Share

Jalan Buntu

Author: Nuri Atlaan
last update Huling Na-update: 2025-09-04 21:41:02

Sebuah malam yang indah, malam yang diharapkan akan menjadi momen yang luar biasa. Malam hari yang diharapkan itu kini sudah bukan lagi malam yang indah bagi Arthur. Langit malam yang penuh dengan bintang yang bercahaya itu bagaikan neraka baginya.

Ini adalah malam keempat kalinya ia melihat langit di bawah rimbunya dedaunan. Duduk dengan tatapan dan pikiran yang kosong, melamun melihat langit. Wajahnya terlihat sangat pucat dan tidak baik-baik saja.

Ia bergumam, "Apa yang harus aku lakukan? Aku hanya ingin Grace mendapatkan kehidupan yang lebih baik. Tapi apa yang aku dapatkan? Pengkhianatan? Penderitaan? Ketidakadilan? Aku kehilangan segalanya."

Arthur segera pulang ke rumahnya dengan tubuh yang sudah lemas. Ia pergi menuruni bukit sambil melamun karena banyak pikiran di benaknya. Dirinya sudah tidak tahu lagi harus berbuat apa, ia merasa begitu buntu.

Sepulang dari rumah, ayah dan ibunya menyambutnya dengan wajah bahagia. Arthur sudah melihat momen ini untuk keempat kalinya. Namun bagi mereka berdua ini adalah yang pertama kalinya, akan selalu menjadi yang pertama kalinya kecuali dirinya.

"Selamat kembali ke rumah Arthur!" sambut ibunya dengan wajah yang riang gembira.

Ayahnya ikut berbahagia, "Jadi bagaimana? Apa kau berhasil melihat bintang jatuh itu? Apa kau memotretnya? Ayah ingin melihatnya!" ujar ayahnya yang terlihat sangat bersemangat.

Arthur hanya diam saja dan berjalan ke kamarnya seperti mayat hidup. Orang tuanya terlihat heran dengan tingkah laku anaknya, karena biasanya anak mereka satu-satunya selalu terlihat bahagia. Mereka berpikir mungkin saja anak mereka tidak melihat bintang jatuhnya, dan itulah yang membuat anak mereka sedih.

Tapi kenyataan yang sebenarnya hanya diketahui oleh Arthur sendiri. Dalam diam dan sendirian, Arthur memendam semua beban di pundaknya. Ia sama sekali tidak ingin menceritakan beban hidupnya kepada orang tuanya, karena takut mereka khawatir.

Saat pagi hari telah tiba, Arthur terus mengurung dirinya di kamarnya. Kedua orang tuanya sudah membangunkannya dan menyuruhnya sekolah. Tapi Arthur tidak merespons apapun dan hanya diam di dalam selimutnya.

Kedua orang tuanya membicarakan anak mereka di depan pintu kamarnya. "Apa yang terjadi dengannya? apakah dia sangat sedih karena tidak bisa melihat bintang jatuh kemarin?" ujar ayahnya yang bertanya-tanya.

"Aku rasa begitu, sayang. Kasihan sekali. Untuk hari ini biarkan saja dia di kamarnya, lebih baik kita jangan mengganggunya untuk sementara." balas ibunya dengan wajah khawatir.

Berhari-hari kemudian, bahkan ini sudah lewat dua Minggu. Arthur tetap mengurung diri di kamarnya dan tak kunjung keluar. Ia hanya keluar sesekali untuk makan disaat ia merasa sangat lapar, dan juga untuk pergi ke toilet.

Orang tuanya sangat khawatir, sampai-sampai ia memanggil ahli psikologi untuk anaknya. "Kalau anak kalian tidak mau merespons kata-kata saya. Maka saya tidak bisa berbuat apa-apa." ucap psikolog itu.

Kedua orang tua Arthur semakin khawatir dengan anaknya. "Kira-kira, apa yang membuatnya seperti itu pak?" tanya ibunya dengan wajah khawatir sampai keringat dingin.

Psikolog itu menjawab, "Apakah ada sesuatu sebelumnya yang terjadi pada anak kalian? Sebelum dia menjadi seperti ini?" tanya psikolog itu.

Ibu dan ayahnya Arthur kemudian menjelaskan dari yang mereka ketahui. Mereka berdua mengatakan kalau yang membuat anak mereka menjadi seperti ini karena kejadian malam itu. Karena Arthur tidak bisa melihat bintang jatuh yang sangat ia harapkan malam itu.

Saat itu juga tiba-tiba Arthur merespons mereka, "Kalian salah! Kumohon tinggalkan aku sendiri." ujar Arthur yang tetap berada di dalam selimutnya.

Mendengar anaknya merespons untuk pertama kalinya setelah dua Minggu berlalu, membuat orang tuanya terharu dan senang. "Oh, ya tuhan, ternyata kau baik-baik saja! Ibu sangat mengkhawatirkan kau Arthur!" ucap ibunya yang bersyukur sambil menangis terharu.

"Aku tidak baik-baik saja ibu! dan maaf sudah membuat kalian khawatir selama ini!" jawab Arthur dengan suara yang serak seakan-akan ia sedang menahan tangisannya.

"Apa maksudmu nak?" tanya ibunya.

"Apakah jika aku menceritakan yang sebenarnya terjadi padaku. Kalian akan percaya kepadaku?" tanya Arthur.

Orang tuanya mengiyakan, lalu Arthur mulai keluar dari selimutnya. Wajahnya terlihat sangat lelah sampai kantung matanya menghitam. Tubuhnya begitu pucat dan terlihat sangat lemah dan rapuh.

Melihat kondisi anak mereka yang memprihatinkan membuat kedua orang terdekat Arthur bersedih. Pada akhirnya Arthur memberanikan diri untuk mengatakannya kepada orang tuanya. Ia sudah tidak tahu lagi, apa yang harus ia lakukan, karena selama ini dia terus memikirkan cara terbaik untuk melanjutkan hidup.

Tapi berbagai rute yang akan ia jalani di dalam pikirannya, terasa begitu sulit. Ia menjadi sangat khawatir kalau jalan yang akan dia ambil nantinya akan membawanya kepada penderitaan yang lebih menyakitkan. Pada akhirnya Arthur memilih untuk menceritakan tentang kejadian yang ia alami selama ini.

Setelah selesai menceritakan apa yang ia alami kepada orang tuanya. Wajah kedua orang tuanya dan juga psikolog itu terlihat tidak percaya dengan kata-kata Arthur. "Kenapa kalian memasang wajah seperti itu? Apakah aku terlihat berbohong? Katakan padaku! Apakah aku terlihat sedang membohongi kalian!" teriak Arthur yang seketika emosinya memuncak.

"Tidak nak, bukan begitu! Hanya saja, hal yang seperti itu rasanya akan sulit dipercaya." ucap ayahnya yang tidak percaya dengan cerita Arthur.

Ibunya membalas, "Kau bisa mengatakan yang sebenarnya, apa yang terjadi padamu. Kau tidak perlu menutupinya dengan cerita seperti itu, Arthur." jelas ibunya.

Kata-kata mereka membuat Arthur kehilangan kepercayaan kepada keluarganya. Ia tidak percaya bahwa kedua orang terdekat yang ia miliki saat ini tidak mempercayai anak mereka sendiri. Hati dan pikiran Arthur menjadi semakin hancur berantakan.

"Kalian semua pembohong! Aku tidak percaya kepada kalian!" teriak Arthur sambil berlari keluar kamarnya.

Kedua orang tuanya dan juga psikolog itu ikut mengejar Arthur. Tapi Arthur berlari begitu cepat, bagaimana bisa dia berlari begitu cepat dengan kondisi tubuhnya yang seperti itu. Arthur terus berlari tanpa arah dan tanpa tujuan, ia tidak punya tempat untuk bernaung.

Arthur sudah tidak peduli lagi dengan keluarganya, karena ia merasa dikhianati. Pada akhirnya Arthur memutuskan untuk pergi dan tak kembali pulang ke rumahnya. Ia berkeliaran di malam hari, di tempat yang tidak ia ketahui dengan tubuh yang lemas.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Realita

    Brak! Bruk! Bruak! Felix dan para anak buahnya mengobrak-abrik rumah hantu itu. Banyak orang yang ketakutan dan berlarian segera menjauh dari kekacauan itu. Sementara itu Arthur dan Grace masih terjebak di dalam rumah hantu itu, dengan berharap mereka tidak ketahuan."Bubarkan tempat ini! Aku yakin mereka masih berada di sini!" teriak Felix yang suaranya menggelegar bagaikan guntur.Semua anak buahnya ketakutan dan menurut atas perintah Felix. Mereka merobohkan bangunan dan penyangga rumah hantu ini. Tidak hanya membawa anak buahnya yang dari sekolah saja ternyata ia punya geng berandalan di belakangnya.Grace tampak ketakutan dan tubuhnya bergemetar sampai keringat membasahi wajahnya. Arthur memeluknya dengan erat sambil membelai rambutnya yang panjang. Air mata Grace berkaca-kaca mengetahui bahwa dirinya tidak akan bisa lolos dari Felix.Arthur menatap Grace sambil tersenyum tipis. "Grace, di belakangku ada lubang untuk keluar dari sini. Kau pergilah diam-diam dan biarkan aku yang m

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Jebakan

    Dunia terasa begitu indah dan menenangkan. Bunga-bunga bermekaran di taman menyambut sinar matahari yang datang. langit begitu bewarna, begitu juga dengan dunia ini. Semuanya terlihat begitu luar biasa, sangat sulit untuk diucapkan oleh kata-kata."Ya, aku mau. Arthur!" ucap seorang gadis yang rapuh.Tubuhnya bergemetar lemas bukan karena takut, tapi karena ia bisa merasakan kebebasan. Air matanya mengalir bukan karena sedih, tapi karena bahagia. Pelukan hangat membuatnya hidup kembali, bukan hanya Grace, Arthur juga merasakannya kembali."Terima kasih, karena telah memilihku. Grace. Aku sungguh, sungguh sangat bahagia sekarang." balas seorang laki-laki yang sama rapuhnya dengan gadis yang ia pelukSuaranya yang bergemetar menandakan akhir dari penderitaannya. Matanya yang berbinar-binar menandakan bahwa ia telah dihidupkan kembali. Raut wajahnya yang penuh emosional menandakan bahwa harapannya telah terjadi.Hari itu, dunia yang begitu kelam dan tak berwarna itu. Telah berubah menjad

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Pernyataan

    Besok paginya Arthur memulai hari dengan semangat yang membara. Bukan karena ingin bertemu dengan Grace, atau ingin melanjutkan perkelahiannya dengan Felix. Tetapi ia benar-benar dipenuhi semangat untuk sekolah yang sangat murni. Ia sudah tidak peduli lagi dengan permasalahan yang terjadi. Pikiran Arthur saat ini adalah jalani dan laksanakan. Entah masalah apa yang menimpanya nanti, itu bukan masalah besar. Arthur telah memikirkannya baik-baik dan ia telah memutuskan untuk menjadi orang yang lebih gila. Gila dengan keadaan sadar dan menguntungkan bukan gila yang membawa kerugian. Arthur baru saja sampai di sekolahnya, dan sudah ada Felix bersama dengan anak buahnya yang menghadangnya. Arthur tersenyum dan menyapa mereka, "Pagi! Bagaimana kabar kalian hari ini?" ujar Arthur yang mendekati mereka seolah-olah telah melupakan apa yang terjadi sebelumnya. Semua orang menatapnya dengan heran. "Apa kau sudah gila, Arthur?" tanya Felix sambil menatapnya dengan tajam.Arthur tersenyum le

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Kehidupan

    Setelah kejadian besar itu, Arthur segera pulang ke rumah dan berniat menyembunyikan tubuhnya yang kesakitan. Arthur sudah membicarakannya kepada Liam agar tidak mengadu kepada orang tua Arthur. Meskipun penampilannya seperti telah dipukili orang hingga babak belur, Arthur sudah menyiapkan akal-akalannya agar menghindari kekhawatiran orang tuanya. Arthur pulang ke rumah diam-diam tanpa membuat suara. "Arthur? Ada apa dengan wajahmu?" tanya ibunya. Arthur tersenyum dan berkata, "Bukan apa-apa Bu, tadi aku hanya terjatuh di tangga. Semuanya baik-baik saja, jadi jangan khawatir. Putramu sudah besar dan bisa mengurus diri." ucap Arthur dengan nada suara yang lembut. Ibunya mengelus-elus kepalanya, dan sebenarnya itu terasa sakit. Tapi Arthur menutupi rasa sakit itu dengan tersenyum lebar kepada ibunya. Ibunya menerima alasannya dan membiarkan Arthur lewat. Arthur berbaring di kasurnya dengan lega. Rasa nyeri di bagian yang di pukul Felix masih terasa begitu menyakitkan, terutama d

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Perkelahian

    Terjadi perkelahian yang hebat di kelas. Seorang berandalan yang berpengalaman dengan seorang murid biasa yang tak memiliki kemampuan bertarung. Perkelahian mereka terlihat tidak seimbang, anak berandalan itu terlihat lebih unggul dalam bertarung. Buagh! Duagh! Felix melayangkan tinju beratnya yang menghantam wajah Arthur. Arthur mencoba untuk bertahan dan menginjakkan kakinya dengan kuat agar tidak terjatuh. Pertarungan ini memang sudah tidak seimbang dari awal, kondisi Arthur sudah babak belur sekarang. Felix tersenyum menyeringai. "Kau masih belum aku hajar ya?" oceh Felix. Arthur tersenyum lebar dan berkata, "Setidaknya aku dapat mendaratkan beberapa pukulan padamu." ujar Arthur. Benar, Arthur yang tak memiliki kemampuan membela diri itu tidak sepenuhnya kalah telak oleh Felix. Melalui berbagai pengalaman hidup yang sudah ia jalani, dan juga adrenalin yang membara. Membuat Arthur menjadi sosok yang sangat gila, lebih gila dari pada dirinya di kehidupan sebelumnya. Felix

  • Terperangkap Dalam Siklus Waktu    Menerobos Maju

    Esok harinya, Arthur bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Ia berangkat bersama dengan Liam ke sekolah, karena malamnya mereka berjanjian untuk berangkat bersama. Saat mereka sedang bersepeda bersama, Arthur mengatakan sesuatu kepada Liam. "Hei, Liam. Apa kau yakin tidak mengenal seseorang yang bernama Nathaniel Thomas?" tanya Arthur untuk memastikan kembali. Liam menatapnya dengan heran dan dia mencoba mengingat-ingat kembali. "Aku yakin, aku sama sekali tidak mengenalnya. Bahkan mendengar namanya saja belum pernah. Apakah kau memiliki masalah dengan orang itu? Beritahu aku jika kau sedang dalam masalah." ujar Liam yang khawatir. Arthur menjawabnya dengan santai, "Tidak, tidak. Aku tidak memiliki masalah dengan siapapun saat ini." ucap Arthur. Rasa penasaran itu telah larut dalam pikiran Arthur dan membuatnya terus mengingatnya. Ia hanya berharap bahwa dia hanyalah orang biasa. Rasa kewaspadaan Arthur terhadap orang-orang yang ia temui semakin besar. Ini semua ia rancang

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status