Share

Kos-kosan

"Kamu siapa?" tanya laki-laki yang diperkirakan Arumi berusia sekitar 40 tahunan itu.

"Saya Arumi anak dari Susmi—" Seketika kalimat Arumi terhenti ketika tiba-tiba saja laki-laki di hadapannya itu menarik lengannya dan berjalan menjauh dari depan rumah tadi.

"Kamu anaknya Susmiati?" tanya laki-laki tersebut.

"Benar, jadi sampean ini benar ayah saya?" tanya Arumi yang sebenarnya sendikit ragu dengan pertanyaannya ini.

"Ibumu yang menyuruhmu ke sini?" tanya Arifin dengan gusar.

Arumi tercenung mendapati hal ini. Terlihat jelas kalau Ayahnya itu tak senang dengan kedatangannya.

Sesaat kemudian Arifin pun langsung merogoh saku celananya dan mengambil dompet kulit imitasinya. "Ini, ambil uang ini dan ini nomer Ayah. Kamu cari makan atau tempat tinggal dan nanti hubungi Ayah, mengerti?" ujarnya dengan cepat sembari memberikan beberapa uang berwarna merah dan biru ke tangan Arumi.

Belum sempat Arumi mengucap sepatah kata, tapi laki-laki yang berstatus sebagai ayahnya itu sudah pergi meninggalkannya sembari menaiki ojek yang tadi mengantarnya. "Jadi ini yang namanya Ayah," ucap Arumi sembari menggenggam erat uang pemberian ayahnya.

Sebuah senyum pahit ditorehkan Arumi di wajahnya sembari melangkah meninggalkan tempat itu.

Satu jam lebih Arumi melangkah melewati jalanan beraspal yang ia tak tahu akan membawanya ke mana. Ia pun beberapa kali bertanya pada orang yang ia temui di jalan, tapi tetap saja ia tak menemukan tempat yang dikatakan oleh orang-orang yang ditanyainya tadi.

"Apa aku buta arah saat ini," gumamnya sembari berhenti di tengah-tengah perempatan tempatnya berdiri saat ini.

Ia pun menatap sekitar dan tak melihat seorang pun ada di sana.

"Lah kok jadi sepi banget, apa karena sudah mau magrib," gumamnya sembari menggosok-gosok tengkuknya yang tiba-tiba saja terasa dingin.

'Apa di Jakarta juga ada setan?' batin Arumi sembari terus melirik ke kanan kirinya yang mulai terlihat gelap dengan lampu jalan yang mulai dinyalakan. 'Jangan-jangan desa ini kaya yang KKN desa penari itu, duh.'

Sesaat kemudian ....

Plak!

"Hoe!" seru Arumi yang benar-benar terkejut dengan tepukan di pundaknya. Seketika ia langsung berjongkok. "Ampun Mbah, aku ke sini cuma mau cari kos-kosan, nggak ada niat buruk," ucapnya dengan tubuh gemetar.

"Mbak, saya masih muda, belum jadi embah."

'Orang apa bukan,' batin Arumi sembari membuka matanya yang tadi sempat ia tutup rapat.

"Mbak."

Suara panggilan tersebut akhirnya membuat Arumi menoleh.

"Mbak jangan takut saya manusia," ujar seorang gadis di belakang Arumi dengan sebuah senyum manis di wajahnya.

'Jangan-jangan dia kunti lagi,' batin Arumi sembari menatap ke bawah untuk memastikan hal itu.

Seketika gadis yang ada di belakang Arumi tersebut menaikkan sedikit rok panjangnya. "Lihat, kakiku menginjak tanah," ujarnya.

"Huff ...." Arumi pun langsung menghela napas panjang. "Syukurlah," ujarnya sembari mengusap-ngusap dadanya beberapa kali.

"Hehehe." Gadis tersebut tiba-tiba cekikikan.

"Lah!" pekik Arumi yang kembali terkejut dan langsung berdiri dari tempatnya.

"Hei Mbak, sumpah aku ini manusia," ujar gadis tersebut sembari masih sesekali tertawa. "Maaf-maaf, aku hanya tidak bisa menahan tawa melihat kamu yang ... maaf, begitu."

Walaupun gadis tersebut tak begitu jelas mengatakannya, tapi Arumi tahu dengan jelas kalau dia ditertawai karena bertingkah konyol. "He-he-he, maaf, habisnya aku benar-benar takut dengan yang begituan," seloroh Arumi.

"Iya-iya, aku juga minta maaf karena menertawai kamu. Ngomong-ngomong aku dengar tadi kamu ini sedang nyari kos-kosan ya?"

"Iya, apa kamu tahu kos-kosan di dekat sini?" tanyanya.

"Nah, kebetulan!"

"Kebetulan apa?"

"Aku butuh teman kos," jawab gadis tersebut. "Ya ... tapi kamar kosnya nggak besar sih dan adanya cuma kamar mandi dalam," terangnya.

"Boleh," sahut Arumi dengan cepat.

"Benar?" tanya gadis tersebut dengan wajah berbinar. "Kalau begitu nanti uang sewanya kita bagi dua gitu, gimana?"

"Siap," jawab Arumi dengan sebuah senyum lebar di wajahnya. "Oh iya, namaku Arumi, namamu siapa?"

"Aku Cheri," jawabnya dengan cepat.

"Cheri?"

"Hei, kamu juga curiga karena namaku tidak sesuai wajahku?"

'Memang sih agak nggak singkron,' batin Arumi sembari menatap wajah gadis di depannya yang memiliki banyak jerawat dan rambut keriting yang dibiarkan terurai tak beraturan.

"Bukan, aku kaget saja ada orang lokal seperti kita yang dinamai Cheri," jawabnya sedikit berbohong.

"Cherrybelle," celetuk Cheri.

"Itu kan grup band ... eh bukan, grup orang nyanyi-nyanyi maksudku," sahut Arumi.

Lalu Cheri kembali terkekeh mendengar ucapan Arumi tersebut. "By the way, sepertinya kita sama-sama orang Jawa Timuran ya?"

"Kamu orang Jawa Timur juga?" tanya Arumi balik.

Mereka pun terus mengobrol santai sepanjang perjalanan menuju ke tempat kos yang dibicarakan oleh teman baru Arumi tersebut.

**

Malam harinya.

Saat ini Arumi tengah merebahkan tubuhnya di atas kasur lantai yang berjajar dengan kasur yang digunakan oleh Cheri saat ini. Sesekali Arumi melirik ke arah Cheri yang saat ini sedang berkonsentrasi pada laptopnya.

"Kamu semester berapa Cher?" tanya Arumi setelah lebih dari sepuluh menit kamar itu sepi.

"Semester empat Ar," jawab Cheri tanpa menoleh.

"Oh," sahut Arumi sembari memilih untuk kembali menatap ponsel yang sempat ia letakkan selama beberapa saat.

Namun, tiba-tiba ....

"Ih, gantengnya!" seru Cheri sembari mengecup layar laptopnya.

Arumi yang terkejut dan penasaran pun langsung mendekat ke arah teman sekamarnya itu. "Siapa Cher?"

"Ini loh," ujar Cheri sembari menjauhkan wajahnya dari laptop. "Satria, dia semakin ganteng saja," pujanya.

'Dih, ganteng apaan,' gerutu Arumi sembari memicingkan mata pada foto Satria.

"Ganteng kan Ar?" tanya Cheri sembari mengusap gambar Satria yang ada di layar laptopnya.

"Dia yang viral itu kan?" tanya Arumi sembari kembali ke kasurnya.

"Iya. Kamu tahu nggak, dia itu ternyata anaknya Harimurti," ujar Cheri sembari menoleh ke arah Arumi yang saat ini sedang mengangkat gelas berisi kopi susu buatannya.

"Harimurti yang punya perusahaan batu bara yang terkenal itu loh."

"Uhk-uhk-uhk!" Arumi langsung terbatuk-batuk mendengar hal itu.

"Harimurti yang mati tahun lalu?"

"Iya. Sekarang ini Satria yang menggantikan ayahnya mengurusi perusahaan itu," terang Cheri sembari merebahkan tubuhnya. "Astaga, udah ganteng, kaya, jarang punya skandal, kira-kira siapa ya yang bakal jadi istrinya? Ah, andaikan itu aku."

'Cih, apes banget wanita yang bakal jadi istrinya,' batin Arumi sembari kembali menyesap kopinya.

Namun, sesaat kemudian terdengar sebuah notifikasi pesan muncul di ponselnya.

"Dia di sini," gumam Arumi sembari membulatkan matanya.

"Siapa Ar?" tanya Cheri yang kini sedang mengamati ekspresi wajah teman sekamarnya itu.

"Bukan siapa-siapa, hanya saja ...." Arumi terdengar ragu melanjutkan kalimatnya.

"Hanya saja kenapa? Apa ada masalah?" tanya Cheri yang langsung bangun dari posisinya tadi.

"Aku—"

Tok-tok-tok!

"Ya," sahut Cheri sembari berdiri dan kemudian membuka pintu kamar tersebut.

"Cher, temanmu dicari orang itu," ujar gadis yang juga merupakan penghuni kos-kosan khusus putri ini.

"Siapa?"

"Dia ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status