Home / Romansa / Terpaksa Menjadi Yang Kedua / Bab 5: Sangat Jahat!

Share

Bab 5: Sangat Jahat!

Author: Mozarella_313
last update Last Updated: 2024-07-19 19:09:51

Di kantor

Mahesa dengan beberapa tim redaksi sedang mengadakan rapat, dengan salah seorang pembicara yang tengah mempresentasikan pemecahan masalah di perusahaan.

Beberapa dari tim memberikan masukan, sampai akhirnya mereka mengalihkan perhatiannya pada Mahesa untuk keputusan akhir.

"Saya lebih memilih opsi A, karena simpel dan tidak bertele-tele, apalagi kita mengejar waktu," singkat Mahesa. "Dan jika masih belum berhasil, kita lanjut ke plan B."

Dan akhirnya meeting pun telah selesai, Mahesa beranjak menuju ruangannya dengan sekertaris dan asisten yang menemaninya sampai ke pintu ruangan.

Saat ia mendudukkan dirinya, ia teringat akan beberapa laporan yang belum ia cek, sehingga ia pun memutuskan untuk menyelesaikannya, jika harus pulang, ia tak memiliki alasan untuk itu sedangkan Zara tidak ada. Ia merasa tak nyaman jika harus mengikuti saran Zara untuk menghabiskan waktu dengan Raisa.

Namun saat tengah mengecek laporan tiba-tiba saja ia teringat akan kejadian semalam.

Mahesa menutup laporannya dengan cukup keras. "Si*l! Kenapa aku malah memikirkan kejadian semalam?"

Entah apa yang menganggu pikirannya, yang jelas Mahesa tak bisa melepaskan bayangan Raisa. Entah karena wajahnya yang cantik, atau karena ia memecahkan perawan seorang gadis untuk pertama kalinya.

Tring

Sebuah dering dari ponselnya membuat Mahesa mengalihkan perhatiannya, tertulis nama 'Papa' di layar ponselnya.

Segera ia pun mengangkatnya. "Hallo Pa?"

"Bagaimana keadaan di kantor? Apa semuanya baik-baik saja?"

Mahesa menjawab, "Aman."

Tuan Fariz tampak manggut-manggut. "Baguslah... Lalu bagaimana dengan progam kehamilan Zara? Apa kalian bisa mewujudkan keinginan Papa?"

Mahesa diam, teringat akan keinginan papanya, sekaligus syarat waris yang harus ia penuhi agar ia bisa mendapatkan semua hak warisnya.

"Iya, kami sedang berusaha," jawab Mahesa.

"Papa sangat menunggu kabar baik dari kalian, bukankah pernikahan kalian memasuki tahun ketiga?" lanjut Tuan Fariz yang dibenarkan oleh Mahesa. "Dan sesuai kesepakatan kita, jika kamu gagal pilihannya hanya dua yaitu: kamu menceraikan Zara dan menikah dengan orang lain, atau semua harta warisan ini Papa sumbangkan ke yayasan."

"Mahesa tahu Pa," jawab Mahesa dengan membuang nafas.

Di sisi lain

Raisa berada di tempat tidurnya, ia menghembuskan nafas berkali-kali dengan mata yang menatap ke langit-langit kamarnya, ia merasa bosan berada di kamar terus-menerus, sedangkan biasanya ia sibuk diluar dan bekerja hampir separuh waktu.

"Ini baru sehari dan rasanya sungguh membosankan, bagaimana bisa aku bertahan selama 1 tahun?" gumam Raisa di bibir tipisnya.

Saat tengah melamun ia kepikiran soal kejadian semalam, perlahan namun pasti ia menyentuh bibirnya sendiri.

"Apakah ini akan menjadi penyesalan terbesarku? Menikah dengan seorang pria beristri, sedangkan aku menutupi kebenaran ini dari ibuku sendiri."

Siang telah berganti menjadi petang, Zara kini tengah bersiap di depan meja riasnya karena ia yang harus pulang.

Tiba-tiba sepasang tangan memeluknya dari belakang, dengan sebuah kecupan ringan di leher jenjang miliknya. "Kenapa harus pulang secepat ini, hm?"

Zara tersenyum memandang pantulan gambar mereka di cermin. "Jangan nakal, aku harus pulang agar si tua bangka itu tak mencurigai ku. Tahu sendiri kan, dia selalu memantau rumah kami seolah-olah kami ini penjahat?"

Damian terkekeh. "Apa Tuan Fariz masih membencimu?"

Zara memutarkan bola matanya malas. "Memangnya dia pernah menyukaiku? Bahkan setelah kematian istrinya, dia tambah membenciku."

Kemudian Zara membalikkan tubuhnya dengan mengalungkan tangannya di leher Damian, tersenyum miring dan berkata, "Walaupun aku memang penyebab utama kecelakaan itu."

"Kamu sangat jahat! Tapi itulah yang membuatku jatuh cinta padamu," bisik Damian.

Sebulan setelah pernikahannya dengan Mahesa, Zara mengajak ibu mertuanya untuk berbelanja sama seperti sebelum-sebelumnya. Namun sepulang dari mall, ia mendapatkan telepon dari Damian, dan saat itu Zara membahas soal rencana balas dendamnya pada keluarga Mahesa makanya ia masuk ke keluarga itu dengan menikahi putra tunggal mereka. Sialnya pembicaraan tersebut didengar oleh mertuanya, sehingga Zara pun berbuat nekat dan memaksanya masuk ke dalam mobil, karena memberontak Zara pun memukul kepalanya hingga pingsan. Di tengah perjalanan Nyonya Hanna tersadar, hingga terjadilah keributan di dalam mobil dengan Zara yang saat itu sedang menyetir, mobil berkelok-kelok dan akhirnya masuk ke dalam jurang, beruntung Zara melompat dan keluar dari mobil itu sehingga ia tak mengalami luka yang serius.

Bersambung,

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    34. Berita Zara

    Raisa meremas baju yang sedang dilipatnya, matanya terpaku pada layar televisi yang mengeluarkan gambar bergerak berwarna pudar. Televisi lama itu menampilkan wajah Zara yang sedang mengenakan kacamata hitam besar, cahaya sorotan kamera membuat matanya yang sembab terlihat jelas meski tertutup kaca gelap. Suara wartawan bertubi-tubi menanyakan tentang kabar rumah tangganya, karena akhir-akhir ini berita jarang meliput kebersamaan mereka.Dengan suara parau Zara berkata, "Pernikahan ku sedang berada di ujung tanduk, dan itu disebabkan oleh orang ketiga."Raisa seketika menegang ketika mendengarnya. "Kenapa Zara mengatakan hal itu?""Jadi benar kalau Pak Mahesa berselingkuh? Apa Anda mengenali siapa wanita itu?" tanya seorang wartawan dengan nada yang menggali.Zara, dengan bibir bergetar dan suara yang serak, mencoba untuk menjawab namun hanya isak tangis yang pecah di udara. Pengawal pribadi Zara segera mengulurkan tangan, menuntunnya pergi dari kerumunan wartawan yang semakin menj

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    33. Kekhawatiran

    Mahesa berjalan mondar-mandir di ruang tamu, kecemasan terpancar jelas dari kedua matanya yang semakin merah. "Cek semua rekaman CCTV!" perintahnya pada kepala keamanan dengan suara yang berat dan tegas. Setelah beberapa saat yang tegang, hasilnya pun keluar: Raisa terlihat keluar melalui pintu belakang rumah yang menuju ke hutan kecil di belakang rumah semalam.Dengan langkah cepat dan penuh ketegasan, Mahesa mendekati Laras yang berdiri di sudut ruangan dengan wajah dinginnya. "Laras, kenapa ini bisa terjadi? Bukankah kamu yang bertugas untuk menjaga Raisa?" suaranya meninggi, penuh dengan kekecewaan dan amarah. Laras, yang ketakutan, hanya bisa menunduk lebih dalam, bibirnya gemetar ingin menjelaskan namun tak satu kata pun yang bisa keluar.Tanpa menunggu jawaban lebih lanjut, Mahesa berbalik dan menginstruksikan tim keamanannya, "Kita tidak punya waktu lagi, ikuti saya ke hutan, kita harus menemukan Raisa sebelum sesuatu terjadi padanya." Suara Mahesa yang resah menggema di an

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 32: Gempar

    Dengan berlinangan air mata, Raisa membuka hati pada Bu Mira yang duduk di depannya dan mulai menceritakan bagaimana semuanya dimulai. "Bu, Raisa gak tahu harus bagaimana lagi," ucap Raisa dengan suara bergetar. "Situasi kami sangat rumit, Bu. Dia mungkin tidak akan pernah bisa menerima anak ini." Bu Mira, yang mendengarkan dengan seksama, terlihat bingung namun penuh empati. Ia menghela napas dalam-dalam, mencoba mencari kata-kata yang tepat untuk menghibur. "Tapi Raisa, anak ini juga darah dagingnya. Bagaimana mungkin dia bisa berpaling begitu saja?"Raisa menggigit bibir bawahnya, menahan gejolak emosi. "Lebih baik Raisa pergi, Bu, daripada harus mendengar sendiri kata-kata pengusiran dari mulutnya, sedangkan dia saja masih bingung untuk mempertahankan bayi ini atau tidak, Raisa tidak sengaja mendengar percakapannya dengan kepala maid jadi Raisa memutuskan untuk pergi. Raisa akan terus merawat dan membesarkan bayi ini sendiri, dan dia harus tetap hidup," Suaranya semakin lemah, s

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 31: Mengakui

    Hujan gerimis di luar membawa suasana yang dingin. Dalam kesunyian itu, suara ketukan pintu yang samar menjadi semakin jelas, memecah kesenyapan malam. Bu Mira, yang terbungkus selimut tebal, terbangun dari tidurnya di sofa ruang tamu. Dengan mata yang masih setengah terpejam, ia melirik jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 2 dini hari. "Siapa yang ngetuk pintu ya?" gumamnya pelan.Namun rasa penasarannya mengalahkan kantuknya, ia pun beranjak dengan langkah gontai menuju pintu depan."Ia tunggu sebentar!" seru Bu Mira.Sesampainya di depan pintu, Bu Mira membuka kunci dengan tangan yang gemetar, tidak sabar ingin tahu siapa gerangan yang datang di tengah malam buta. Saat pintu terbuka, rona kegembiraan menyala di wajahnya saat ia melihat sosok putrinya, Raisa, berdiri di hadapannya. Raisa yang seluruh pakaiannya basah kuyup karena hujan, namun masih mampu tersenyum lembut kepada ibunya."Ibu..." lirih Raisa dengan mata yang berkaca-kaca."Raisa, putriku..." sahutnya yang henda

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 30: Pergi

    Di kamarRaisa menyesuaikan tudung jaketnya yang besar, memastikan wajahnya tersembunyi sempurna di balik bayang-bayang. Detik jam berdentang pelan di telinganya, menegaskan betapa larut malam itu sudah berlalu. Raisa sebisa mungkin melangkahkan kakinya pelan-pelan serta mengendap-endap agar tidak diketahui siapapun."Sepertinya aku harus ambil jalan belakang, tidak mungkin jika aku pergi lewat gerbang depan, itu terlalu jauh dan pastinya banyak sekali penjagaan di sana," pikir Raisa yang tiba-tiba memikirkan gerbang belakang, yang biasa ia lewatkan saat ia berjalan menuju rumah kaca.Langkahnya hati-hati, menghindari kerikil dan ranting yang mungkin mengkhianati keberadaannya dengan suara yang mungkin terdengar.Setiap bayangan yang bergerak membuat jantung Raisa berdegup kencang, namun ia tetap bergerak maju. Udara dingin menerpa wajahnya yang terselubung, memberi semangat baru dalam setiap tarikan nafas.Di kejauhan, beberapa penjaga dengan senter di tangan mereka tampak berjaga,

  • Terpaksa Menjadi Yang Kedua    Bab 29: Rencana Raisa

    "Kenapa kamu hanya dia, Ras? Ada apa? Bagaimana kondisi diluar sekarang?" tanya Raisa yang membuat Laras tersadar akan lamunannya."Emm maaf Nona, saya belum bisa memastikan,” kata Laras dengan ragu.Raisa menghembuskan nafas panjang. "Baiklah kalau begitu."Bersamaan dengan itu Laras meletakkan piring buah dan susu disana."Daripada Nona Raisa memikirkan mereka, lebih baik Nona nikmati saja buah-buahan ini. Karena ini bagus untuk kehamilan Anda," tandas Laras yang tengah mengalihkan perhatiannya.Raisa menoleh sekilas tanpa nafsu. "Aku tidak tenang, Ras.""Yakin saja bahwa mereka akan baik-baik saja,” senyum Laras.Raisa mengangguk sambil menerima piring yang di sodorkan oleh Laras kepadanya."Semoga apa yang aku khawatirkan tidak benar-benar terjadi, jika Zara pergi lalu bagaimana dengan nasibku dan juga bayi ini? Apa Tuan Mahesa masih akan mempertahankannya?" pikir Raisa yang menyuapkan buah ke dalam mulutnya."Kalau begitu saya permisi Nona, karena di bawah masih ada pekerjaan yan

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status