Share

Terpaksa Menjadi Madu
Terpaksa Menjadi Madu
Penulis: sherina vellyn

Hendak Dicerai?

“Punya anak? Enggak, enggak. Ay masih terlalu muda buat itu dan Ay yakin enggak sanggup. Andai kata Kakek tahu kalau Aa nikahin Ay buat punya anak, Ay yakin Kakek enggak mau menyetujuinya sekalipun Aa orang baik! Andai Kakek masih hidup, Ay bakal aduin ini ke Kakek!”

Seorang gadis menentang suaminya dengan lantang. Siapa lagi jika bukan Ayesha yang kini menolak suaminya yang baru saja bicara baik-baik padanya jika dirinya ingin memiliki seorang putra.

“Ay, Aa butuh waktu untuk menyampaikan ini sama kamu, karena tahu ini reaksi kamu. Aa enggak bisa ngasih tahu kamu sebelum kita menikah.” Izhar, pria itu bicara dengan tenang.

“Dan sekarang setelah menikah, bilang pengen punya bayi dengan santainya. Pengen bayinya apa pengen enaknya aja?!” balasnya sinis.

Izhar menghela nafasnya berat. Bukan nafsu semata yang membuatnya ingin menyentuh Ayesha malam itu. Dibalik itu, ada seorang wanita yang tengah menguping pembicaraan pribadi di dalam kamar itu dari luar. Wanita yang mendecak dengan masam.

“Ay, dengerin Aa! Aa sama Mala udah lama nikah, belum kunjung dikaruniai seorang anak pun. Sementara kamu masih muda, kamu harapan kami untuk mendapatkan seorang bayi,” lirih Izhar.

Ayesha terdiam sejenak dan menggelengkan kepalanya. Wajah tampak masam menolak suaminya.

“Gimana pun Aa bujuk Ay, jawaban Ay, enggak!” tegasnya sekali lagi.

Ayesha segera mendekati tempat tidurnya dan berbaring dengan perasaan kesal. Gadis itu menarik selimutnya dan memejamkan matanya segera. Tak ingin lagi berbicara dengan suaminya.

Sementara Izhar menghela nafasnya dan duduk di sisi kasur. Dia mengusap kasar wajahnya, lantaran merasa putus asa sekarang.

Dan di lain waktu, Izhar bicara dengan wanita yang diam-diam menguping obrolannya malam itu dengan Ayesha yang berakhir dengan Ayesha kesal dari malam itu dan tak mau bicara hingga kini. Dari reaksi Ayesha yang bahkan menjauhi keduanya selama di rumah juga tertebak apa jawaban Ayesha.

Nirmala dan Izhar adalah pasangan, begitu pula dengan Ayesha dan Izhar. Namun, Nirmala adalah yang pertama di hidup Izhar, dan telah mendampinginya cukup lama. Lain dengan Ayesha yang baru saja datang ke rumah mereka sebagai istri kedua Izhar. Mereka berdua memiliki sikap berbanding terbalik yang mungkin membuat Izhar agak kapok karena memilihnya.

“Ayesha ... enggak mau, ya?” tebak Nirmala sambil mendecak pelan.

“Iya, kamu tahu dari reaksi Ayesha dari kemarin. Dia jaga jarak, bahkan enggak mau bicara sama kita sama sekali. Anak gadis,“ gumam Izhar pelan, dia tampak masih kecewa.

“Seenggaknya Aa udah coba bicara sama Ayesha, jujur itu cukup memuaskan buat aku. Tapi, percuma dong, Aa nikahin Ayesha kalau Ayesha enggak mau punya anak? Padahal, aku percaya Ayesha anak baik yang mau bantu kita,” balas Nirmala dengan suara pelan.

“Benar kata kamu. Ayesha yang kamu kenal sekarang, bukan Ayesha yang kamu kenal dulu,” gumam Izhar pelan.

“Kalau dia enggak mau, berarti pernikahan Aa sama Ayesha sia-sia, kan? Aa bakal cerai sama Ayesha sekarang? Secepatnya?” Nirmala bicara cukup hati-hati dengan suaminya itu.

Izhar menghela nafasnya dan menggeleng pelan. Dia tentu tak bisa melepaskan gadis yang sudah dia nikahi dengan keluar uang cukup banyak begitu saja. Dia tak mempermainkan pernikahan juga.

“Aa bakal coba bujuk Ayesha lagi. Gimana pun, Aa enggak bisa cerai sama Ayesha seenaknya. Apa kata Ibu kalau Aa main cerai aja sama Ayesha, tanpa pertimbangan apa pun?” jawab Izhar.

“Bilang sama Ibu, Ayesha menolak untuk punya anak, dia nolak anak kamu untuk ada di rahimnya. Segera cerai, secepatnya!” pinta Nirmala, mulai terdengar lebih egois.

“Mala, cerai enggak semudah itu. Apa lagi untuk Ayesha yang masih berusia 19 tahun. Bagaimana cara dia bertahan hidup sambil menyandang status janda?”

Izhar berusaha memberikan penjelasan pada Nirmala, dengan penuh rasa sabar. Pria itu pria baik-baik yang paham perihal agama, juga wanita.

“Aa tidur di kamar Ayesha lagi, malam ini,” pamit Izhar seraya bangkit dari duduknya.

“Emang Ayesha mau tidur sama Aa lagi, setelah Aa minta punya anak?” sahut Nirmala, terdengar cemburu dan bahkan air wajahnya tak bersahabat.

“Aa perlu pendekatan sama Ayesha, Mala.” Izhar menghela nafasnya.

Tinggal bersama dua istrinya membuatnya harus tidur bergantian menemani salah satunya setiap malam. Dan malam ini, giliran Ayesha.

Ayesha masih belum mau bicara sejak pembicaraan mereka kemarin yang membahas tentang bayi. Dan Izhar berencana membicarakannya lagi dengan Ayesha, berharap Ayesha menyetujuinya dan dirinya membawa kabar baik bagi Nirmala.

Setelah penantian sepanjang pernikahan mereka yang sudah berlangsung selama 10 tahun, Ibu Izhar—Mayang memutuskan untuk mencari istri baru buat Izhar. Karena merasa Nirmala mungkin tak mampu memberikannya cucu.

“Ay?” Izhar mengetuk pintu kamarnya dan kemudian membuka pintu kamarnya itu.

“Ngapain ke sini?” Sambutan tak hangat terdengar dari dalam, suaranya dingin dan sinis.

Siapa lagi jika bukan Ayesha yang kini menatapnya dengan sinis dari atas kasurnya. Izhar menghela nafasnya, berusaha sabar dengan gadis yang ada di depannya ini.

“Menemani kamu, apa lagi?” balasnya hangat seraya masuk dan menutup pintu kamarnya.

“Ay enggak perlu ditemenin, kalau gantinya harus ngasih Aa anak.” Ayesha menyinggung soal obrolan mereka terakhir kali.

Izhar hanya tersenyum seraya duduk di sisi kasur dan menatap Ayesha yang senantiasa memeluk benda pipih elektronik itu.

“Ya, Aa memang perlu membicarakan tentang itu. Kamu terus menghindari pembicaraan tentang itu,” ungkap Izhar.

Ayesha hanya memutar bola matanya. “Sepuluh tahun nikah ngapain aja, sih?”

“Ay, kami sudah menanti lama. Aa sama Teh Mala udah menantikan cukup lama buat punya anak. Hingga akhirnya, Mala yang memutuskan untuk rela dipoligami,” jelas Izhar sebagai pembuka.

“Kalau Aa mau tahu, seandainya Kakek umurnya lebih panjang, Ay enggak perlu nikah sama Aa,” balas Ayesha, terdengar menyakitkan memang.

“Ay, Aa butuh kamu. Ibu sering menekan Nirmala selama kami menikah untuk segera punya anak. Untuk segera hamil, sementara selama kami menunggu juga kami berusaha, Ay. Kami udah cek sana sini, barang kali ada yang enggak beres di antara kami. Sampai akhirnya, Ibu yang memaksa Aa nikah lagi. Pernikahan ini, diharapkan bisa membuahkan hasil, Ay,” ujar Izhar.

Ayesha meletakkan handphone yang ada di genggamannya ke kasur dengan kasar. Dia jengkel.

“Terus kalau pernikahan ini enggak berhasil membuahkan hasil, Aa mau apa? Mau cerai, gitu?!”

Izhar terdiam sejenak. Dia tengah memikirkan jawaban yang tepat untuk ini, jawabannya pada Ayesha. Mungkin sedikit ancaman bisa meluluhkan hati Ayesha?

Dan Izhar mengangguk sebagai jawabannya dengan pelan.

“Ya udah, Ay milih cerai aja kalau gitu. Gampang, kan?”

 

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status