"Kenapa?" tanya Satria sembari masih mencengkeram leher Arumi."Kenapa apanya? Harusnya aku yang tanya kenapa?" balas Arumi sembari terus berusaha melepaskan cengkeraman Satria.Tiba-tiba wajah marah laki-laki yang ada di depan Arumi itu berubah resah. 'Ada apa dengan dia?' batinnya yang kini mulai merasa ngeri karena melihat hal itu.'Jangan-jangan dia kesurupan,' pikir Arumi yang langsung mengaitkan hal itu dengan hal mistis."Kenapa kamu meminta tolong pada dia, kenapa kamu tid—" Keanu tiba-tiba menghentikan kalimatnya sendiri."Tidak apa?" tanya Arumi setelah Satria melepas cengkeramannya. "Aku tidak pernah meminta tolong ataupun bercerita pada dia. Kalau dia tahu sesuatu, itu pasti bukan dari aku," terangnya sembari mengangkat tangan dengan posisi seperti orang bersumpah.'Lah kenapa aku harus ngejelasin ini? Kok jadi kaya aku ingin meyakinkan pacar yang cemburu sih,' pikir Arumi sembari terus tersenyum. 'Eh, ini tandanya dia tidak kesurupan. Lalu kenapa dia tiba-tiba saja mence
'Hah!' Arumi terkejut dan langsung menoleh pada Satria."Kalau seperti ini saya mengenalnya," timpal Satria.Seketika satpam tersebut menoleh ke arah lain untuk menahan tawanya. "Ehem, jadi Tuan Satria ini mengenal nona ini?" tanya satpam itu lagi."Ya," jawab Satria yang masih menunjukkan ekspresi dinginnya.Kemudian satpam tersebut beralih pada Arumi. "Jadi Nona—""Panggil saja saya Arumi, Pak," sela Arumi."Mbak Arumi, ya?" Satpam tersebut memperjelas.Arumi pun segera mengangguk mendengar pertanyaan tersebut."Baik Mbak Arumi, jadi karena sudah ada konfirmasi dari Tuan—""Panggil saya mas mulai hari ini," pinta Satria tiba-tiba.Langsung saja satpam tersebut tersenyum aneh sembari menggaruk-garuk pelipisnya, sedangkan temannya langsung menutup mulutnya menggunakan topi seragamnya untuk menyamarkan ekspresi wajahnya yang sedang menahan tawa."Baiklah, karena Mas Satrianya sudah menyatakan bahwa mengenal Anda, maka Anda bisa bebas saat ini," beber satpam sambil mengelap keningnya
Mendadak Satria pun menginjak pedal remnya. "Ada apa? Kamu tahu, ini bahaya."Satria terus saja menoleh ke belakang untuk memastikan jika tidak ada kendaraan apa pun di belakang mereka. "Maaf-maaf, aku refleks," jawab Arumi sembari terus menatap ke depan."Ada apa?" tanya Satria sekali lagi."Itu yang aku ceritakan tadi," jawab Arumi sembari menunjuk ke jalanan di depan mereka.Satria pun ikut mengamati apa yang ditunjuk oleh Arumi. "Itu temanmu kan?""Benar. Terakhir kali aku melihat dia ditampar oleh orang yang mengemudi mobil itu. Tapi aku tidak tahu apa yang membuat mereka bertengkar. Awalnya aku pikir Cheri terseret masalah pinjol. lalu aku pikir dia itu bisnis narkoba karena aku kerap melihat dia membungkus barang-barang kaya paketan gitu, tapi aku sendiri tidak pernah tahu apa isinya. Tapi akhir-akhir ini aku jadi ragu dengan tebakanku sendiri," terangnya.Satria pun hanya bergumam menanggapi cerita Arumi, sambil terus saja memperhatikan ke arah Cheri dan seorang laki-laki ya
"Lonthe siapa, Mbak?" tanya Arumi sembari menepis tangan wanita yang menarik kaosnya."Jangan pura-pura tidak tahu. Mana Cheri, di mana dia?" tanyanya dengan emosi membeludak.'Kenapa Cheri dipanggil lonthe?' pikir Arumi sembari mengerutkan dahinya."Diem lagi! Di mana dia?" desak wanita di depan Arumi sembari mengarahkan pandangannya ke sekitar ruangan itu."Cari saja kalau tidak percaya," jawab Arumi dengan tenang.Benar saja, sesaat setelah Arumi mengatakan hal itu, wanita tersebut langsung menggeledah kamar tersebut. Arumi pun langsung mengikuti wanita itu sambil berkata, "Sejak aku pulang kerja semalam, aku tidak bertemu dengannya sampai pagi ini. Memangnya ada apa?"Dan setelah mencari ke setiap ruangan, akhirnya wanita tersebut menjawab, "Teman sialanmu itu sudah merebut calon suamiku," bebernya."Merebut calon suami?" gumam Arumi yang agak aneh mendengar hal ini."Jangan pura-pura tidak tahu. Berikan aku nomer HP-nya!" pintanya dengan kasar.Arumi kemudian beralih ke kasurnya
"Oh jadi dia bekerja untuk Anda?" tanya Mbak Yuni sembari mundur selangkah dari laki-laki yang saat ini berdiri tepat di samping Arumi."Ya," jawab laki-laki tersebut singkat. 'Jadi Satria kenal dengan Mbak Yuni?' pikir Arumi sembari menatap wajah Satria yang saat ini terlihat kaku menatap Mbak Yuni.Sesaat kemudian, Satria pun sedikit menunduk menatap Arumi. "Ayo aku antar," ajaknya sembari menggenggam tangan Arumi."Tapi aku sudah memesan ojek," sahut Arumi sembari menarik tangannya dari genggaman Satria.Tepat saat itu munculah tukang ojek langganan Arumi. Seperti biasa, tukang ojek tersebut langsung mendekat dan memanggil Arumi dari motornya.Namun bukannya Arumi yang mendekati tukang ojek tersebut, justru Satrialah yang berjalan lebih dulu ke arah tukang ojek itu."Ambil ini," ucap Satria sembari menyodorkan dua lembar uang seratus ribuan pada tukang ojek tersebut."Ini untuk apa?" tanya tukang ojek tersebut sembari menatap wajah Satria dengan ekspresi kebingungan yang kental.
"Ishh!" desis kuat keluar dari bibir Arumi. Dengan sekuat tenaga ia berusaha menggerakkan tubuhnya yang terasa seolah remuk di setiap inchi tulangnya. Ia pun duduk perlahan sembari mengedipkan matanya beberapa kali agar pandangannya yang beberapa saat lalu kabur berubah menjadi lebih jelas.Setelah menggelengkan kepalanya beberapa kali, akhirnya ia bisa melihat apa yang ada di hadapannya. Sesaat kemudian ia pun segera mengarahkan pandangannya ke sekeliling untuk mencari di mana Satria saat ini. Benar saja, tak jauh dari tempatnya saat ini terlihat tubuh Satria yang tergeletak di pinggiran jalan raya."Sat," panggilnya dengan suara lirih sembari bangun dengan seluruh tenaganya. Sejenak ia berhenti bergerak ketika melihat seorang kakek tua dan sepedanya yang mereka hindari tadi kini sedang tersenyum mengejek ke arahnya. 'Ini disengaja,' batin Arumi yang terkejut melihat hal itu.Setelah itu ia pun mempercepat gerakannya agar bisa sampai pada Satria."Sat, Satria," panggil Arumi se
Beberapa saat setelah perdebatan, akhirnya terjadilah perkelahian. Arumi memukuli tiga laki-laki tersebut dengan balok kayu yang didapatnya. Sesekali ia menendang sembarangan untuk menghindari sergapan tiga laki-laki tersebut. Ia memang kerap berkelahi ketika masih SMP, tetapi perkelahiannya saat ini jelas tak sama dengan waktu itu. 'Jelas kalau aku nggak bisa menang, kenapa kok lama banget toh Pak Taufiknya,' batin Arumi sembari terus mengayunkan balok di tangannya.Ia sadar betul kalau saat ini ia kalah jumlah, kalah tenaga dan bahkan kalah kemampuan. Hingga tiba-tiba saja …."Ah!" pekik Arumi ketika tiba-tiba saja ada yang menendang dirinya dari belakang. Langsung saja dua laki-laki yang ada di depan Arumi menangkap dirinya. Dengan cepat mereka merebut balok kayu dari tangannya."Lepaskan!" teriak Arumi sembari terus memberontak."Aku tidak tahu kalau gadis cantik seperti kamu bisa berkelahi seperti itu," ucap laki-laki yang baru menendang Arumi sembari mencubit rahang A
"Itu karena tidak ada lagi tempat untuk kamu," jawab Satria."Hah, beneran gitu?" tanya Arumi yang tentu saja meragukan jawaban tersebut. "Memang ini rumah sakit kecil?" tanyanya sembari menatap ke jendela."Tentu saja tidak. Ini rumah sakit terbesar di sini," beber Satria.Langsung saja Arumi menoleh pada Satria lagi, lalu menyipitkan matanya. "Tukang ngibul," celanya sembari mencoba untuk bangkit.Namun setelah sesaat mencoba, ia baru menyadari kalau ada yang di salah dengan tubuhnya. "Eh, ini tanganku kenapa?" tanyanya yang terkejut karena melihat tangannya dibalut gips."Tangan kamu patah," jawab Satria sembari bangun dari ranjangnya."Retak?" Arumi terkejut. "Lah, ini gimana? Kenapa bisa patah? Nanti kalau aku kerja gimana? Apa lama sembuhnya?" 'Jadi dia sangat takut tidak bisa bekerja,' batin Satria sembari duduk di pinggiran ranjang."Loh, tulang kamu nggak ada yang patah?" tanya Arumi yang berganti terkejut karena melihat Satria sepertinya bisa dengan bebas bergerak."Aku buk