Saat Luana bertanya seperti itu pada Kesya, Revon tahu-tahu datang bersama orang tuanya, membuat Luana mengatupkan mulut dan tak meneruskan pertanyaannya kepada Kesya.Luana yang sudah hancur, melayangkan tatapan ke kedua orang yang tidak dia sangka akan berkhianat seperti ini padanya."Aku tidak menyangka kamu setega ini padaaku, Sya. Kamu juga, Rev. Kamu menyelingkuhi aku padahal aku setia sekali padamu," ucap Luana dengan isak kecil keluar dari mulutnya."Kenapa kamu di sini? Kamu bukan calon menantu kami lagi, sebaiknya kamu segera pergi dari sini daripada membuat keributan seperti ini, Luana."Suara dingin calon ibu mertuanya membuat Luana menoleh kepada wanita paruh baya yang kini berdandan cantik dengan kebaya modern tersebut."Bagaimana mungkin saya dibilang membuat keributan, Nyonya? Tunangan putra Anda adalah saya," jawab Luana dengan putus asa karena sepertinya keluarga Revon benar-benar membuang dirinya di hari yang seharusnya bahagia ini."Tapi kami sekarang sudah berubah
"Siapa kamu?! Ah, kamu pria yang tadi pagi, kan? Mau apa kamu ke sini hah?!"Revon yang menyadari dia pria yang sama dengan yang tadi di kamar hotel, menunjuk marah kepada Kyle. Ayah Revon segera menarik turun tangan putranya dengan kasar serta memelototinya."Bodoh! Dia Tuan Kyle Ivander, pemilik perusahaan yang baru saja mengakuisisi perusahaan kita, dia itu bos baru kita!" bentak ayahnya pada Revon, menyuruh Revon untuk bersikap sopan. "A-apa, Ayah?"Baik Revon maupun Kesya, seketika melotot kaget saat tahu identitas pria yang kini bersama Luana. Ayah Revon yang dengan cepat menyadari situasi genting ini segera membungkuk-bungkuk mendekat ke arah Kyle, berkata dengan sopan. "Maafkan kelancangan anak saya, a-ada perlu apa Tuan sampai jauh-jauh ke rumah saya yang bobrok ini?" tanyanya seraya mengusap peluh di keningnya dengan sapu tangan.Kyle melirik ke arah ayah Revon dengan sinis dan menjawab. "Aku tidak perlu apa pun sama kamu, aku ke sini untuk menjemput sekertarisku karena
"Persiapkan dirimu untuk makan malam ini, lalu cek email karena sebentar lagi Nathan akan mengirim secara garis besarnya padamu."Kyle tiba-tiba berkata seperti itu. Luana tentu saja seketika menatap bos-nya tersebut dengan wajah heran."M-maaf, Bos. Tapi, enapa tidak mengajak Nathan saja, bukankah tugas bukan sekertaris Anda? Saya ... saya tidak pernah hadir sebagai pendamping di acara bisnis seperti yang baru saja Anda katakan," protes Luana meski dengan suara pelan.Kyle yang sedang mengemudi melirik gadis yang terlihat panik tersebut dengan ujung mata."Mau bagaimana lagi, mulai hari ini kamu menjadi sekretarisku," jawab Kyle, yang membuat Luana semakin membelalakkan matanya. "A-apa? Tapi kenapa.... "Kyle menghela napaa panjang, mengusap pelan dahinya. "Hari ini dua sekretarisku berhalangan. Nathan, dia... mengantar Katy ke rumah sakit sebab gadis itu mengalami radang usus buntu, gara-gara tadi pagi kubilang mau mengajak dirinya sebagai pendamping di acara makan malam, Katy te
Seketika itu juga, bibir Luana langsung cemberut."Astaga, Pak. Tidak bisakah Anda berbohong atau pura-pura sedikit, kek. Saat ini saya benar-benar sedang sedih. Pacar saya meninggalkan saya di hari pertunangan dan teman baik saya merebut pacar sekaligus calon suami saya. Ini cobaan paling berat dalam hidup saya!"Luana menjerit frustrasi."Kenapa aku harus berpura-pura?" Kyle malah bertanya dengan sangat santai, membuat Luana benar-benar ingin melempar wajah pria tampan itu dengan Stiletto yang dipakainya."Setidaknya biar saya tidak sedih-sedih amat," jawab Luana pelan, menahan diri untuk tidak meraung-raung seperti anak kecil atau hanya akan semakin dibuat kesal oleh bos-nya ini."Kenapa aku harus peduli kamu sedang sakit atau tidak?"Kyle membalas lagi, dengan nada yang cukup acuh tak acuh. Luana menatap bos-nya tersebut dengan putus asa."Ya Tuhan. Pak, hati Anda ini terbuat dari apa, sih? Apakah di dalam sana isinya batu? Anda benar-benar menyebalkan, ya!"Luana menunjuk dada
Luana hampir saja merasakan sedikit lonjakan di hatinya, merasa bahwa sang bos sangat perhatian. Namun, jawaban Kyle seketika memadamkan api yang hampir menyala di hatinya."Itu tidak penting."Dengan lesu, Luana akhirnya memasukkan makanan pilihan Kyle tersebut ke dalam mulutnya.Sepertinya, mustahil Kyle masih mengingat dirinya, bukankah ini sudah bertahun-tahun mereka berpisah sejak SMA?"Apakah acaranya masih lama, Bos?" bisik Luana pada Kyle yang masih tampak segar bugar sedangkan gadis tersebut sudah seperti bunga layu.Ini sudah lewat tengah malam, jam tidurnya sudah terlewat dari tadi!"Kamu lelah?"Kyle balas bertanya. Anggukan pelan di kepala Luana membuat bos-nya tersebut menarik napas panjang."Biasanya ini sampai dini hari," jawab Kyle dengan tenang. "APA?"Luana sangat terkejut saat mendengar itu. Seketika badan Luana rasanya lemas. Dini hari? Bisa-bisa kepalanya pening kalau tidak tidur sampai jam segitu.Gila. Benar-benar gila, dia selalu lihat di jadwal bos-nya, a
Suasana mendadak hening di antara mereka berdua, baik Luana ataupun Kyle sepertinya sama-sama sibuk dengan pikiran masing-masing. Tiba-tiba laju mobil melambat. Luana tampak menguap beberapa kali, matanya juga sudah berair karena terus menguap sejak tadi. Ini sudah benar-benar batas di mana dia bisa membuka mata, rasanya jiwanya perlahan disedot oleh rasa kantuk yang memikat seperti jaring laba-laba. Luana menguap sekali lagi, meski masih berusaha fokus ke depan. "Kamu mengantuk?" Pertanyaan dari bos-nya, seketika menyentak kesadaran Luana yang tinggal beberapa persen, dia buru-buru dia menggeleng dan kembali fokus mengemudi. "Tidak, kok, Bos. Saya nggak ngantuk," elak Luana, menggeleng-geleng. Serangan kantuk semakin membuat dirinya tidak fokus mengemudi, sampai akhirnya Kyle berkata. "Berhenti." Menurut, Luanan pun menghentikan mobil, Kyle segera membuka pintu mobil dan turun lalu membuka pintu mobil di samping Luana. "Minggir. Pindah sana." Dagu Kyle menunjuk ke arah
Luana berjalan ke kamar mandi dan membersihkan diri lalu memakai baju pemberian Kyle, lagi-lagi jenis pakaian yang sangat cocok dengan seleranya. Atasannya tersebut seperti seorang bos yang sangat memperhatikan kesejahteraan karyawan, sampai rela membelikan baju untuk dirinya seperti ini. "Enak," ucap Luana pada dirinya sendiri ketika mengunyah sarapan yang disediakan Kyle, sepiring omelette yang menggugah selera. Tinggal di rumah Kyle seperti ini membuat Luana teringat kembali kenangan di mana dia dan Kyle sama-sama menginap di kamar hotel ketika dirinya kemalaman dan tak bisa masuk asrama, saat SMA. Seandainya saat itu Luana langsung mengiyakan tawaran Kyle untuk menjadi pacarnya, mungkin mereka tak akan seasing ini. Sebenarnya, tak terhitung berapa kali Luana menyesali kejadian tersebut. Itu karena, setelah mereka berpisah di hotel, Luana baru tahu jika Kyle menderita kutukan di mana seseorang harus menciumnya agar kondisinya normal. Waktu itu Kyle menginginkan Luana l
"Lu, punya pacar baru?"Pertanyaan dari Ariad saat keduanya berada di kafetaria membuat Luana segera menggeleng."Hah? Tidak, kok.""Anting-anting baru kamu cantik sekali, aku kira dibelikan pacar barumu, Lu," jawab Ariad seraya menaruh nampan makan siangnya di meja, Luana juga melakukan hal yang sama."Eh, tidakk, kok. Ini cuma ....""Eh, bukannya ini mutiara air mata Putri duyung yang terkenal itu?"Tiba-tiba si ahli fashion, Derry yang duduk di samping Luana, memegang anting di telinga gadis itu dan menelitinya dengan ekspresi serius."Air mata Putri duyung?"Pertanyaan Ariad membuat Luana juga menganggukkan kepala dan melayangkan tatapan penasaran kepada Derry. "Iya, yang lagi viral sekali tentang ini, lho. Kabarnya cuma ada berapa gitu di dunia, terus jadi incaran orang-orang kaya yang hobi koleksi barang mahal."Derry dengan baik hati menjelaskan yang dijawab kedua gadis di depannya dengan anggukan."Tapi sepertinya ini tidak mungkin anting itu, deh. Katanya harganya murah seka