Mag-log in“Baguslah kalau begitu. Sekalian saja aku katakan sebenarnya apa yang terjadi di antara kita,” ucap Axel.
Ia bangkit dari kasur dan tampak sibuk merapikan baju sambil berjalan menuju pintu menghampiri Sera. Sera melotot saat Axel hendak membukanya.
“Kamu gila. Kamu ingin aku mati?”
Axel terdiam, kepalanya miring menatap Sera dengan bingung.
“Bukannya dari awal aku sudah memberimu solusi, Sera. Kamu yang menolaknya. Jadi, apa salahnya jika aku yang mengatakan langsung ke Papa?”
“JANGAN!!!”
Sera langsung menahan tangan Axel, mencegahnya membuka pintu. Axel terdiam, menatapnya dengan saksama.
“Aku janji … aku janji akan melakukan apa saja yang kamu minta asal jangan katakan soal malam itu ke Regan.”
“Aku mohon … .”
Sera berkata dengan sungguh-sungguh. Axel trenyuh melihatnya, apalagi saat mata bulat wanita cantik itu menatapnya penuh ketulusan.
Jakun Axel naik turun menelan saliva kemudian perlahan dia menganggukkan kepala.
“Baik. Aku akan lakukan yang kamu minta.”
Sera tersenyum lega, kepalanya mengangguk saat melihat Axel mau bekerja sama dengannya. Kemudian bunyi bel kembali terdengar di pintu disertai suara Regan.
“Sera … Sayang … .”
Sera menoleh ke pintu kemudian melihat Axel yang masih berada di sana.
“Kamu sembunyi dulu. Aku akan bukakan pintu. Nanti setelah Regan ke kamar mandi, kamu bisa keluar.”
Sekali lagi Axel menurut. Ia menganggukkan kepala sambil menatap Sera dengan sendu. Sera tersenyum melihat Axel mau kooperatif dengannya.
“Terima kasih.”
Tidak ada jawaban dari Axel, tapi ia sudah mendekat dan langsung mencium bibir Sera tanpa permisi. Sera terkejut, tapi dia tidak bisa marah kali ini.
Axel sudah menemukan tempat persembunyiannya. Sera segera membuka pintu dan menyambut Regan dengan senyuman.
“Maaf, aku ketiduran.”
Sera bersandiwara sambil menguap lebar. Regan hanya tersenyum, kemudian memeluk Sera dan mendaratkan beberapa kecupan di wajahnya. Axel hanya diam melihat interaksi mesra ayah dan wanita pujaannya dari tempatnya sembunyi.
“Sudah siap malam ini?” tanya Regan.
Sera hanya tersenyum meringis kemudian menggiring Regan ke kamar mandi.
“Lebih baik kamu bebersih dulu, deh.”
Regan tertawa sambil mengelus lembut kepala Sera. “Iya, Sayang. Tunggu, ya!!!”
Begitu pintu kamar mandi tertutup, Sera menghampiri Axel dan gegas memintanya pergi. Sesaat sebelum pergi, Axel bersuara, “Ingat janjimu, Sera!!”
Sera tidak menjawab, hanya mengangguk sambil menatap Axel sekilas. Ia tidak tahu, apa ini keputusan yang tepat untuk menenangkan Axel.
Selang beberapa saat Regan keluar dari kamar mandi. Ia terlihat lebih segar, aroma sabun dan parfum maskulin serta merta menguar mengusik hidung Sera. Tidak bisa Sera pungkiri, meski usia Regan sudah berkepala empat, tapi visualnya masih menawan.
Regan mendekat kemudian langsung memeluk Sera dari belakang. Beberapa kecupan mendarat di bahu dan leher Sera.
“Apa aku boleh melakukannya sekarang?”
Tubuh Sera menggigil saat mendengar tanya dari Regan. Tanpa diminta ucapan Axel terngiang di telinganya. Ia ketakutan dan bingung. Apa mungkin ini saatnya ia berkata jujur?
Perlahan Sera memutar tubuhnya hingga mereka berdiri saling berhadapan. Regan tersenyum, sambil sesekali mengecup bibir Sera. Baru saja Regan hendak memperdalam pagutannya, tiba-tiba telunjuk Sera berhenti di bibir pria itu.
Regan menatapnya dengan bingung. “Ada apa?”
“Aku … aku ingin mengatakan sesuatu padamu, Regan.”
Regan terdiam, menghela napas panjang sambil menganggukkan kepala. “Katakanlah!!”
Sera terdiam, menunduk sambil memainkan jemari tangannya. Jantungnya berdetak lebih cepat dari biasanya, tapi mau tidak mau ia harus menyampaikan ini.
“Aku … aku sudah tidak perawan, Regan.”
Satu menit, dua menit hingga tiga menit berlalu tidak ada tanggapan dari Regan. Sera mengangkat kepala dan melihat pria manis itu sedang menatap ke arahnya. Sera sudah menduga reaksinya akan seperti itu. Regan pasti kecewa padanya.
“Aku minta maaf, Regan.”
Sera kembali menunduk, bahkan beberapa bulir bening keluar dari sudut matanya. Perlahan tangan Regan terulur, menyentuh bahu Sera kemudian langsung mendekapnya.
“It’s okay. Aku sama sekali tidak mempermasalahkan hal itu, Sayang.”
Sera langsung menangis sesenggukan dalam pelukan Regan. Ia juga menceritakan apa yang terjadi di malam itu. Saat ia dijebak bosnya, tapi Sera sama sekali tidak mengatakan dengan siapa ia melakukan untuk pertama kali.
“Sudah, lupakan semua. Itu bukan kesalahanmu, Sayang.”
Sera mengangguk sambil terus bersandar di bahu Regan. Ia merasa lega saat Regan mau memahaminya. Rasanya semua dugaan yang dikatakan Axel salah.
Dengan lembut Regan menarik dagu Sera hingga mata mereka bertemu.
“Apa kamu tidak keberatan jika aku melakukannya sekarang?”
Sera mengangguk sambil tersenyum, kemudian membalas kecupan Regan. Tak ayal permainan mereka pun berakhir di ranjang. Namun, ada yang beda dirasakan Sera. Dia merasa hampa dan hambar, seolah Regan melakukannya dengan tidak sungguh-sungguh.
Apa mungkin semua ini karena penjelasan Sera tadi? Hanya itu yang ada di kepala Sera. Sedikit banyak rasa kecewa dan sesal terbersit di hati Sera.
Sejak malam itu, Sera janji akan menjaga jarak dari Axel. Ia akan menebus kesalahannya di malam itu.
Hampir sepekan berselang sejak pesta pernikahan Sera berlangsung. Regan tidak menyentuhnya lagi sejak malam itu. Sera kebingungan dan takut jika yang ia katakan di malam itu membuat Regan berubah pikiran tentangnya.
Hingga malam ke delapan, Regan datang dalam keadaan sedikit mabuk. Sera menyambutnya dengan manis. Ia bahkan membantu Regan berganti baju, tapi tiba-tiba ..
PLAK!!!
Sebuah tamparan mendarat dengan keras di pipi Sera. Sera tercengang setengah mati dan menatap Regan dengan bingung.
Belum sempat Sera bertanya, sebuah tamparan kembali mendarat di pipi yang lain. Sera meringis kesakitan. Baru pertama ia ditampar sekeras ini dan rasanya sangat sakit.
Sera membuka mulut hendak bertanya, tiba-tiba Regan mendekat langsung mecengkram dagunya dengan erat.
“DASAR PELACUR!!! KATAKAN DENGAN SIAPA KAMU TIDUR TADI MALAM!!!”
“Iya benar, Nona. Ada keperluan apa Anda mencari mereka?” tanya karyawan tersebut kemudian.Sophie menoleh, menatapnya dengan tajam. Wajahnya terlihat tegang dan sangat merah. Ia kesal, kenapa karyawan Axel tidak tahu siapa dia sebenarnya? Apa selama ini Axel dan Regan memang belum memberitahu posisinya di sini?Belum sempat Sophie menjawab, tiba-tiba Jody berjalan menghampiri. Dia mengenal Sophie dan langsung menyapanya.“Nona Sophie, kebetulan sekali bertemu di sini?”Karyawan yang bertanya tadi langsung menoleh ke Jody.“Loh, Anda mengenal Nona ini, Tuan Jody?”Lagi-lagi kalimat itu membuat murka Sophie. Entah mengapa dia merasa tidak diinginkan di sini.Jody yang tadinya berwajah ceria dengan senyum terkembang menyambut Sophie, seketika terdiam. Ia menelan ludah beberapa kali sambil menganggukkan kepala. Sesekali Jody memperhatikan ekspresi Sophie. Wanita cantik itu seperti hendak makan orang sa
Axel terjaga saat sinar mentari menerpa wajahnya melalui tirai balkon kamar Sera. Perlahan ia membuka mata sambil memperhatikan sekitar. Ia ingat jika semalam tidak tidur di kamarnya sendiri.Ia juga ingat jika sempat muntah sebelum tidur dan itu sebabnya saat ini ia terbangun dengan hanya mengenakan boxer saja.Axel mengulum senyum sambil melirik ke sebelahnya. Sudah tidak ada Sera di sana, tapi ia mendengar dengan jelas suara air di kamar mandi.Tak berapa kama kemudian, pintu kamar mandi terbuka. Sera keluar dari sana dengan hanya mengenakan bathrobe.“Kamu sudah bangun?” sapa Sera.Axel tersenyum sambil mengangguk. Tampangnya berantakan, rambutnyan acak-acakan, tapi aroma alkohol tidak tercium dari tubuhnya. Bisa jadi Sera sudah membersihkannya semalam. Axel tidak ingat.“Terima kasih semalam kamu sudah ---”Axel tidak meneruskan kalimtanya, tapi sudah melirik setumpuk baju dengan bekas muntahannya.
Sementara itu di waktu yang sama, terlihat Axel duduk menyendiri di sudut sebuah bar. Ada beberapa botol minuman dan gelas yang sudah kosong tergeletak di atas meja tepat di depannya.Pria tampan itu duduk di sofa sambil menyandarkan kepalanya. Kedua tangannya terentang sepanjang sofa dengan salah satu tangan memegang gelas berisi minuman. Tatapan matanya kosong dengan bibir yang sangat merah.Visual Axel yang menawan tentu saja langsung menarik perhatian beberapa pengunjung di sana. Seorang wanita cantik nan seksi datang menghampiri dan langsung duduk di samping Axel.“Hai, Ganteng!! Mau aku temani?” sapa manis wanita seksi itu.Axel tidak bereaksi tapi matanya sudah menyapu wanita yang duduk di sampingnya. Rambutnya pirang dengan make up yang tebal. Ia mengenakan of shoulder blus dengan rok yang super ketat. Tak ayal paha mulusnya langsung terekspos saat duduk menyilang kaki.Wanita itu tersenyum saat melihat Axel tertarik padanya. Perlahan tangannya terulur mengelus paha Axel.“Aku
“Sesuai amanat Mama dan nenekmu, jika kamu menolak perjodohan ini. Maka, kamu harus melepaskan semua fasilitas dari keluarga ini,” ujar Regan.Axel hanya diam. Ia sudah tahu soal hal ini, tapi meski begitu Axel berharap keinginannya terwujud.“Perusahaan, mobil, apartemen, hak waris bahkan namamu akan dicoret dari keluarga ini. Apa itu yang kamu inginkan, Axel?”Belum ada jawaban dari Axel. Ia hanya diam menggigit gigi sambil menatap tajam Regan. Banyak amarah dan kekesalan yang sedang ditahan oleh Axel.Regan tersenyum saat melihat reaksinya.“Papa tahu kamu marah, tapi itulah yang diinginkan keluarga kita. Nenek dan mamamu sudah mengatur perjodohan ini, Xel. Apa kamu tega menghancurkan impian mereka?”“Papa yakin kamu sangat menyayangi mamamu dan tahu bagaimana cara menunjukkan pengabdianmu sebagai anak. Ya … meskipun sekarang mamamu tidak dapat menyaksikannya, tapi Papa yakin ia pasti senang di alam sana.”Axel membisu, kepalanya menunduk dengan wajah sayu. Dia selalu melankolis jik
Regan tercengang kaget mendengar jawaban Axel. Ia memang tidak akrab dengan Axel, tapi Regan juga tidak menduga Axel akan berkata seperti ini.Tanpa menunggu jawaban dari Regan, Axel sudah mengakhiri panggilannya. Regan menghela napas panjang sambil meraup wajahnya.“Aku tidak akan membiarkan perjodohan ini batal. Axel harus menikah dengan Sophie!!!” tandas Regan.Di waktu yang sama, Sera tampak sibuk dengan aktivitasnya. Ia fokus mengerjakan semua tugas yang diminta Axel tadi. Saking sibuknya, ia bahkan tidak menyadari saat Axel menyelinap masuk melalui connecting door.“Kamu marah padaku?” Tiba-tiba suara Axel mengusik keheningan Sera.Sera menghentikan pekerjaannya dan menoleh ke Axel.“Untuk apa aku marah?” Bukannya menjawab, Sera malah balik bertanya.Axel menghela napas, berjalan mendekat kemudian duduk di meja menghadap Sera.“Aku tidak suka dia. Bahkan aku sudah meminta Nenek membatalkan perjodohanku dengannya. Namun, belum sempat mengambil keputusan Nenek sudah sakit seperti
“Apa??” tanya Axel.Pria tampan itu terkejut begitu mendengar jawaban Sophie. Sophie tersenyum sambil menggerakkan tubuhnya dengan gemulai.“Aku rasa Om Regan ingin kita bekerja sama, Xel. Bukankah nantinya kita akan jadi pasangan.”Mata Axel membola dan gegas bangkit dari duduknya. Sesekali ia melirik Sera yang duduk diam di depannya.“Aku gak butuh bantuanmu. Semua divisi di sini terisi semua. Lantas kamu mau di bagian apa?”Sophie berdecak turun dari meja, berjalan gemulai mendekat ke Axel. Lalu tanpa malu, Sophie langsung merengkuh pinggul Axel dan memeluknya.“Kamu kan bosnya, Babe. Apa tidak bisa memberi aku posisi di sini?”Axel berdecak, memalingkan wajah sambil mendorong tubuh Sophie menjauh. Terlihat sekali kalau dia tidak nyaman dengan ulah Sophie. Sera masih bergeming di posisinya. Ia sendiri tidak tahu mengapa kakinya tiba-tiba membeku dan tak bisa digerakkan.“Tante Sera saja bisa kamu beri posisi penting. Kenapa aku tidak, Babe? Aku kan calon istrimu.”Axel mendorong So







