat hamil lama, ditekan sama mertua untuk punya anak. Dan bahkan dimadu sama kamu yang dulunya murid Teteh. Kamu pikir Teteh enggak sakit hati selama ini?” Nirmala menatap Ayesha dengan lekat.

“Bahkan sejak ngelihat kamu pertama kali sebagai istri keduanya A Izhar, Teteh enggak terima, sampai sekarang. Lihat kamu dekat sama suami Teteh, Teteh muak, Ay!” Nirmala mengencangkan suaranya, semakin terbawa emosi sendiri menjelaskan perasaannya pada Ayesha.

Ayesha mengerjapkan matanya. Dia pasang telinga mendengarkan keluh kesah Nirmala.

“Apa lagi A Izhar kayaknya mulai tergila-gila sama kamu sejak kamu menyerahkan diri ke A Izhar. A Izhar lebih perhatian ke kamu, A Izhar bahkan mulai cuekin Teteh, Ay! Tapi mulai sekarang enggak lagi. Dengan adanya bayi ini, kamu enggak akan bisa ganggu kami lagi.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Inayati Bachrat
cerita nya bikin penasaran
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Madu   Kakak Beradik

    “Saya enggak bisa tinggal diam. Saya bisa bawa kasus ini ke pengadilan.” Ayesha menyilangkan tangannya, menatapi gadis yang menangis sesenggukan setelah melempar tempat pensil pada Juan hingga menyebabkan pelipis Juan terluka.“Aish... ini cuman masalah anak-anak. Kita enggak harus sampai bawa-bawa ini ke pengadilan, kan? Namanya juga anak-anak,” ucap pria yang kelihatannya ayah dari gadis itu cukup manis untuk membujuk Ayesha yang kini merangkul Juan yang duduk di UKS. “Lagian itu salah anak kamu! Kenapa sampai harus bentak-bentak anak saya. Dia kan, jadi takut. Itu salah satu refleks anak untuk melindungi dirinya sendiri!“ bela ibunya dengan lantang. “Oh...” Ayesha tertawa sinis dan melebarkan matanya dengan kesal. “Ternyata ibu sama anak sama aja. Tukang jual gosip.” “Ayesha!” Izhar menatapi Ayesha dan menyentuh pundaknya, yang langsung ditepis Ayesha. “Apa?! Tukang jual gosip?! Saya enggak sekedar bergosip, itu fakta! Anak yang tu

  • Terpaksa Menjadi Madu   Juan dan Arsy

    “Kamu ketemu Arsy sama ibunya?!” Ayesha melebarkan matanya saat Juan mengakuinya. “Juan... Juan tahu mereka karena lihat beberapa kali fotonya. Juan agak curiga, kenapa ayah enggak tinggal sama kita kayak ayah-ayah lainnya. Ternyata ayah punya keluarga lain,” ucap Juan pelan. Terdengar nadanya kecewa. Dia mungkin sudah menahan perasaannya untuk tak menunjukkan jika dia tahu sesuatu di depan bundanya. Namun Ayesha kemudian menghela nafasnya dan mendekati Juan. Tangannya mengusap halus pundak putranya itu. “Maaf, karena membiarkan kamu terlahir sebagai anak madu,” ucap Ayesha lirih. “Bunda enggak perlu minta maaf. Juan enggak pernah malu punya bunda,” jawab Juan cepat, dia tak ingin membuat bundanya yang telah mengorbankan banyak hal untuknya. Ayesha menghela nafasnya. Lagi pula, Juan memang harus tahu tentang ini. Ayesha menatapi putranya yang sudah beranjak dewasa. Dia kemudian memegangi keningnya, mengangkat sedikit rambut putranya

  • Terpaksa Menjadi Madu   Pindah Lagi

    Juan tumbuh dengan pesat. Dia bersekolah di Bogor untuk sekolah dasarnya dan akan pindah ke kota asal ibunya untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Juan tumbuh menjadi anak yang aktif. Karena pindah kota lagi, dia bisa dekat dengan ayahnya sekarang. “Arsy juga bakal sekolah di sekolah yang sama,” ucap Izhar tiba-tiba. Ayesha yang sedang menatapi persyaratan yang diperlukan untuk mendaftar lantas menggeser brosur sekolah yang ditunjukkan Izhar untuk Juan bersekolah di sana. “Aa yakin enggak akan masalah?” Ayesha menatapi Izhar dengan tatapan yang masih sama. “Enggak akan, Ay. Justru supaya Juan sama Arsy saling mengenal. Juan belum pernah main sama Arsy sebelumnya. Kamu enggak pernah izinkan Aa bawa Juan pulang. Neneknya kangen sama Juan,” ucap Izhar seraya menghela nafasnya dengan berat. “Itu buat kebaikan Juan. Aku enggak mau, Juan sampai mendengar sesuatu yang buruk dari ibu Aa.” Izhar menghela nafasny

  • Terpaksa Menjadi Madu   Pergi Tanpa Melepas

    “Ay bakal ikut keluarganya Devan pindah ke luar kota.” “Ay, kamu itu istri Aa. Justru kamu seharusnya itu Aa. Kenapa kamu malah ikut-ikut keluarga Devan?” Izhar merasa tertekan karena mendengar Ayesha akan pergi ke kota lain. Ayesha mengulum senyum dan menatapi Juan yang berada di kursi tingginya. Dia kemudian menyuapi Juan makanannya. Bayi itu terlihat sangat lahap makannya. “Ay kalau enggak sama Devan di sini sendirian. Aa enggak pernah ada sepenuhnya buat Ay, Devan yang malah jadi harus repot sama Ay, meski Ay udah nikah. Jadi, ya mau gimana lagi? Ay di sini atau Ay di sana, kayaknya buat Aa sama aja, kan?” Ayesha tersenyum tipis. Izhar menghela nafasnya. Setelah banyak yang dirinya dan Ayesha lakui, pada akhirnya Ayesha malah ingin pergi. Dia pikir kehadiran Juan akan cukup untuk mengikat Ayesha. Namun sepertinya tidak. Apa lagi dirinya kurang menghadirkan dirinya untuk sosok ibu dari anak laki-lakinya itu. “Juan bakal Ay bawa pa

  • Terpaksa Menjadi Madu   Skeptis

    Izhar tak pernah diizinkan menggendong Juan lagi setelahnya. Ayesha benar-benar mengawasi Juan hingga tak satu pun orang berani menggendong Juan. Bahkan teman-temannya yang ingin bermain dengan Juan dilarang untuk menggendongnya, hanya boleh menyentuhnya saja secara normal. Dan karena Nirmala dan Ayesha mungkin sudah seharusnya tidak berada di atap yang sama, karena mereka benar-benar tak bisa akur, akhirnya Nirmala pulang ke rumah Izhar. Dan pembantu rumah tangga mereka tentunya akan ikut bersama Izhar dan Nirmala. “Emang kamu bisa, rapihin rumah sendiri?” Izhar menghela nafasnya berat. “Devan bakal nyari pembantu buat bantu-bantu Ay di sini. Aa boleh pergi sekarang,” ucap Ayesha, secara tak langsung ingin mengusir Izhar yang sebenarnya memang akan pergi. “Ay, kamu jangan keterusan kayak gini, dong. Ke depannya, Arsy sama Juan bakal tumbuh besar, yang pastinya nanti mereka tahu kalau mereka itu kakak beradik. Jangan sampai Juan sama Arsy nant

  • Terpaksa Menjadi Madu   Celaka!

    “JUAN!” Ayesha memekik keras mendapati Juan yang sudah tergeletak di lantai dengan mulutnya yang terbuka lebar dan menjerit memanggil sang ibu. Ayesha berlari secepatnya untuk meraih Juan. Izhar sendiri segera menaruh Arsy di sofa dan menggendong Juan. Ayesha tanpa pikir panjang langsung merebut Juan dari Izhar. Tampak bagaimana tubuhnya gemetar, seolah merasakan sakit yang sama dengan yang dirasakan putranya. Perempuan itu tak bisa berkata-kata untuk beberapa saat. Tangannya memeluk erat Juan yang menangis sejadinya. Sementara Izhar tampak cukup panik sekarang menatapi Ayesha yang membeku, kaget karena putranya baru saja kenapa-napa. Sementara Arsy ikut menangis karena mendengar tangisan Juan, itu membuat Izhar segera menggendong Arsy juga. Karena itu, Nirmala juga bergegas keluar dari kamar mandi dan menatapi Ayesha dan Izhar. Ayesha tampak hampir menangis menatapi putranya yang menangis sangat kencang, sepertinya dia terbentur cukup keras saat jatuh.

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status