Share

4. Dunia yang asing

Author: Kareniavorg
last update Last Updated: 2024-10-06 20:49:04

Di dalam Jaquzi yang diisi penuh oleh air hangat beraroma mawar bercampur manisnya vanila itu Jane berendam dengan wajah datar dan kedua mata yang menatap nanar ke arah jendela yang langsung menyuguhkan pemandangan hamparan daun maple yang memerah.

Sejenak Jane memejamkan kepalanya saat merasakan tangan maid mulain memijat kepalanya. Dia tak bohong kalau pijatan itu dan aroma terapi yang dituankan ke dalam air cukup menenangkan pikiran dan tubuhnya. Kemudian, dengan perlahan Jane pun kembali membuka matanya dan kembali menatap lekat-lekat sosok maid itu melalui cermin.

"Apa kau selalu bertugas melakukan semua pelayanan seperti ini pada setiap perempuan yang dibawa tuan Rex?" tanya Jane tanpa tedeng aling-aling. Dia bahkan tak peduli sekalipun maid itu berpeluang akan mengadukan pembicaraan ini pada Rex. Ini semua dia lakukan didasari oleh ketidak percayaannya pada cerita ironis yang dikatakan Rex pada pertemuan pertama mereka.

"Setiap perempuan?" cicit maid itu terdengar bingung.

"Maksudku kau terbiasa melayani perempuan-perempuan yang tuan Rex bawa ke tempat ini. Tuan Rex pasti tipe pria yang membawa wanita mainannya ke tempat ini untuk menyembunyikannya kan?" tegas Jane.

Saat itu bagi Jane, cerita Rex tentang istrinya yang menyimpang artinya adalah kesempatan besar bagi Rex agar bebas bergonta ganti perempuan. 

"Tidak ada. Anda perempuan pertama yang tuan Rex bawa ke mansion," jawabnya tenang. "Ada apa nona, apa ada sesuatu hal yang mengganggu pikiran anda?"

"Aku merasa kedinginan. Bisakah aku segera menyelesaikan sesi mandiku ini?" ujar Jane seraya bangkit berdiri dan mengambil handuknya. Sementara maid itu mengikuti Jane dari belakang.

Berulang kali Jane menghela napas kasar. Semua pelayanan maid yang berlebihan dalam melayaninya juga tempat tinggal yang mewah seperti ini sungguh dunia yang benar-benar asing untuknya.

"Menyedihkan... aku dilayani seperti seorang nyonya hanya untuk dijamah pria asing," gumam Jane sedih dengan nada yang sangat lirih tatkala maid begitu sibuk mendandaninya dengan pakaian-pakaian mahal nan indah yang tak pernah dilihatnya hanya agar dia pantas ditiduri oleh Rex.

***

"Apa kau nyaman berada di sini?" tanya Rex ditengah-tengah kegiatan makan malam mereka yang sedari tadi diliputi oleh kesunyian.

"Saya tidak tahu," jawab Jane datar.

Rex mengangguk-angguk mengerti lalu menyelesaikan sesi makannya. "Rumah ini akan jadi tempat tinggalmu selama kau terikat kontrak denganku. Kuharap kedepannya kau akan betah tinggal di sini," ujar Rex dengan nada tenang. Suaranya tak terdengar kasar atau pun sinis nan penuh amarah, tidak sama sekali.

Rex terlihat seperti pria baik ketika berbicara pada Jane, tapi tetap saja Jane merasa sangat takut. Bagi Jane air yang tenang bukan berarti tak menyimpan bahaya, sehingga ia begitu takut dan curiga pada tiap tingkah baik Rex.

"Jika sudah selesai, kau boleh ke kamarmu lebih dulu."

Jantung Jane sempat berhenti berdetak untuk beberapa saat mendengar ucapan Rex, sebelum kemudian mengangguk mengerti dan melenggang pergi menuju kamar di mansion ini yang kini menjadi kamar pribadinya. Tiba di dalam  kamar jantung Jane benar-benar berdedebar kencang, dia merasa sangat gugup.

"Kau mulai seperti perempuan gila, Jane... karena memikirkan hal tak senonoh di waktu yang canggung ini." Jane menggerutu pada dirinya sendiri lalu dengan berat hati dia pun duduh di tengah tempat tidurnya dan merinding sendiri karena tingkahnya saat ini seperti tengah menunggu Rex dengan senang hati. Sehingga di detik berikutnya dia pun buru-buru mengubah posisinya dan berusaha bersikap setenang mungkin.

Suara langkah kaki kemudian terdengar mendekat, membuat debar jantung Jane semakin menggila. Dia memilih mengambil ponselnya dan menyibukan dirinya dengan menggulir layar ponsel untuk melihat portal berita, walau sebenarnya ia tak benar-benar bisa fokus.

Pintu kemudian terbuka dengan Rex yang melangkah masuk dan kembali menutup pintu kamar rapat-rapat. Demi Tuhan... saat itu jantung Jane benar-benar hampir meledak karena debar jantungnya yang tak terkendali.

"Aku akan mandi terlebih dahulu," ujar Rex yang lagi-lagi bicara santai dengan nada lembut yang bagi Jane justru terdengar sangat mengerikan.

Saat itu rasanya jantung Jane benar-benar meledak.

Sialan memang.

Dengan sikap tenangnya itu, Rex terlebih dahulu menyimpan tas kerjanya ke dalam lemari baru kemudian melangkah masuk ke dalam kamar mandi.

Sepeninggalnya Rex, Jane menatap plafon kamar dengan tatapan nyalang. "Kenapa pria sepertinya begitu mudah berbicara setenang itu pada perempuan asing yang hendak ditidurinya. Dia benar-benar membuatku takut..."

***

Aroma maskulin itu menguar saat Rex keluar dari kamar mandi. Pria itu terlihat segar dan terlihat... seksi dalam balutan piyama warna hitam yang dikenakannya.

"Kau belum tidur rupanya," ujarnya.

"Saya menunggu anda."

"Begitu," sahut Rex santai lalu berjalan menghampiri ranjang dan tanpa kata berbaring di sisi kiri tempat tidur tepat di samping Jane. "Aku merasa lelah karena pekerjaan hari ini terasa lebih berat dari biasanya. Aku bertemu orang-orang menyebalkan hari ini, jadi maaf Jane jika aku menemuimu terlalu cepat padahal hari ini adalah hari pertama kau datang kemari. Aku ingin menenangkan pikiranku dan beristirahat di sini."

Jane diam. Jantungnya mencelus dan untuk beberapa saat dia merasa bingung antara harus merasa lega atau malah semakin takut, situasi saat ini benar-benar membingungkan.

"Apa aku membuatmu tak nyaman, Jane?" tanya Rex yang tiba-tiba saja beringsut mengubah posisi tidurnya jadi menghadap Jane dan menatap perempuan itu lekat-lekat.

Jane sampai harus menelan ludahnya dengan susah payah untuk mengumpulkan keberaniannya sebelum akhirnya bisa balik memandang Rex dan memberikan jawabannya, "Saya tak punya hak untuk merasa seperti itu. Anda bisa datang kapan pun anda menginginkannya, tentu saja."

Garis bibir Rex melengkung membuat senyuman manis di wajah tampannya. Lesung pipinya terlihat jelas di pipi kanannya dan matanya sedikit menyipit karena senyuman itu. "Syukurlah. Aku merasa lebih baik setelah mendengar ucapanmu, terima kasih, Jane."

Detik itu pula Jane tertegun. Dia benar-benar tak tahu harus bereaksi seperti apa setelah melihat senyuman Rex di kali kedua pertemuan mereka, tentu Jane tak bisa mengelak dari fakta bahwa dia sedikit terganggu dengan ketampanan Rex yang baru dia sadari pada detik ini.

"Anda berkata kalau anda merasa lelah, apa anda tidak masalah jika harus berada di dalam satu ruangan yang sama dengan orang asing seperti saya?" kali ini entah atas alasan apa tapi Jane perlahan mulai bisa bicara santai pada Rex tanpa merasa canggung ataupun gugup.

"Karena aku merasa tenang berada di sini, terlebih lagi kini ada kau. Rumah mendiang ibuku terasa hangat, tak sedingin dan sesunyi biasanya," kata Rex yang kemudian memejamkan matanya yang terasa berat oleh rasa kantuk.

Perlahan Jane mendengar napas Rex mulai teratur, menjadi tanda bahwa pria itu sudah mulai lelap dalam tidurnya. Pada momen itu pun Jane hanya bisa memandangi wajah tenang Rex ketika tidur, padahal ada yang mengganjal di hatinya setelah mendengar ucapan pria itu. Dia ingin bertanya pada Rex, tapi mau tidak mau dia harus mengurungkan niatnya. Ini pertama kalinya dia menatap wajah pria itu dengan jelas di situasi yang lebih tenang, sehingga ia baru menyadari bahwa Rex adalah pria yang tampan dan terlihat lembut dan... teduh.

"Ada apa ini, kenapa saat tidur setenang ini kau justru terlihat seperti manusia paling kesepian dan bernasib buruk. Padahal kau punya segalanya," gumam Jane pelan. Sangat pelan sampai-sampai terdengar seperti sebuah bisikan. Saat itu dia  menatap iba pada Rex.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Terpaut Kasih Sang Billionaire    42. Perasaan Janin

    "Sini biar aku bantu pakaikan," ujar Rex memintaJane untuk duduk pada tepian tempat tidur sedangkan dirinya mengambil flat shoes dan memakaikannya pada kaki Jane dengan hati-hati."Perutku masih belum sebesar itu sampai mengganggu aktivitasku, Rex. Kamu tak perlu melakukan hal itu untukku," tegur Jane hati-hati karena merasa tak enak hati pada Rex yang kini berlutut di hadapannya untuk sekadar memasangkan sandal."Tak masalah, aku akan terus melakukan ini demi menjagamu dan anak kita." Dengan senyum hangat di wajahnya lalu bangkit berdiri untuk menggandeng tangan Jane dan mengajaknya segera pergi.Pada akhirnya, Jane hanya bisa menghela napas dan tak lagi berkomentar apapun tentang sikap protektif Rex terhadapnya, sekalipun beberapa menit kemudian Rex kembali bersikap berlebihan dengan menuntun Jane menuruni tangga seolah-olah Jane adalah balita yang sedang belajar berjalan."Lakukan pelan-pelan, Ruby... aku tak ingin kau terjatuh." Tegur Rex sembari deng

  • Terpaut Kasih Sang Billionaire    41. Pria baik

    "Minumlah dan nikmati sarapanmu dengan nyaman. Kalau kau ingin makan sesuatu yang lain untuk makan malam, kau bisa mengatakannya padaku. Sepulang kerja aku akan membelikannya untukmu," ucap Rex seraya menaruh segelas susu khusus ibu hamil itu di hadapan Jane. Sejenak Jane menatap segelas susu hangat itu lalu kemudian beralih menatap Rex dengan tak enak hati. "Rex... kau sudah sangat sibuk dan lelah oleh urusan pekerjaan, kenapa repot-repot membuatkan susu untukku?" Rex mengangkat bahunya ringan lalu kemudian duduk di seberang Jane dan bertopang dagu menatap Jane lekat-lekat dengan senyuman hangat yang selalu merekah di wajahnya. "Aku tidak merasa kerepotan sama sekali. Mulai dari sekarang aku akan menyiapkan susu hangat dan juga vitamin untukmu," ujarnya enteng. "Kalau pun aku mengatakan untuk jangan melakukannya, kamu pasti akan tetap melakukannya kan?" Senyum di wajah Rex semakin merekah. "Tepat sekali. Karena waktuku bersamamu hanya sebentar, aku tak akan menyia-nyiakan satu

  • Terpaut Kasih Sang Billionaire    40. Aku hanya punya ragamu

    Jane merasakan Rex tak membalas ciumannya, sehingga dia mengernyit dan perlahan membuka matanya yang kemudian langsung bertatapan tepat dengan kedua mata elang Rex yang tengah menatapnya begitu intens pada jarak yang sedekat itu.Dia pun menyudahi ciuman itu dan menatap Rex dengan wajah bingung. "Apa kamu tak menyukainya?"Alih-alih memberikan jawaban, Rex justru tersenyum lebar dan beralih menangkup wajah Jane lalu kemudian memiringkan wajahnya dan mulai mencium Jane lebih intens dan lebih dalam. Lidahnya merangsek masuk, bermain dengan lidah Jane dan beberapa kali melumat dan menggigit bibir Jane dengan gemas."Aku ingin lebih dari sekedar ciuman, Ruby." Rex berucap dengan suara berat.Dari kedua mata Rex, Jane melihat api gairah yang menyala-nyala, walaupun tatapannya saat itu menatap ke arah Jane dengan sayu. Kemudian, Jane pun membuka dua kancing bagian atas dari kemeja longgar yang saat ini dipakainya dan dia pun merentangkan kedua tangannya."Lakukan saja jika anda menginginka

  • Terpaut Kasih Sang Billionaire    39. Aku ingin pulang padamu

    "Aku pulang," ujar Rex mengabarkan kepulangannya sambil mengedarkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari keberadaan Jane. Lalu kemudian dia tersenyum ketika melihat Jane yang berjalan ke arahnya sambil mengulas senyuman yang sama."Kamu pasti sangat lelah, biar aku bantu meletakan jas dan tas kerjamu." Jane dengan ramah berbicara pada Rex, hendak meraih jas dan tas kerja pria itu, tapi sebelum tangannya menggapai kedua benda itu Rex sudah maju satu langkah dan lebih dulu meligkarkan tangannya untuk memeluk tubuh mungil Jane erat-erat."Senang akhirnya bisa kembali pulang kemari. Hari ini aku merasa sangat lelah," ucapnya sembari menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Jane. Hal itu membuat Jane merasa merinding beberapa kali ketika hangat napas Rex membelai lehernya."Kalau begitu ayo ke kamarmu, aku akan minta maid untuk menyiapkan air hangat."Untuk beberapa saat tak ada respon dari Rex, sampai kemudian terdengar helaan napas panjang dari Rex diiring

  • Terpaut Kasih Sang Billionaire    38. Cintai aku sekali lagi

    "Anda memanggil saya?" tanya seorang manager pemasaran yang kebingungan karena tiba-tiba saja dipanggil ke ruangan Rex. "Maaf tuan Milagro, apa saya membuat kesalahan?" lanjutnya risau.Rex menggelengkan kepalanya dan menatap karyawannya itu dengan serius. "Tidak sama sekali. Aku memanggilmu karena urusan lain," ujarnya."Urusan lain?""Aku dengar kau sudah menikah cukup lama dan punya 2 orang anak. Bisakah kau memberitahuku apa saja persiapan yang harus dilakukan calon ayah semasa kehamilan istri?"Karyawan itu sempat terperangah setelah mendengar pertanyaan tak terduga itu. Sejenak dia merasa gugup untuk menjawab, butuh beberapa detik baginya untuk bisa memikirkan jawabannya sampai akhirnya bisa berani dan percaya diri untuk berbicara serius dengan Rex."Saat pertama kali tahu akan jadi seorang ayah, saya lebih dulu mempersiapkan biaya untuk melahirkan nanti tapi karena anda sepertinya tidak perlu menyiapkannya anda bisa mengabaikan bagian ini. Kemudian saya mulai membeli perlengka

  • Terpaut Kasih Sang Billionaire    37. Pemilik hati Jane

    "Tuan memberikan izin pada anda untuk pergi keluar rumah walau tanpa pendampingan dari tuan," ujar Elma menyampaikan pesan yang sebelumnya Rex katakan di telepon.Mendengar itu, Jane pun mengangguk mengerti. Dia tak mengatakan apapun, tak bertanya kenapa Rex tak datang ataupun ke mana perginya Rex, dia hanya diam dan membiarkan Elma membantunya berpakaian dan menata rambutnya sampai rapi.Setelah selesai dengan tugasnya Elma pamit pergi, sedangkan Jane menatap pantulan dirinya di cermin meja rias. Dia menatap lekat-lekat pantulan dirinya dengan tatapan datar ketika menyadari wajah sampai ujung kakinya benar-benar membengkak karena pertambahan berat badan yang cukup banyak di masa awal kehamilannya ini."Perutku akan segera membesar dan tak bisa disembunyikan lagi. Apa yang harus aku lakukan saat hal itu terjadi? bagaimana caranya aku bisa menemui Dante?" ujar Jane sedih.Dia menghela napas berat beberapa kali, sebelum kemudian bangkit dan bersiap-siap untuk pergi mengunjungi Dante di

  • Terpaut Kasih Sang Billionaire    36. Cintai aku saja, Rex

    Rex menarik dirinya dan berbaring di samping Claire dengan napas terengah-engah setelah percintaan mereka. Dia melirik ke arah Claire yang berbaring tanpa menarik selimut untuk menutupi tubuh polosnya, membuat kedua dadanya terekspos bebas di lihat oleh Rex."Apa kau tak merasa kedinginan?" ujarnya seraya menarik selimut sampai sebatas bahu Claire. Bagaimana pun juga dia masih belum terbiasa melihat tubuh polos Claire di situasi ini, rasanya cukup... canggung.Claire melirik sejenak dan memasang wajah datarnya. "Kita sudah bercinta dan kau sudah melihat semua sisi tubuhku, apa yang harus membuatku malu."Akan tetapi saat itu ucapan Claire berbanding terbalik dengan wajahnya yang terlihat merah padam. Jelas sekali Claire tersipu malu, tapi dia tetap berusaha memasang wajah tanpa ekspresi. Karena Claire mulai merasakan panas di pipinya, dia berjingkat bangun dari pembaringannya dan segera mengambil langkah lebar untuk pergi ke kamar mandi.Di dalam sana, Claire berdiri di depan cermin w

  • Terpaut Kasih Sang Billionaire    35. Aku ingin jadi istrimu seutuhnya

    "Apa kau sudah gila!" bentak Rex. Dia berusaha mendorong Claire menjauh darinya ketika perempuan itu meraba bagian intimnya dan beralih meraba pinggangnnya untuk mencari letak kepala gesper dan berusaha membuka celananya.Namun, Claire tak sekalipun mengindahkan teguran dari Rex. Dengan wajah yang berurai air mata, Claire tetap melancarkan aksinya dan terus menepis bahkan menarik kasar tangan Rex ketika pria itu berusaha mencegahnya."Bukankah kau selalu menginginkan hal ini dariku sejak kau menikahiku, Rex? Jadi kau diam saja, kali ini aku akan melakukan hal yang kau inginkan selama ini," ujar Claire dengan suara paraunya.Rex benar-benar kebingungan dengan situasi ini, dia tak tahu harus bereaksi seperti apa. Perasaannya saat ini benar-benar tak karuan."Jangan bersikap keterlaluan, Claire. Menyingkirlah dariku, saat ini kita berada di tempat kerja.""AKU TIDAK MAU, REX!" bentak Claire dengan nada suara yang meninggi.Seketika Rex terdiam dan memandang Claire dengan tatapan tak perc

  • Terpaut Kasih Sang Billionaire    34. Kenapa semua orang menginginkanmu, Rex

    Claire berjalan memasuki sebuah gedung apartemen yang sepertinya cukup akrab dengannya. Dia terlihat begitu leluasa berjalan di lorong gedung itu, masuk ke dalam lift dan terlihat sudah tahu betul akan pergi ke lantai berapa dan ketika sampai di lantai yang ditujunya dia dengan santai berjalan di lorong lantai itu lalu kemudian berdiri di sebuah unit apartemen."Dia sepertinya ada di rumah," ujarnya berbicara sendiri lalu mulai menekan pasword pada pengunci pintu sehingga pintu apartemen itu pun bisa dibuka dan dia pun melangkah masuk ke dalam. Dia baru akan melangkah lebih jauh memasuki unit apartemen itu, tapi langkahnya terhenti ketika dia melihat sepatu laki-laki di rak sepatu.Kedua alis Claire langsung bertautan tajam saat melihat hal itu, dengan wajah kesal dia mengambil langkah lebar menuju kamar ketika suara-suara aneh dan suara seorang perempuan yang memanggil-manggil nama Rex mulai terdengar dan menganggunya."Mana muungkin ada Rex di apartemen ini," gumamnya marah. Segera

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status