Share

part 6

Author: El Furinji
last update Last Updated: 2025-09-24 19:11:29

Di sudut kamar Naura duduk mem3luk lutut, masih tak percaya bahwa dirinya telah menjadi istri orang, sedangkan mimpi untuk hidup bahagia bersama Firman masih melek4t erat di sanubari.

Sejak Azka pergi ke kantor, perempuan itu sama sekali tak keluar kamar. Dia terlalu asyik menyesap setiap kepingan luka hingga tanpa sadar watu telah beranjak siang.

“Na!”

Sebuah ketukan pintu disertai suara lembut memanggil namanya tak membuat Naura terjaga. Dia masih larut dalam bayang-bayang kelam masa depan.

Di luar kamar, Widya mencoba sekali lagi mengetuk pintu dan memanggil nama menantunya. Namun, hasilnya tetap nihil. Akhirnya dia memutuskan memutar gagang pintu dan ternyata pintu tak dikunci.

Dahi Widya berkerut saat melihat menantunya sedang duduk dengan wajah murung di sudut sofa. Dia langsung masuk dan mendekat.

“Naura, kamu kenapa?” ucap Widya yang telah duduk di samping Naura.

Kontan saja Naura terperanjat. Buru-buru menurunkan kaki lalu menyapu wajah untuk mengumpulkan fokusnya.

“Iya, Bu! Sejak kapan Ibu di sini? Apa ada yang harus aku lakukan?” tanya Naura, gelagapan.

Widya tersenyum. “Jangan panggil Ibu. Kamu sudah menjadi istri Azka, jadi kamu bukan orang lain. Sekarang kamu panggil Mama saja.”

Naura menoleh, lalu balas tersenyum. Sejenak dia mencoba menatap sorot mata mertuanya. Di sana dia menemukan sebuah ketulusan. Sebuah hal yang sangat berbeda ketika dirinya menatap Azka.

“Iya, Bu, eh ... maksudnya, Mama,” sahut Naura.

“Dari tadi Mama panggil-panggil kamu, tapi gak dijawab. Mama kira kamu lagi tidur, ternyata melamun. Memangnya kamu kenapa sih kok kelihatannya murung seperti itu? Apa Azka menyakitimu?”

Naura menggeleng cepat. “Enggak kok, Ma! Pak Azka baik.”

Terpaksa Naura berbohong karena teringat dengan ancaman Azka. Dia tak mau pengorbanannya menjadi sia-sia jika pada akhirnya orang tuanya tetap dipenjarakan.

“Baik bagaimana. Tiap hari kerjanya main perempuan sambil mabuk-mabukan. Kamu pinter bohongi Mama,” keluh Widya.

Naura menelan ludah demi membasahi tenggorokan yang mendadak kering. Awalnya dia mengatakan Azka baik agar tak ditanya macam-macam, tapi Widya malah menceritakan kekurangan anaknya.

“Memangnya sejak kapan Pak Azka seperti itu, Ma?”

Widya mengerutkan kening. “Sama suami kok panggilnya begitu. Harusnya panggil Sayang atau minimal Mas!”

Naura tersenyum ke cut. Bagaimana bisa dirinya memanggil seromantis itu pada lelaki yang telah mengh4ncurkan mimpi-mimpinya? Secara hukum, mereka memang suami istri, tapi hati mereka saling benci.

“Eh ... iya. Maksudku, sejak kapan Mas Azka seperti itu, Ma?”

Demi menghindari kecurigaan Widya, Naura memutuskan untuk menambah embel-embel Mas sebelum menyebut nama suaminya.

Widya menghela nafas panjang lalu menghembuskan perlahan. Sorot mata terpaku lurus, sementara pikiran sedang bergerilya menarik kembali ingatan yang tercecer.

“Dula Azka anak baik. Dia sangat rajin dan enggak pernah mabuk-mabukan, apalagi main perempuan. Tapi ... setelah Gea meninggalkannya, Azka menjadi seperti sekarang ini.

Mama sudah berkali-kali mengingatkan agar melupakan Gea dan berhenti menyakiti perempuan. Tapi itu tak pernah berhasil. Makanya Mama paksa dia buat nikah sama kamu agar dia tak semakin tersesat,” jelas Widya dengan sepasang mata menatap mulai mengembun.

“Gea siapa, Ma? Kekasih Mas Azka?”

“Iya. Mereka sudah bertunangan, tapi Gea tiba-tiba mengembalikan cincin dan menikah dengan orang lain. Azka menjadi depresi dan menganggap semua perempuan itu sama. Dia hanya ingin membalas dendam pada Gea, tapi yang jadi korban malah perempuan lain,”

Widya terus menceritakan kisah hidup anak sulungnya. Naura menyimak dengan tenang sambil sesekali menimpali. Diam-diam Naura mulai merasa iba pada Azka yang kisah cintanya kandas di tengah jalan.

“Na .... “ Widya meraih jemari tangan menantunya lalu menggenggam erat.

“Iya, Ma!”

“Mama boleh minta tolong sama kamu?”

Naura bingung harus menjawab apa, tapi akhirnya dia mengangguk karena tak tega melihat Widya yang menatap sendu ke arahnya.

“Katakan saja, Ma. Mama mau minta tolong apa?”

“Tolong bantu Azka, Na! Bantu dia menemukan kembali jati dirinya. Mama tahu kamu perempuan berhati lembut, jadi pasti Azka akan berubah oleh kelembutanmu.”

Kerongkongan Naura mendadak kering. Bagaimana mungkin dia harus bersikap lembut pada lelaki yang telah mengungkungnya dalam ikatan pernikahan? Sampai detik ini Naura masih berharap Azka akan membiarkan dirinya pergi, kembali pada kehidupannya yang dulu.

“Aku enggak janji, Ma!” sahut Naura sembari membuang pandangan.

Meski kecewa, Widya tetap berusaha tersenyum. Dia sadar anaknya bukan lagi lelaki idaman seperti dulu, kecuali bagi perempuan yang gil-a harta. Widya melihat Naura bukan tipe perempuan seperti itu.

“Iya. Mama juga tak memaksamu, tapi pertimbangkanlah status kalian. Sekarang kalian telah menjadi suami istri.”

Ucapan Widya berhasil membuat darah Naura berdesir hebat. Sebentar marah, benci lalu berganti nyeri saat menyadari dirinya bukan lagi seorang dara yang bebas menentukan nasib sendiri.

Semua terkesan tidak adil bagi Naura, tapi inilah takdir. Mau sekuat apa pun dia melawan, pemenangnya tetaplah kenyataan.

***

Sore hari, Widya kembali mengajak menantunya berbincang. Kali ini mereka duduk di teras rumah sembari menikmati senja.

Obrolan terhenti saat sebuah mobil memasuki halaman lalu berhenti tak jauh dari tempat mereka duduk. Seorang lelaki dengan wajah kusut turun dari mobil, kemudian mengayunkan langkah.

“Itu suamimu pulang. Sambut dia, Na!” perintah Widya.

Setengah hati Naura menuruti permintaan Widya. Dia memutuskan hal itu karena tak berdaya oleh kenyataan bahwa dirinya telah menikah. Pada akhirnya dia bangkit lalu menyambut Azka yang membawa tas kerja.

“Mau aku bawakan tasnya?” tanya Naura tanpa menatap suaminya.

Azka mengernyit sebab bingung Naura bersikap lembut padanya. Namun, saat menoleh pada Widya yang duduk di teras, dia paham jika semua ini karena campur tangan Mamanya.

“Ikut aku!” ucap Azka seraya memberikan tasnya.

Menerima tas itu, Naura mengangguk lalu mengekori langkah suaminya yang lebih dulu terayun. Mereka langsung menaiki tangga dan berhenti setelah sampai di kamar.

Azka meletakkan bokong di atas sofa lalu melepas dasi dan melempar ke sembarang arah, sementara Naura masih berdiri karena bingung harus berbuat apa.

“Duduk sini!” Azka menepuk sisi kosong di sebelahnya.

Naura menurut. Di! Meletakkan tas di atas meja kerja kemudian duduk agak jauh dari suaminya.

“Sini!” Azka kembali menepuk ruang kosong di sebelahnya.

Naura menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskan perlahan. Sejatinya dia enggan berdekatan dengan Azka, tapi apa boleh buat. Saat ini raganya telah tergadai agar Bapaknya tak dipenj4ra.

Naura berpindah duduk menjadi tepat di sebelah suaminya. Jantung berdebar kencang dan tubuh gemet4ran saat Azka mendekatkan wajah. Mata sendunya langsung memej4m dalam kegelis4han.

“Mama membayarmu berapa sampai kamu bersikap sok baik padaku?” bisik Azka.

Sontak saja Naura membuka mata. Dia benar-benar tak menyangka akan mendapat tuduhan yang kejam. Sebegitu rendahkan perempuan di mata Azka?

“Apa maksudmu?” tanya Naura sembari beringsut menjauh.

“Jangan pura-pura lugu. Mama pasti membay4rmu ma hal agar kamu perhatian padaku kan?” Azka tersenyum s!nis. “Wajar sih. Bapak sama anak tak ada bedanya. Sama-sama menghalalkan segala cara demi u4-ng!”

Seketika nafas Naura memburu tak beraturan. Jemari lentiknya tergenggam er4t dengan sepasang mata menatap t4jam ke arah suaminya.

“Cukup! Aku tidak serendah yang kamu pikirkan!” sentak Naura.

“Oh ya? Kebanyakan perempuan itu mun4fik. Pura-pura baik, padahal tujuannya hanya ingin uangku.” Cibir Azka yang masih tak percaya dengan pengakuan Naura.

Gadis yang tubuhnya berbalut kaos putih polos itu tersenyum getir. Niat baiknya justru disambut dengan caci dan maki, padahal dia hanya sedang berusaha menuruti permintaan Widya.

“Terserah kamu mau menganggapku apa. Yang jelas, aku tak menerima bay4ran apa pun dari orang tuamu. Mama sudah cerita banyak tentangmu. Aku turut prihatin atas apa yang terjadi antara kamu dan Gea.” Naura menjeda kalimatnya untuk mengambil nafas, lalu kembali bicara setelahnya. “Kamu tampan dan memiliki banyak uang. Mungkin bisa dengan mudah kamu merendahkan martabat perempuan di luar sana, tapi tidak denganku.”

Azka langsung terdiam. Baru kali ini dia menemukan perempuan yang sama sekali tak memandang statusnya.

Suasana hening sesaat lalu berganti menegangkan saat Naura kembali membuka suara. “Soal urusan kita, kamu bisa melecehkanku kapan pun. Itu kulakukan bukan karena tertarik dengan uangmu. Aku hanya tak ingin Bapak menderita di masa tuanya. Meski sebenarnya aku yakin Bapak tak pernah melakukan semua yang kamu tuduhkan.”

Sekali lagi Azka tersudut oleh kata-kata seorang perempuan. Dia tak menyangka akan bertemu dengan seseorang yang memiliki nyali sebesar itu.

“Ayo! Tunggu apa lagi? Lakukan sesukamu terhadap ragaku, tapi setelah itu lepaskan aku, sama seperti yang sering kamu lakukan pada perempuan lain. Menc4mpakkan setelah bosan,” tantang Naura kemudian.

Azka tak berkutik. Dia hanya diam sembari menundukkan kepala. Kedua tangan menjambak rambutnya sendiri lalu menggeram keras.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   SENJATA MAKAN TUAN

    [Aku butuh 50 juta. Kirim hari ini juga. Kalau tidak, akan kubongkar semuanya!]Sejak pesan tersebut masuk ke ponsel, Friska tak henti mondar-mandir di teras dan sesekali duduk untuk menghubungi Azka, tapi panggilan tak pernah dijawab, bahkan akhirnya nomor yang dihubungi berada di luar jangkauan. Hatinya dilanda kecemasan, ketakutan yang luar biasa. Senyum lekas menghiasi wajah Friska saat melihat mobil Azka memasuki halaman dan berhenti. Namun, dalam sekejap senyum itu sirna saat melihat ada perempuan lain yang ikut turun bersamanya. Amarah membuncah di dalam dada, tapi ditahan sekuat tenaga karena ada hal yang jauh lebih penting. “Mas, Ibuku masuk rumah sakit. Aku butuh uang 50 juta. Kamu transfer ya,” ucap Friska menyambut Azka dan Naura. “Duit lagi? Kan tadi pagi sudah. Memangnya kurang?” sinis Azka yang merasa risi dengan kehadiran Friska. “Ibu masuk rumah sakit, Mas! Harus dioperasi sekarang juga. Aku butuh cepat. Jika tidak, nyawa Ibu dalam bahaya,” jelas Friska. Azka men

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   KESEMPATAN KE DUA

    “Baiklah, Mas! Aku akan memberimu kesempatan, asal kamu bisa meluluhkan hati Bapak dan Ibu.” Tersenyum semringah, Azka bangkit kemudian membantu Naura berdiri. Dipeluk erat sang kekasih untuk melepas kerinduan yang telah mengendap di dasar hati. Seminggu tanpa Naura, hidup menjadi hampa. Setelah puas meluapkan rindu, mereka kembali duduk. Azka tak henti mengabarkan betapa hatinya sepi tanpa kehadiran istrinya. Meski Naura hanya menanggapi sederhana, tapi jauh di dalam lubuk hati perempuan itu merasakan hal yang sama. Obrolan mereka terhenti saat Rendy dan Lina pulang menggunakan sepeda motor. Tadi, saat Firman datang, mereka memang susah bersiap mau bepergian. Tentu saja mereka kaget saat pulang justru Azka yang sedang bersama Naura. “Berani sekali kamu ke sini setelah apa yang kamu lakukan pada anakku! Dasar tak tahu malu!” sentak Rendy seraya mendekat. Meski mendapat hujatan, Azka bangkit dan menyambut mertuanya dengan meraih tangan hendak mencium takdim. Namun, Rendy justru me

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   PENJELASAN

    “Hentikan!” Naura berteriak histeri lalu menghalangi Firman yang akan menghajar Azka lagi. “Kenapa, Na? Biar kuhajar bajingan itu!” Nafas Firman semakin memburu, bahkan tangan terkepal erat, gemetar. “Kamu yang kenapa, Mas! Dia suamiku. Kenapa kamu memukulnya!” Mata bening yang mulai digenangi air mata itu menatap tajam pada Firman. Sempat sesaat merasa terharu dengan ketulusannya, tapi seketika menguap melihat tingkah Firman yang sok jagoan. Sebentar kemudian Naura berbalik lalu membantu Azka berdiri. Jemari menyeka darah dari sudut bibir suaminya. Melihat lebam di wajah itu, Naura seakan merasakan kesakitan serupa. “Kamu masih membela lelaki bajingan seperti dia, Na? Demi pecundang itu kamu mengabaikan cintaku?” Firman menggeleng pelan sembari tersenyum kecut. “Buka matamu, Na! Aku yang tulus mencintaimu, bukan dia!” “Cukup, Mas! Jangan terlalu jauh mencampuri rumah tanggaku. Kita sudah bukan siapa-siapa!” Naura merasa sikap Firman sudah melampaui batas. Tak seharusnya dia me

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   MANTAN

    Sejak tak tinggal bersama hampir setiap saat Azka dan Widya selalu menelepon, tapi Naura selalu mematikan panggilan. Dia hanya menjawab dengan mengirim pesan bahwa dirinya baik-baik saja dan butuh ketenangan. Sebenarnya Rindu bertalu di dalam dada, tapi setiap teringat jika suaminya menghamili orang, rasa itu terkalahkan oleh sakit hati. Terlebih saat mendengar kabar jika sekarang Friska tinggal bersama mereka, Naura semakin merasakan kesedihan yang terus menggerogoti jiwanya. Hari-harinya dilewati dengan kesedihan. Naura sering mengurung diri di dalam kamar. Menyendiri, membiarkan mimpi memudar tergerus sunyi. “Na! Keluar dulu sebentar. Ada yang nyari.” Teriakan Lina berhasil membuyarkan lamunan Naura. Namun, dirinya masih enggan beranjak dari ranjang. “Tamu siapa, Bu?” tanyanya. “Keluar dulu. Nanti juga tahu,” sahut Lina. “Baiklah.” Meski enggan, akhirnya Naura mengalah. Dia bangkit lalu segera keluar kamar, tapi Ibunya sudah tak terlihat di depan pintu. Dia langsung melangk

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   part 29

    “Mas, nanti aku pakai mobilnya ya, aku mau ke rumah Ibu. Sekalian kamu transfer duit ke rekeningku ya. Aku mau kasih Ibu.” Seminggu sejak kepergian Naura, rumah itu serasa hambar. Kehadiran Friska justru membuat suasana semakin tak nyaman dengan kelakuannya yang hampir setiap hari meminta uang dalam jumlah banyak. “Memangnya yang kemarin sudah habis?” tanya Azka. Sarapan pagi tak lagi menjadi sesuatu yang menyenangkan di mana sebelum Friska datang selalu diwarnai obrolan hangat. “Sudah, Mas! Kan buat shopping. Ini keinginan jabang bayi loh. Kalau gak dituruti takutnya nanti anak kita ngences.” Mendengar jawaban Friska, selera makan Widya langsung menguap. Diletakkan sendok dan garpu dengan kasar hingga menimbulkan bunyi lumayan keras. “Memangnya kamu pikir cari duit itu mudah? Tahunya minta terus!” dengkus Widya yang lelah melihat tingkah menyebalkan Friska. “Enggak gitu juga kali, Ma! Namanya orang tua cari uang ya buat anak istri. Jadi wajar kalau Mas Azka kasih duit ke aku b

  • Terpaksa Tidur Dengan Atasan Bapak   HASIL USG

    Setelah melalui perdebatan yang lumayan alot, Friska memasuki ruang pemeriksaan sendirian. Seorang perempuan yang mengenakan snelli menyambutnya dengan senyum ramah. “Silakan. Berbaring dulu ya, Bu!” ucap Dokter Erina. Mengangguk, Friska langsung berbaring di brankar yang berbalut seprei warna putih, senada dengan warna tembok di sekitarnya. “Kita mulai ya, Bu,” ucap Dokter Erina seraya mendekat. Pemeriksaan diawali dengan mengecek tensi darah, dilanjutkan rangkaian pemeriksaan lain. Setelah hasil normal, proses USG segera dimulai. Dengan jantung berdebar Friska menatap ke layar yang menampakkan gambar calon bayi di rahimnya. Beberapa saat kemudian, proses USG telah selesai. Azka dan Alex diizinkan masuk karena Friska tak lagi harus memamerkan bagian tubuhnya. “Bagaimana hasilnya, Dok?” tanya Azka yang sudah tak sabar. “Alhamdulillah ... semua dalam keadaan normal. Ibu dan calon bayi sama-sama sehat,” sahut Dokter Erina. “Maksudku, berapa usia kandungannya, Dok?” Azka langsun

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status