Home / Romansa / Terpaksa menikahi Tuan muda / bab 4:permainan yang baru dimulai

Share

bab 4:permainan yang baru dimulai

Author: itzjane
last update Last Updated: 2025-07-30 20:00:37

Arsen duduk di ruang kerja yang dipenuhi cahaya remang dari lampu gantung. Jemarinya mengetuk meja perlahan, menandakan pikirannya sedang tidak tenang. Sejak pagi, wajah Nayla terus menghantui benaknya. Bukan karena cintanya—tidak, pria seperti dia tak percaya pada cinta. Tapi karena sesuatu dari gadis itu terasa… berbahaya.

Pintar menyembunyikan emosi, Nayla datang tanpa banyak bicara. Tapi sorot matanya... seolah menyimpan seribu rahasia. Seolah dia tahu sesuatu yang Arsen belum ketahui.

"Kenapa kamu mau menikahiku?" Pertanyaan itu muncul tiba-tiba di kepalanya. Bukankah gadis seperti Nayla seharusnya menolak keras perjodohan yang tak didasari cinta?

Arsen meraih berkas perjanjian pernikahan kontrak dari dalam laci. Kontrak yang disusun oleh ayahnya dan orang tua Nayla. Di sana tertera jelas: Pernikahan ini bersifat sah selama satu tahun. Setelah itu, bebas untuk bercerai tanpa kewajiban harta gono-gini.

Semua tampak mudah.

Tapi Arsen tak bodoh. Sesuatu tentang Nayla mencurigakan. Dia terlalu tenang... terlalu patuh.

---

Sementara itu, Nayla duduk di kamar pengantin yang dingin dan luas. Matanya menatap kosong ke arah cermin besar di hadapannya. Gaun tidurnya menutupi tubuh rampingnya, tetapi pikirannya jauh lebih terbuka daripada pakaiannya malam itu.

“Aku sudah di sini... tinggal tunggu waktu,” gumam Nayla pelan.

Dia tidak datang ke rumah keluarga Arsen sebagai wanita polos. Dia datang dengan rencana. Rencana balas dendam. Dendam atas sesuatu yang keluarga Arsen sendiri mungkin sudah lupa, tapi tidak baginya.

Di balik wajah manis dan tutur kata lemah lembutnya, Nayla menyimpan luka yang mendalam. Luka dari masa lalu yang mengikis kepercayaannya pada cinta dan keadilan.

Kini, dia sudah resmi menjadi istri Arsen. Istri sah di mata hukum. Tapi bagi Nayla, ini hanya awal permainan. Permainan yang dia ciptakan sendiri… dan Arsen tak akan pernah menyadari sampai semuanya terlambat.

---

Ketukan di pintu membuat Nayla segera berdiri. Pintu terbuka pelan dan muncullah sosok pria itu—Arsen, dengan tatapan tajam yang langsung menyapu tubuhnya dari atas hingga bawah.

"Kau belum tidur?" tanyanya datar.

Nayla menggeleng. "Menunggu suamiku," jawabnya lembut, seolah kata-kata itu bukan racun.

Arsen masuk dan menutup pintu. Aroma parfumnya memenuhi ruangan, aroma maskulin yang memabukkan, tapi tak mampu menutupi hawa dingin dari sikapnya.

“Aku hanya ingin mengingatkan,” katanya, menatap langsung ke mata Nayla, “pernikahan ini hanya kontrak. Jangan terlalu berharap lebih.”

Nayla menunduk, pura-pura terluka. Tapi dalam hatinya, dia tertawa kecil.

“Aku tahu batasanku, Tuan Arsen.”

Arsen mendekat. Tangannya hampir menyentuh wajah Nayla, tapi ia urungkan. “Bagus,” katanya sebelum berbalik dan keluar dari kamar, meninggalkan Nayla sendiri di dalam kegelapan.

Begitu pintu tertutup, senyum tipis muncul di bibir Nayla.

"Ya, aku tahu batasanku. Tapi kau tak tahu, batas permainan ini aku yang tentukan."

Nayla melangkah ke ruang dapur, berpura-pura mengambil air. Tapi matanya tak pernah lepas dari Clara yang duduk bersandar di sofa, kelihatan tenang sambil menonton drama di TV. Dalam hatinya, Nayla bergolak. Dia tahu Clara bukan perempuan bodoh, dan cepat atau lambat, Clara akan mula bertanya.

Dia menggenggam gelas kaca dengan kuat. Bukan kerana cemburu, tapi kerana rasa bersalah yang mulai menghantui.

"Nayla, kamu nggak apa-apa?" tanya Clara tanpa menoleh.

Nayla terkejut, tapi segera mengangguk. "Iya, cuma... agak pusing dikit."

Clara tersenyum lembut. "Istirahat aja. Kamu udah bantu aku banyak hari ini."

Saat Clara berkata begitu, Nayla hanya mampu tersenyum tipis. Hati kecilnya menjerit—"Kalau kamu tahu siapa aku sebenarnya, kamu nggak akan sebaik ini padaku."

Ketika malam menjelang, Nayla duduk di dalam kamar kecil yang disediakan Clara. Ia membuka dompetnya, mengeluarkan selembar foto lama—foto dirinya bersama Arsen, bertahun-tahun lalu.

Matanya berkaca-kaca.

"Arsen... aku datang bukan cuma karena kontrak itu. Aku datang karena kita belum selesai."

Nayla memandang foto itu lama. Tangannya mengusap permukaan kertas yang mulai lusuh. Kenangan masa lalu datang seperti ombak yang tak bisa dihentikan.

Saat itu, Arsen adalah segalanya baginya. Lelaki pertama yang membuatnya merasa hidup. Tapi kini, semuanya berubah. Arsen milik Clara—sahabat yang menolongnya saat dia tidak punya apa-apa.

"Aku berdosa..." bisiknya lirih, suara gemetar menahan tangis.

Namun dalam hatinya, ada suara lain yang lebih kuat—"Kalau memang dia masih mencintaimu, kenapa tidak kau perjuangkan?"

Air mata jatuh. Nayla tahu, perang sesungguhnya baru saja dimulai.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 13: kebenaran yang membunuh

    Langit sore itu kelabu, tapi suasana di apartemen jauh lebih suram. Nayla berdiri membelakangi Arsen, menatap keluar jendela yang dipenuhi butiran hujan. Suara langkah pria itu terdengar mendekat, berat dan penuh tekanan.“Aku akan ceritakan semuanya,” ucap Arsen akhirnya, suaranya dalam. “Tapi setelah ini, kau tidak bisa berpura-pura tidak tahu.”Nayla tetap diam, jemarinya meremas pinggiran sweater.“Ayahku… tidak mati karena sakit, seperti yang semua orang pikirkan,” lanjut Arsen. “Dia dibunuh. Dan yang membunuhnya adalah orang-orang yang sekarang berada di belakang Clara. Waktu itu, aku hanya anak bodoh yang tidak tahu apa-apa. Sampai suatu malam, aku melihat mereka… memukuli ayahku sampai dia berhenti bernapas.”Nayla menutup mata, menahan mual.“Aku ingin balas dendam. Tapi aku tahu aku tidak bisa melawan mereka sendirian. Jadi aku masuk ke lingkaran mereka, pura-pura ikut permainan kotor mereka. Aku harus kotor, Nayla… karena hanya

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 12: kedatangan yang tak terduga

    Hujan belum berhenti sejak malam sebelumnya. Udara dingin merayap ke dalam apartemen, membuat Nayla menarik selimut tipis di pundaknya saat duduk di ruang tamu. Arsen berangkat pagi-pagi sekali, tanpa banyak bicara. Ia hanya meninggalkan satu kalimat sebelum pergi: “Jangan buka pintu untuk siapa pun.”Nayla mengira itu hanya bentuk proteksi berlebihan. Sampai bel pintu berbunyi.Awalnya ia mengabaikan. Namun bunyi itu terdengar lagi, kali ini disertai ketukan pelan. Rasa penasaran mengalahkan kehati-hatian. Nayla mendekat, melihat melalui lubang intip.Seorang wanita berdiri di luar. Rambut hitam panjangnya basah oleh hujan, wajahnya cantik sempurna meski tanpa riasan. Matanya tajam, namun senyum tipisnya menusuk seperti pisau.Clara.Nayla membuka pintu sedikit, hanya sebatas rantai pengaman. “Apa yang kau inginkan?” suaranya dingin.“Aku pikir sudah saatnya kita bicara… sebagai dua wanita yang mencintai pria yang sama,” jawab C

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 11: rahsia yang terkubur

    Pagi itu, udara terasa berat. Langit mendung, seakan ikut menyimpan sesuatu yang tak ingin diungkapkan. Nayla duduk di meja makan sendirian, menggulir sendok di dalam cangkir kopi yang sudah dingin.Arsen belum keluar dari kamarnya sejak subuh. Biasanya ia sudah rapi dengan jas dan dasi, siap berangkat ke kantor. Namun kali ini, ada keheningan yang aneh.Pintu kamar terbuka perlahan. Arsen keluar, masih mengenakan kaos hitam dan celana santai. Rambutnya sedikit berantakan, tatapannya sayu. “Kita harus bicara,” ucapnya tanpa basa-basi.Nayla mengangkat alis. “Tentang apa?”“Clara.”Nama itu membuat perut Nayla mengencang. Ia mempersiapkan diri, meski hatinya berdebar.Arsen duduk di depannya, menautkan jari-jari tangan. “Aku dan Clara… tidak seperti yang kau pikirkan.”Nayla tersenyum miring. “Oh? Jadi selama ini aku salah menilai? Kau tidak tidur dengannya? Tidak berjanji menikahinya?”Arsen menghela napas, mena

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 10: Retakan di antara kita

    Malam telah larut ketika Arsen pulang. Suara pintu yang terbuka pelan memecah kesunyian apartemen. Nayla duduk di sofa, menunggu, meski matanya berat dan tubuhnya letih.Ia tidak bertanya dari mana Arsen datang. Hanya menatapnya diam-diam, mencari tanda-tanda kebohongan di wajah lelaki itu. Tapi Arsen, seperti biasa, tahu bagaimana menyembunyikan rahasianya.“Kau belum tidur?” tanyanya, sambil melepas jas dan meletakkannya di kursi.“Aku menunggu,” jawab Nayla singkat.Arsen menatapnya sebentar, lalu berjalan menuju dapur, menuangkan segelas air. “Menunggu apa?”“Menunggu jawaban. Tentang Clara. Tentang kita.”Suara Nayla terdengar datar, tapi di baliknya ada badai yang siap meledak. Arsen meletakkan gelas, lalu menatapnya dengan mata yang dalam. “Aku lelah, Nayla. Kita bicarakan ini besok.”“Besok? Berapa lama lagi aku harus menunggu?!” Nayla berdiri, nadanya meninggi. “Aku bukan boneka yang kau simpan dan ambil kapan k

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 9: gairah yang terlarang

    Pagi itu, matahari belum sepenuhnya naik saat Nayla membuka matanya. Suasana kamar masih remang, hanya cahaya tipis dari jendela yang menyelinap masuk. Ia merasakan hangatnya tubuh Arsen yang memeluknya dari belakang, napasnya tenang dan stabil di leher Nayla.Degup jantung Nayla mulai tak beraturan. Ia tak bergerak, hanya berbaring dengan dada yang sesak oleh perasaan yang bercampur aduk. Semalam mereka tidak berbicara banyak, tapi malam itu tubuh mereka yang saling mendekat telah berbicara sendiri.“Sudah bangun?” suara Arsen serak, berat, dan masih lelap.Nayla hanya mengangguk kecil. Tapi pelukan Arsen semakin erat. Ia menarik tubuh Nayla lebih dekat hingga punggungnya menempel sempurna di dada bidang lelaki itu.“Maaf,” bisik Arsen, mengecup lembut tengkuk Nayla. “Aku hanya... ingin kamu tetap di sini.”Kucupan itu membuat tubuh Nayla bergetar. Ia seharusnya menjauh, mengingat Clara, mengingat semua yang telah terjadi. Tapi saat tangan Arsen mulai mengusap lengan dan pinggangnya

  • Terpaksa menikahi Tuan muda   Bab 8: batas kesabaran

    Langit malam menurunkan gerimis lembut, seakan memahami apa yang sedang dirasakan Nayla. Ia berdiri di depan jendela, menatap tetesan air hujan yang mengalir perlahan di balik kaca. Dadanya sesak. Hatinya sakit.Sudah beberapa hari sejak pertengkaran terakhirnya dengan Arsen. Kata-kata lelaki itu masih terngiang-ngiang di telinganya—tajam, dingin, seakan semua kesalahan ditumpahkan padanya."Jadi menurutmu aku yang salah? Setelah semua yang aku korbankan untuk hubungan ini?" bentak Nayla saat itu.Namun Arsen hanya diam. Tatapannya kosong, bahkan tak sedikitpun menyesal telah menyakitinya.Kini Nayla duduk di tepi ranjang, menatap bingkai foto yang dulu mereka ambil bersama saat awal pacaran. Senyuman Arsen di foto itu terasa begitu asing sekarang. Seakan lelaki itu bukan lagi orang yang sama."Kenapa kamu berubah, Arsen?" bisiknya lirih. "Atau... aku yang terlalu buta sejak awal?"Ponselnya berdering. Sebuah notifikasi pesan mas

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status