Yusuke baru selesai mandi dan sedang mengeringkan rambutnya dengan handuk pada saat ponsel genggamnya berdering. Takuya menelepon. “Ada apa, Bung? Apa pesawatmu sudah sampai di Tokyo?” “Itu lucu sekali, Yusuke. Ini pukul tujuh lebih tiga puluh lima pagi. Aku masih di Osaka. Di bandara Itami. Pesawatku baru aku akan lepas landas pukul tujuh lebih lima puluh. Dua puluh menit lagi. Aku menelepon untuk memberitahu jika dua jam lagi temui aku di hotel Higashi. Ada sesuatu hal penting yang perlu untuk kita bicarakan,” sahut Takuya dari ujung sambungan dengan latar belakang suara keramaian. “Aku menunggumu di kamar dua puluh dua, dua jam dari sekarang. Oh, ya. Satu hal lagi. Katakan pada kakak perempuanmu jika aku akan datang berkunjung malam ini ke rumahmu dan ingin bicara dengan Hanami.”“Tunggu dulu, apa maksud dari perkataanmu yang terakhir itu? Apa yang kau inginkan dari Hanami?” sahut Yusuke curiga.Takuya terdengar tertawa kecil di ujung telepon. Kemudian dia berkata, “Kau tak perlu
Sopir yang menjemput Hanako Rin Sudo adalah seorang pria gemuk berkacamata tebal yang sangat ramah dan menyenangkan. Dia membantu Hanako mengangkat koper dan semua barang bawaannya ke dalam bagasi. Setelah itu dia membukakan pintu untuk Hanako masuk dan menutupnya kembali setelah Hanako duduk. “Nona Hanako, perkenalkan saya Sota Yukimura. Saya adalah salah satu dari tiga sopir pribadi kepercayaan Tuan Muda Ryoma Otsuka. Di sini, saya akan mengantarkan Anda sampai bandara Haneda. Di sana ada Yuma yang telah menunggu Anda yang akan mengurus semua keperluan untuk penerbangan Anda,” ujar Sota memperkenalkan dirinya kepada Hanako.“Senang berkenalan dengan Anda, Tuan Sota. Anda baik sekali,” kata Hanako. “Panggil saja saya Sotamura, Nona Hanako,” sahut Sota sopan. “Itu adalah panggilan Tuan Muda Ryoma kepada saya dan itu merupakan sebuah kehormatan untuk diri saya sendiri. Dan, ya, Tuan Muda Ryoma sudah memberi tahu saya jika Anda adalah kekasih Tuan Muda. Oleh karena itu saya harus melay
Takaki sedang duduk di ruang tengah dengan lesu saat ponsel genggamnya berdering ada panggilan masuk dari Ryoma Otsuka. Untuk beberapa saat Takaki mempertimbangkan untuk tidak menjawab telepon itu. Akan tetapi, jika dia tidak menjawab telepon Ryoma, dia pasti akan mendapat masalah setelahnya. Setelah menarik napas dalam-dalam dan mengembuskannya dengan satu kali helaan Takaki pun menjawab panggilan telepon itu dengan tangan gemetar. Firasatnya mengatakan jika dia akan mendapat berita buruk.“Adik ipar, kebetulan sekali kau menelepon. Aku baru saja hendak meneleponmu untuk mengucapkan selamat hari Natal,” kata Takaki basa basi dan berpura-pura seperti dia tidak tahu apa pun. “Selamat Natal juga, Kakak Ipar. Kau pasti sedang sangat lelah sekali. Kau terdengar kurang baik,” jawab Ryoma dengan nada bicara yang mengandung sesuatu maksud tertentu yang misterius.Sebulir keringat meluncur deras dari dahi Takaki. “Aku minta maaf karena tidak bisa datang ke Tokyo untuk merayakan malam Natal be
Takuya Isahara duduk di dalam pesawat dan memeriksa kembali rencana yang ada di dalam kepalanya. Setelah sampai di Tokyo, pertama-tama dia harus meyakinkan Yusuke Sakazaki untuk membantunya. Takuya tahu persis orang seperti apa Yusuke Sakazaki itu dan dia berencana untuk memanfaatkannya sebagai salah satu bidak yang akan mendukungnya. Termasuk satu di antara keluarga Sakazaki yang lain adalah Hami Sakazaki. “Salah satu keinginan terbesarku adalah dapat duduk sebagai jaksa. Tapi, sepertinya itu terasa sangat mustahil.” Yusuke pernah berkata kepada Takuya. “Sekalipun aku sudah mengambil pendidikan magisterku, jalan untuk aku sampai di sana tampaknya tidak akan pernah ada. Menyedihkan sekali. Tapi, ya, sekalipun aku tidak bisa menjadi seorang jaksa, setidaknya aku dapat menjadi seorang pengacara yang hebat seperti kau, Takuya. Bagiku itu sudah lebih dari cukup.”“Kau ini terlalu lemah, Yusuke. Yang harus kau lakukan adalah berusaha lebih keras lagi untuk mencapai impianmu itu. Tapi, ya,
Hanako Rin Sudo sama sekali tidak tahu harus berkata atau beraksi seperti apa saat Yuma Kaitano menjelaskan apa yang harus Hanako lakukan selama dia di Kyoto. Dia bergeming dan tidak menyahut sepatah kata pun sampai membuat Yuma yang duduk di sebelahnya menoleh.“Nona Hanako, Anda baik-baik saja?” tanya Yuma yang merasa khawatir.Hanako menelan ludah dengan susah payah. Lalu dia menjawab, “Sa-saya baik-baik saja ... ya, baik-baik saja. Saya hanya terkejut.”“Tunggu dulu, Nona Hanako. Anda terkejut? Tapi, apakah Tuan Muda Ryoma tidak mengatakan ini semua kepada Anda?” sahut Yuma keheranan.Hanako menggelengkan kepalanya pelan. “Tidak, Tuan Muda Ryoma tidak mengatakan apa pun kepada saya,” kata Hanako jujur. “Karena itulah saya benar-benar terkejut saat Anda memberi tahu saya tentang apa yang harus saya lakukan ketika saya tiba di Kyoto nanti,” sambungnya.Yuma menatap Hanako. “Astaga. Saya pikir Tuan Muda Ryoma sudah memberi tahu Anda jika Anda dikirim ke Kyoto untuk membantu Tuan Takak
Takuya Isahara mengerutkan dahi lalu tertawa terbahak-bahak saat melihat Yusuke Sakazaki sudah berada di lobi hotel Higashi menunggunya. “Jadi, sudah berapa lama kau menungguku di sana?” tanya Takuya meledek Yusuke. “Hampir dua jam aku rasa,” jawab Yusuke sambil tersenyum malu. “Aku terlalu bersemangat sehingga aku datang jauh lebih awal. Apa kau butuh bantuan dengan koper kecilmu itu?”“Tidak, aku bisa mengurus barang-barangku sendiri,” sahut Takuya. “Sebaiknya kita bicara di kamar yang telah aku pesan. Kebetulan aku mendapat satu berita yang sangat mengejutkan.” Takuya membuat gerakan mata ke arah seorang pria yang baru masuk dan bergegas membalikkan badan lalu pergi. Yusuke yang mengerti isyarat itu pun memalingkan wajah dan mengambil jalan yang berlainan dengan Takuya. “Akio. Sedang apa dia di sini?” tanya Takuya lebih pad se a dirinya sendiri daripada kepada Yusuke. Keduanya sudah berada di dalam kamar hotel Takuya Hanaakuyako telah sebelumnya mengambil jalan berbeda dan bertem
“Aku tidak mengerti mengapa kau meminta Hanako untuk pergi Kyoto. Kau tidak bermaksud untuk mempermainkan Hanako, bukan?”Ryoma Otsuka menyandarkan punggungnya dan meletakan tangannya lurus di sandaran belakang sofa dan tersenyum misterius ke arah Tomohiro. “Kau tidak perlu mengkhawatirkan Hana. Dia akan baik-baik saja di Kyoto. Aku hanya ingin mengajarinya sedikit tentang dunia yang akan dia masuki dan bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah yang ada,” kata Ryoma. “Takaki di Kyoto sedang menangani kasus pencurian yang cukup misterius dan sama sekali tidak meninggalkan jejak. Karena satu alasan tertentu aku tidak bisa melibatkan pihak berwajib ataupun detektif untuk mengungkap kasus pencurian ini. Sekalipun itu adalah detektif swasta. Aku tidak mau berita ini sampai naik ke permukaan dan terendus oleh media massa. Karena itulah aku mengirim Hanako untuk menyelesaikan masalah itu,” sambungnya.“Apa katamu? Oh, ya Tuhan ... Ryoma, kau tahu Hana sama sekali tidak memiliki pengalaman u
Ayumi Otsuka duduk lemas di tepian tempat tidurnya. Berita buruk itu seperti sebuah kereta dengan kecepatan yang mengejutkan yang menabraknya dengan sangat keras. Ayumi benar-benar tidak dapat membayangkan nasib buruk seperti apa yang sedang menantinya di depan. Karena dia tidak bisa membaca apa yang ada di dalam kepala adik lelakinya, Ryoma Otsuka.“Apa kau bersungguh-sungguh dengan yang kau katakan itu, Takaki? Maksudku, mungkin saja kau salah dengar,” sangkal Ayumi dengan sia-sia. “Hanako Rin Sudo, tidak mungkin Ryoma mengirim Hanako ke Kyoto. Aku telah mengatakan kepadanya betapa serius masalah pencurian di Kyoto itu dan aku sangat yakin sekali jika Ryoma pun sependapat denganku. Jadi, rasanya tidak masuk akal sekali jika dia mengirim orang yang sama sekali tidak memiliki pengalaman ke sana. Ryoma tidak mungkin melimpahkan semua urusan di Kyoto kepada Hanako. Gadis itu tidak punya pengalaman apa-apa. Pasti Ryoma sendiri ikut dengannya. Tidak mungkin dia melepaskan Hanako seorang d