Share

Bab 4

“Jadi, sudah berapa lama kau berada di sana melihatku?” tanya Hanako ketika dia sudah duduk di dalam Limusin mewah Ryoma tepat di sebelah pria itu.

“Aku melihat dan mendengar semuanya,” sahut Ryoma. “Aku juga melihat saat kau bersikap seperti seorang pelacur murahan ketika kau minta dicium si bodoh itu,” sambungnya sinis. Dia melirik Hanako sekilas lalu tersenyum mengejek. “Aku hanya mengatakan apa yang kau katakan. Anggapanmu.”

“Ralat. Itu bukan pendapatku. Itu pendapat ibu dan kakak perempuan mantan kekasihku,” sahut Hanako cepat-cepat. “Tapi, jika menurutmu aku begitu, berarti kau harus menerima jika kau punya istri yang mirip pelacur.”

Kali ini Ryoma benar-benar tertawa sampai terpingkal-pingkal. “Hanya pria bodoh yang punya pikiran sempit seperti,” dia berkata. “Kau cukup cantik, seksi, dan modis. Kau lebih mirip peraga busana daripada pelacur. Aku bahkan sedikit terkejut saat melihatmu untuk yang pertama kalinya. Kupikir kau tidak lebih cantik dari mantanku. Ternyata aku salah.”

Sekarang Hanakolah yang tertawa terbahak-bahak, “Kukira kau bahkan tak punya kekasih.”

“Yang benar saja. Yang mengantre untuk jadi kekasihku di luar sana banyak. Bahkan tak terhitung jumlahnya. Bintang film, penyanyi top, model, dan masih banyak yang lainnya,” sembur Ryoma. 

“Majide? Serius?” Ejek Hanako dengan sebuah seringai. 

“Kau tentu tahu jika itu benar.”

“Lalu, kenapa kau tidak mengambil salah satu dari gadis-gadis itu untuk kau jadikan kekasihmu?”

Ryoma menghela napas dalam-dalam. “Mereka semua bukan seleraku. Mereka tidak benar-benar menyukaiku. Yang mereka inginkan hanya popularitas dan kekayaanku.”

“Dan mantan pacarmu?”

“Sama saja. Karena itu aku minta putus dengannya. Tapi, sial sekali. Ibuku ingin aku membawa calon istriku pada pesta perayaan hari Natal besok siang.”

“Apa katamu?” teriak Hanako yang kaget luar biasa. “Jadi, kau akan membawaku menemui orang tuamu besok siang?”

“Tidak, tapi malam ini. Sekarang.”

“Apa?”

Untuk pertama kalinya Ryoma tersenyum senang. “Kita pergi ke rumah orang tuaku sekarang. Memang sudah sangat terlambat. Tetapi, aku bisa membuat alasan.”

Hanako menelan ludah dengan susah payah. Dia merasa dijebak oleh pria yang duduk di sampingnya memegang kemudi. “Tapi, pakaianku....”

“Kau tidak perlu cemas dengan pakaianmu. Orang tuaku sudah modern. Tidak seperti orang tua mantan kekasihmu itu.”

“Masalahnya aku sama sekali belum siap, Ryoma,” sahut Hanako berusaha bertahan. “Aku ... pakaianku terlalu—”

“Tak ada yang salah dengan pakaianmu atau penampilanmu. Kau cukup cantik dan itu sudah cukup. Sekarang, kau harus menghafalkan ini. Skenario yang harus kau mainkan. Kita akan sampai ke rumah orang tuaku dalam empat puluh lima menit.” Ryoma menyerahkan selembar kertas yang ditulis tangan ke pangkuan Hanako. “Ingat, kau harus tampak meyakinkan. Aku tidak mau sampai orang tuaku menaruh curiga jika kau dan aku baru kenal dan sedang melakukan sandiwara. Kau mengerti, Hana?”

Hanako mengangguk sekilas. “Sekarang biarkan aku berkonsentrasi memelajari peranku. Karena kau tidak memberiku sedikit lebih banyak waktu.”

Ryoma menyunggingkan senyum kemenangan. “Anak pintar. Selamat belajar untukmu.”

Hanako menggertakkan rahang, tapi, dia tidak mengatakan apa pun juga tidak mau menanggapi pria berkemeja linen putih dengan jas hitam berpotongan sempurna itu. Sebab dia tahu semakin dia marah, Ryoma akan semakin merasa senang. 

Ryoma Otsuka lahir di Hokaido dan merupakan anak seorang taipan. Ryoma adalah satu-satunya anak laki-laki di keluarga Ryuchi Minato Otsuka. Seorang pengusaha sukses yang mendirikan Shiseido Company. Sebuah perusahaan kosmetik multinasional di Jepang. Ryoma memiliki satu orang kakak perempuan dan satu adik perempuan. Kakak perempuannya, Ayumi Otsuka, merupakan seorang model terkenal. Sedangkan adik perempuannya, yang baru berusia lima belas tahun, merupakan juara nasional dalam sebuah Olimpiade matematika. Ryoma menjadi penerus bisnis keluarga karena hanya dialah anak lelaki di keluarga itu. Tapi, saat usia Ryoma menginjak tiga puluh tahun dan dia belum menunjukkan tanda-tanda jika dia sudah memiliki kekasih, Ryuchi Otsuka mulai merasa cemas. Dia mulai memiliki prasangka buruk terhadap anak lelakinya. Dia takut jika Ryoma penyuka sesama jenis atau bahkan memiliki kelainan. Karena itulah, Ryuchi pernah berkali-kali menyinggung soal kekasih Ryoma. Akan tetapi, dengan dingin anaknya menjawab jika dia tidak mau membuang waktu untuk menjalin hubungan. Dia ingin fokus mengembangkan Shiseido Company agar bisa menembus pasar internasional. Mendengar jawaban Ryoma, membuat Ryuchi menjadi semakin khawatir. Begitu juga dengan Natsumi istrinya.

“Demi Tuhan, jangan sampai benar Ryoma penyuka sesama jenis. Oh, tidak. Aku tidak akan memaafkan anak itu jika dia tidak membawakan aku menantu seorang wanita tulen,” teriak Natsumi saat Ryuchi membicarakan ketakutannya pada suatu malam. “Aku akan pergi ke gereja besok pagi dan akan meminta pak pendeta untuk mendoakan jodoh bagi Ryoma.”

“Aku akan meminta Ayumi mengenalkan teman-teman modelnya kepada Ryoma. Siapa tahu ada salah satu dari gadis-gadis itu yang menarik hati Ryoma,” sahut Ryuchi. “Selain itu, aku juga akan menyuruh Ayumi untuk menasihati adiknya agar mulai memikirkan masalah pasangan hidup karena dia sudah cukup dewasa dan mapan sekarang.”

Natsumi mengangguk setuju. “Semua ini adalah salahmu, Ryuchi. Kau terlalu menekan Ryoma agar menjadi seperti dirimu dan meneruskan perusahaan. Sekarang anak lelaki kita satu-satunya menjadi seorang maniak kerja yang tidak menyukai wanita. Oh, semua ini salahmu. Jika kau tidak terlalu menumbuhkan minat bisnisnya sejak kecil, Ryoma kuta pasti tidak akan seperti ini. Bagaimana jika dia benar-benar penyuka sesama jenis, Ryuchi. Aku sama sekali tidak bisa membayangkan.”

“Tunggu dulu, Natsumi. Aku punya ide cemerlang. Aku tahu bagaimana caranya untuk mendesak Ryoma agar segera menikah,” kata Ryuchi sambil menjentikkan jarinya dan berseru senang. “Kita beritahu kondisi kesehatanku, dan hal yang paling aku inginkan di sisa hidupku ini. Yaitu melihat Ryoma menikah. Aku yakin sekali Ryoma akan luluh hatinya. Itu pasti. Ya. Bagaimana menurutmu, Natsumi?”

“Menurutku itu agak sedikit kejam. Pemaksaan yang halus dan kejam. Tapi, karena kita tidak punya pilihan lain mau tidak mau aku harus setuju. Lagipula ini semua kita lakukan demi kebaikan Ryoma. Sepenuhnya demi kebaikan Ryoma,” sahut Natsumi sambil mendesah. 

“Baiklah. Jika kau setuju, maka, saat Ryoma pulang akhir minggu nanti, aku akan membicarakan semuanya dengan anak itu. Dan aku akan memberinya waktu sampai hari Natal.”

“Aku setuju.”

Segala sesuatunya persis yang telah diperhitungkan oleh Ryuchi. Setelah dia mengatakan penyakit jantungnya yang sudah semakin parah dan ketakutannya jika Ryoma penyuka sesama jenis, reaksi Ryoma tentu saja marah. Akan tetapi, saat dia ditantang ayahnya atau lebih tepatnya ditekan agar dia membuktikan dirinya bukan sesama jenis dengan mengenalkan kekasihnya di malam Natal nanti, Ryoma seketika tampak syok.

“Jangan bercanda, Ayah. Aku tidak mungkin untuk mencari... maksudku, membawa kekasihku malam Natal nanti. Aku tak bisa. Dia punya acara sendiri dengan keluarganya,” sahut Ryoma mencoba mencari alasan yang sesuai. “Aku berjanji akan mengenalkan ayah dan semuanya dalam waktu dekat. Ya, dalam waktu dekat ini. Tapi tidak di malam Natal nanti. Aku belum siap. Maksudku, itu terlalu mendadak. Aku tidak enak hati untuk membicarakannya.”

Ryuchi menatap anaknya dengan kecewa. “Aku tahu kau bahkan tak punya kekasih, Ryoma. Tak ada gunanya berbohong.”

“Tentu saja aku punya, Ayah. Tapi ....”

“Jika kau memang punya seorang kekasih, coba kau katakan siapa nama kekasihmu itu padaku. Buat aku yakin dengan perkataanmu,” desak Ryuchi.

Ryoma benar-benar bingung. Dia baru saja mendapati Kazuha, kekasihnya, jalan bergandengan tangan dengan pria lain yang jauh lebih muda dengannya. Dia tidak mungkin mengajak Kazuha menghadiri pesta malam Natal satu minggu lagi. Selain itu, Ryoma juga sudah tidak sudi lagi bertemu atau melihat wajah Kazuha. “Hana, dia bernama Hana,” jawab Ryoma. Hanya nama itu yang dia ingat. Nama yang sering disebut-sebut oleh teman baiknya, Tomohiro Yamashita Sudo. Nama adik perempuannya yang baru saja menyelesaikan kuliahnya di Universitas Tokyo. Ryoma pun kemudian menemukan pemecahan dari masalah peliknya. Dia tersenyum dan dengan penuh percaya diri berkata, “Jika ayah memang tidak percaya aku punya kekasih, dan ingin aku membuktikannya di malam Natal nanti, baiklah. Aku akan melamarnya tepat di hadapan ayah dan semuanya untuk membuktikan jika aku sepenuhnya normal dan bukan penyuka sesama jenis.”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status