Share

Ayahku

"Ayo Mbak naik apa tidak? "Tanya kernet bus yang sudah menatap Arumi dengan tajam karena sudah terlalu lama menunggu.

"Iya-iya Pak, sebentar," ucap Arumi sembari meletakkan satu kakinya di pintu bis.

"Nit, aku pergi dulu, kamu tolong urusin anak buahnya Ibuk," ucap Arumi sembari menatap ke arah wanita yang saat ini sedang melambaikan tangan pada Arumi dan berlari ke arah mereka.

"Ya," sahut Nita sembari menganggukkan kepalanya dengan cepat.

Ahirnya Arumi pun masuk ke dalam bis. Dan sesaat kemudian, bis tersebut pun langsung berangkat meninggalkan terminal itu.

"Ck," decak wanita yang kini sudah berada di dekat Nita dengan ekspresi kesal. "Ke mana dia pergi?" tanya wanita bercelana hot pants dan jaket berbulu tersebut pada Nita yang saat ini masih memandangi pintu masuk terminal.

"Nggak tahu, ke Malaysia mungkin," jawab Nita dengan ketus.

Setelah itu Nita pun melangkah meninggalkan wanita dengan pakaian memalukan karena mempertontonkan lemak-lemak di tubuhnya itu.

"Hei, jawab yang benar!" sergah wanita tersebut sembari mencekal lengan Nita. "Kamu pasti tahu semuanya, kamukan teman baiknya."

"Iya. Karena aku teman baiknya, maka aku—"

"Nita!" Sebuah panggilan langsung membuat Nita dan wanita tersebut menoleh.

"Ternyata ke sini juga," gumam Nita sembari melihat laki-laki yang dikenalnya itu berjalan tertatih ke arahnya.

"Nit, mana Arumi?" tanya laki-laki tersebut ketika sudah berada tepat di depan Nita.

"Dia sudah pergi," jawab Nita dengan ketus seperti yang dilakukannya tadi.

"Ke mana?"

"Tidak tahu," jawab Nita masih dengan nada yang sama.

"Tolong Nit, beri tahu aku. Aku ini baru saja kecelakaan," ucap laki-laki tersebut sembari menatap celana panjangnya yang sobek, "makanya aku terlambat datang. Kalau kamu tidak percaya, kamu bisa bertanya pada mereka," lanjutnya sembari menunjuk ke arah mobil yang tadi mengantarnya.

'Jadi dia kecelakaan,' batin Nita yang merasa sedikit prihatin. 'Tapi, dia ini sudah punya calon istri dan menipu Arumi, Arumi tidak boleh bersama orang seperti ini,' pikirnya.

"Dengar ya, sudah aku katakan aku tidak tahu ke mana dia pergi. Jikalaupun aku tahu, aku juga tidak akan memberitahu kalian," tandas Nita sembari berjalan menjauh.

"Nit, berhenti!"

Akhirnya Nita pun menghentikan langkahnya dan berbalik. "Mas Nizam yang terhormat, sebagai sahabatnya Arumi saya memohon pada sampean untuk tidak perlu mengganggu dia lagi. Sampean sudah punya calon istri, tolong urusi saja calon istri sampean itu," pinta Nita dengan ekspresi serius.

"Tapi Nit, aku sudah membatalkan pertunanganku dengan Kaila demi Arumi, aku—"

"Kalau begitu minta maaf saja pada calon istrimu itu dan segera nikahi dia, agar dia tidak mengganggu Arumi lagi," potong Nita.

"Tapi, aku—"

Namun Nita langsung pergi begitu saja meninggalkan Nizam yang masih ingin bicara.

"Hei, tunggu aku! Kamu belum menjawab pertanyaanku, ini penting tentang hidup dan matiku!" teriak anak buah ibu Arumi tersebut sembari berlari kecil mengejar Nita.

Sementara itu, Satria yang sedari tadi menonton kejadian itu dari kejauhan pun langsung memakai kaca mata hitamnya kembali sembari tersenyum sinis menatap Nizam yang sedang mematung di tempatnya.

**

Beberapa jam berlalu, saat ini Arumi sudah sampai di Jakarta dengan aman, begitu juga dengan dua orang yang dikirim oleh Satria untuk melindungi Arumi.

Arumi pun segera bertanya pada orang-orang di terminal tersebut tentang alamat yang ia percayai adalah alamat ayah kandungnya.

"Ini agak jauh Neng, kalau pakai ojek bisa seratus ini," ujar seorang tukang ojek yang Arumi tanyai tentang alamat tersebut.

"Mahal sekali," protes Arumi yang naluri perempuannya keluar karena mendegar jumlah uang yang menurutnya cukup banyak. Walaupun sebenarnya uang bekalnya ke Jakarta lebih dari cukup untuk membayar jumlah tersebut.

"Ya memang segitu Neng, kalau sama ojek lain bahkan bisa 150," sahut Tukang Ojek tersebut dengan tenang, seolah tak begitu membutuhkan Arumi untuk menjadi pelanggannya.

"Ya sud—"

Kalimat Arumi terputus saat seorang laki-laki berpakaian rapi tiba-tiba mendekati dirinya dan tukang ojek tersebut.

"Bang, yakin harganya segitu?" tanya laki-laki tersebut sembari menatap ke arah tukang ojek tersebut dengan tajam.

Tukang ojek yang mengobrol dengan Arumi tadi pun langsung gelagapan mendengar pertanyaan yang terdengar menekan tersebut. "Anu Bang, lim-lima puluh Bang," jawabnya terbata-bata.

Namun tatapan tajam dari laki-laki yang saat ini berdiri di dekat Arumi tak juga mereda, hingga akhirnya Tukang Ojek tersebut memilih mengalihkan pandangannya pada Arumi. "Anu Neng, du-dua puluh saja sudah," ujarnya dengan senyum datar di wajahnya.

Arumi yang saat ini juga merasa tertekan melihat laki-laki aneh di sampingnya pun langsung saja beralih ke belakang tukang ojek tersebut. "Iya Bang, yang itu saja sudah. Ayo cepat kita berangkat nanti saya kemalaman," ucapnya sembari naik ke boncengan motor tukang ojek tersebut.

Tak lupa Arumi pun menatap ke arah laki-laki yang membantunya dan memberikan senyum semanis mungkin. "Anu Mas, terima kasih bantuannya, saya permisi," ucap Arumi yang diiringi suara mesin motor tukang ojek yang baru saja dinyalakan.

"Iya, sama-sama," jawab laki-laki tersebut sembari sedikit menundukkan kepalanya.

Setelah itu Arumi dan Tukang Ojek pun meninggalkan pangkalan ojek tersebut. Sedangkan laki-laki berpakaian rapi itu pun langsung mengambil ponsel yang ada di saku celananya.

"Tuan Muda, Nona Arumi sudah meninggalkan pangkalan ojek," lapornya.

"Bagus," sahut orang yang ada di dalam panggilan tersebut.

Sementara itu, saat ini Arumi yang sedang dibonceng oleh Tukang Ojek pun akhirnya bernapas lega setelah berada cukup jauh dari pangkalan ojek.

"Sudah aman Bang, jangan kenceng-kenceng bawanya," ujar Arumi sembari menepuk pundak tukang ojek tersebut.

Mendengar hal itu, tukang ojek itu pun mengurangi kecepatan motornya. "Untunglah," ujarnya sambil mengusap dada.

"Tadi itu siapa Bang?" tanya Arumi yang penasaran.

"Lha kok Eneng malah tanya saya, saya pikir itu kenalan Eneng ," jawab si Tukang Ojek.

"Ya bukanlah Bang, ini pertama kalinya saya ke Jakarta, jadi ndak mungkin saya punya kenalan. Lha tak pikir tadi intel atau apa, kok bisa nyeremin dan bikin sampean takut."

"Mana saya tahu Neng, saya pikir itu justru kenalan kamu. Lah dia datang saja tiba-tiba bela kamu."

'Bener juga. Tapi aku benar-benar ndak kenal dia, lalu dia itu siapa,' batin Arumi.

Setelah lebih dari lima belas menit, akhirnya Arumi pun sampai di alamat yang dituju. Namun, ketika ia baru saja turun dari motornya, tiba-tiba saja ....

"Minggat kono!" teriak seorang wanita yang ada di dalam rumah kecil di depan Arumi.

Tak lama kemudian terdengar suara benda pecah dari dalam rumah tersebut, hingga membuat Arumi dan tukang ojek yang masih ada di sana pun berjingkat.

"KDRT ini pasti," celetuk Tukang Ojek.

'Apa benar Bapakku orang yang seperti itu,' pikir Arumi sembari menggigit bibir bawahnya.

Hingga tak lama kemudian, terlihat seorang laki-laki berkaos biru keluar dari dalam rumah tersebut.

"Mencari siapa?" tanya laki-laki tersebut sembari mengusap-ngusap keningnya.

"Bapak Arifin?" tanya Arumi sembari menatap laki-laki yang terlihat lebih muda dari apa yang dibayangkannya.

Laki-laki di depan Arumi itu pun langsung mengerutkan keningnya. "Kamu ....

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status