“AXEL!!! Apa yang kamu lakukan di sini?” pekik Sera tertahan.
Pria berusia 27 tahun itu tidak menjawab, malah meringsek masuk ke dalam kamar. Sera melotot dan berusaha menyuruhnya keluar, tapi tenaga Axel lebih besar darinya. Hingga pada akhirnya Sera mengizinkan Axel masuk.
Ia berdiri diam sambil merapatkan jubah tidurnya. Kali ini ia sudah mengenakan lingerie merah nan seksi dengan belahan dada yang rendah. Untung saja ada jubah tidur yang menutupi lekuk tubuhnya.
Axel tersenyum menyeringai kemudian berjalan mendekati Sera. Setiap kali Axel melangkah maju, setiap kali itu pula Sera berjalan mundur. Hingga langkahnya terhenti karena terantuk dinding di belakangnya.
“Kenapa kamu selalu ketakutan jika melihatku?” tanya Axel kemudian.
Sera menggeleng. “Aku tidak ketakutan, aku hanya ---”
“Hanya apa?” Axel memotong kalimatnya dan sudah berdiri tak berjarak di depan Sera.
Sera tidak menjawab. Matanya mengerjap beberapa kali dengan dada yang naik turun mengolah udara. Axel tersenyum, matanya turun menatap dada busung yang sedang mengintip dari balik jubah tidur.
Sera melotot dan tergesa mempererat ikatan jubah tidurnya.
“Kamu mau apa, Axel?”
Axel tersenyum, mata pekatnya menatap Sera dengan tajam. Untuk sesaat Sera terhanyut oleh tatapannya dan tidak sadar jika tangan Axel sudah merengkuh pinggulnya dengan erat.
“Aku hanya ingin memastikan saja.”
Sera menggeliat mencoba lepas dari pelukan Axel, tapi pria itu semakin erat memeluknya.
“Memastikan apa?”
“Memastikan kalau kamu wanita di malam itu.”
Sera melotot dan berontak minta lepas, tapi tubuh Axel yang tinggi besar tidak mampu diimbangi tubuh mungil Sera.
Tanpa menunggu persetujuan Sera, Axel langsung memutar tubuh Sera dan menyibak rambutnya.
Axel terdiam saat melihat tato kupu-kupu yang ada di tengkuk Sera. Ia ingat wanita yang menghabiskan malam panas bersamanya mempunyai tato kupu-kupu di tengkuknya, sama dengan Sera.
“Apa kamu masih menyangkal jika kamu wanita di malam itu, Sera?”
Axel bersuara di telinga Sera sambil mengecup tengkuknya. Sera terdiam, memejamkan mata beberapa saat kemudian perlahan kepalanya mengangguk.
Sontak Axel tertawa dan melepaskan Sera begitu saja. Sera berdiri diam, bersandar di dinding sambil memegang jubah tidurnya.
“Kenapa kamu tidak bilang jika calon istri papaku saat itu?”
“Mana aku tahu kamu anak dari Regan. Kamu pikir aku sudah merencanakan kejadian malam itu?”
Axel menghela napas sambil menghembuskannya dengan kasar.
“Apa papaku tahu tentang kejadian malam itu?”
Sera mendelik dengan alis terangkat menatap Axel.
“Kamu pikir aku gila hingga menceritakan kejadian itu padanya.”
Axel mengulum senyum sambil menganggukkan kepala.
“Baguslah kalau dia tidak tahu. Jadi tidak masalah jika kamu mengajukan pembatalan pernikahan sekarang.”
Sera terperanjat mendengar permintaan Axel. “Kamu gila, Axel. Bukannya aku sudah bilang untuk melupakan kejadian malam itu.”
Axel mendengkus kasar. “Aku tidak mau, Sera. Aku tidak mau melupakannya.”
Sera berdecak, bahunya naik turun sambil menatap Axel.
“Harusnya kamu tahu kejadian malam itu salah dan tidak boleh terjadi. Jadi, aku mohon lupakan semuanya.”
Axel berdecak.
“Apa kamu semurah itu, Sera? Merelakan keperawananmu pada pria yang tidak kamu kenal dan melupakannya. Bagaimana jika papaku tahu kamu sudah tidak perawan lagi? Apa dia bisa menerimamu?”
Sera membisu, beberapa kali menelan saliva sambil menundukkan kepala. Dari tadi, ini yang sedang ia takutkan. Kenapa Axel seolah tahu isi pikirannya?
“Ajukan pembatalan pernikahan dan aku akan menikahimu. Aku akan bertanggung jawab padamu.”
Sera mendongak dan menatap Axel dengan mata melebar.
“Aku tidak pakai pengaman saat melakukannya. Bagaimana jika kamu hamil? Harusnya kamu senang, aku mau bertanggung jawab dengan perbuatanku.”
Sera berdecak sambil menggelengkan kepala. Semua tidak semudah yang dikatakan Axel. Dia baru saja menikah dan ini yang ia tunggu sekian lama, mengapa Axel malah memintanya untuk mengajukan pembatalan pernikahan?
Namun, Sera juga takut jika Regan akan mempermasalahkan mengenai keperawanannya. Bagaimana jika ia tidak bisa menerimanya?
“Aku tidak mau, Axel Lebih baik kamu pergi sekarang.”
Mata Axel tampak terluka menatap Sera. Tidak ia sangka wanita yang tidak bisa ia lupakan akan mengusirnya seperti ini. Padahal sejak malam itu, Axel sudah berjanji akan mencari dan menikahinya.
“Bagaimana jika aku tidak mau?”
Mata Sera melebar mendengar jawaban Axel. Sementara Axel malah tersenyum lebar, berjalan mendekat dan membuat Sera ketakutan.
“Kamu sebenarnya mau apa, Axel?”
Axel tidak menjawab. Ia langsung menarik jubah tidur Sera hingga koyak meninggalkan lingerie seksi yang membungkus tubuhnya. Axel tersenyum penuh kemenangan menatap Sera dengan liar.
“Kamu sudah tahu apa mauku dari awal, Sera. Kenapa mesti bertanya?”
Belum sempat Sera mengelak, Axel sudah menarik tubuhnya dan menjatuhkan ke kasur. Tanpa bicara, Axel langsung mencium bibir Sera.
Awalnya Sera mendorong tubuh Axel, tapi itu tidak sepadan dengan kekuatan Axel. Tubuhnya semakin mengimpitnya hingga Sera berada di dalam kungkungannya. Saat tangan Axel membelai punggungnya, gelenyar tak biasa datang dan membuat Sera terkesiap dan mengerang.
Axel semakin memperdalam pagutannya seakan tak mau melepasnya, dan entah bagaimana, tubuh Sera seakan sudah mengenal Axel hingga tangannya spontan menjadi menarik dan meremas kepala Axel.
Seakan sudah paham dengan titik sensitif Sera, Axel menangkup kembali dada sintal Sera dengan tangannya. Sesapan Axel semakin dalam seiring dengan jemarinya yang bergerak memainkan Sera.
Tubuh Sera hampir lemas, ia juga kesulitan bernapas, tetapi Axel tidak ingin menyudahinya. Ia ingin terus menerus mencicipi bibir manis Sera yang lembut.
Setelah pagutan yang intens itu, Axel menyudahinya, sontak deru napas mereka saling beradu.
Axel menatap Sera dengan dalam, kemudian membelai rambut Sera seraya menyelipkan di balik telinganya. “Bibirmu membalas kecupanku dan tubuhmu juga mendekapku. Sekarang, apa kau masih mau mengelak?”
Sera tidak menjawab, hanya terdiam sambil menatap Axel dengan napas naik turun. Hingga tiba-tiba terdengar bunyi bel di pintu. Axel menoleh ke arah pintu. Secepat kilat, Sera mendorong tubuh Axel dan bergegas bangkit.
Napas Sera memburu sambil berjalan menuju pintu. Ia mengintip di balik lubang pengintip lalu berdiri diam bersandar di belakang pintu.
Dengan lirih, ia berdesis, “Regan datang.”
Dengan kecepatan laksana cahaya, Axel melepas genggaman tangannya. Sehingga Regan tidak sempat melihat ulah nekat putranya.“Aku pergi dulu, ya?” pamit Regan ke Sera.Sera mengangguk dan terdiam saat Regan mendaratkan ciuman di bibirnya. Regan melirik Axel, menganggukkan kepala kemudian sudah berjalan masuk ke dalam mobil.Begitu mobil Regan menghilang, Sera tergesa masuk. Ia tidak mau berada lebih lama dengan Axel. Namun, pria tampan itu dengan cepat mencekal lengan Sera dan membuatnya urung pergi.“Kamu mau apa lagi?” tanya Sera dengan sebal.Axel mengulum senyum, berjalan mendekat hingga berdiri sejajar di depan Sera. Mata mereka beradu saling pandang.Perlahan tangan Axel merengkuh pinggul Sera dan menarik rapat hingga dada mereka menempel. Sera panik. Ia takut ulah mereka dilihat asisten rumah tangga di sini.“Tante gak usah panik gitu, dong. Aku kan cuman mau pamitan.”Sera berdecak. &l
“Re—Regan,” ujar Sera terbata.Ia sangat terkejut begitu melihat suaminya tiba-tiba kembali pulang. Apa Regan melihat yang Axel lakukan tadi? Apa Regan melihat semuanya?Sera terlihat gugup, tapi sebisa mungkin menutupinya. Berbanding terbalik dengan Axel yang terlihat lebih tenang.Bahkan pria itu tidak menurunkan tangannya dari pinggul Sera sejak tadi.“Hai, Pa. Aku ke sini untuk menjenguk Nenek.” Axel menjawab dengan riang.Selama ini nenek Axel, Nyonya Josephine tinggal di rumah yang sama dengan Regan dan Sera. Hanya karena sakit stroke membuat Nyonya Josephine terus berada di kamar.Regan mengangguk, tapi matanya sedang menatap tangan Axel yang memeluk pinggul Sera. Seketika Sera menurunkan tangan Axel. Sementara Axel hanya tersenyum cengengesan melihat Regan.“Tadi Tante Sera kepleset dan aku membantu memeganginya supaya tidak jatuh. Sepertinya lantainya masih basah.”“Betul
“Apa maksudmu, Regan? Aku … aku ---”Sera terperangah kaget mendengar ucapan Regan, tapi belum sempat Sera bersuara tangan Regan sudah turun mencengkram erat lehernya.Tidak hanya itu Regan sudah mendorong tubuh Sera menempel ke dinding di belakangnya.“Ekgrr … Re … gan … akhrgg … .”Sera kesakitan dan kesulitan bernapas. Wajahnya memerah dengan mata yang melotot. Belum lagi rasa nyeri dan sakit yang ia rasakan. Sera tidak tahu mengapa tiba-tiba Regan melakukan hal ini padanya.“Tidak mau ngaku, heh?”Sera kebingungan harus menjawab apa. Apa ini berkaitan dengan pengakuannya saat itu? Apa Regan tahu jika Axel orangnya?Belum selesai benak Sera berpikir, tiba-tiba Regan melepas cengkraman tangannya. Tubuh Sera merosot. Ia berulang kali batuk sambil memegang lehernya. Masih terasa nyeri tertinggal di sana.Sera pikir semua akan selesai, tapi dugaan Sera salah.
“Baguslah kalau begitu. Sekalian saja aku katakan sebenarnya apa yang terjadi di antara kita,” ucap Axel.Ia bangkit dari kasur dan tampak sibuk merapikan baju sambil berjalan menuju pintu menghampiri Sera. Sera melotot saat Axel hendak membukanya.“Kamu gila. Kamu ingin aku mati?”Axel terdiam, kepalanya miring menatap Sera dengan bingung.“Bukannya dari awal aku sudah memberimu solusi, Sera. Kamu yang menolaknya. Jadi, apa salahnya jika aku yang mengatakan langsung ke Papa?”“JANGAN!!!”Sera langsung menahan tangan Axel, mencegahnya membuka pintu. Axel terdiam, menatapnya dengan saksama.“Aku janji … aku janji akan melakukan apa saja yang kamu minta asal jangan katakan soal malam itu ke Regan.”“Aku mohon … .”Sera berkata dengan sungguh-sungguh. Axel trenyuh melihatnya, apalagi saat mata bulat wanita cantik itu menatapnya penuh ketul
“AXEL!!! Apa yang kamu lakukan di sini?” pekik Sera tertahan.Pria berusia 27 tahun itu tidak menjawab, malah meringsek masuk ke dalam kamar. Sera melotot dan berusaha menyuruhnya keluar, tapi tenaga Axel lebih besar darinya. Hingga pada akhirnya Sera mengizinkan Axel masuk.Ia berdiri diam sambil merapatkan jubah tidurnya. Kali ini ia sudah mengenakan lingerie merah nan seksi dengan belahan dada yang rendah. Untung saja ada jubah tidur yang menutupi lekuk tubuhnya.Axel tersenyum menyeringai kemudian berjalan mendekati Sera. Setiap kali Axel melangkah maju, setiap kali itu pula Sera berjalan mundur. Hingga langkahnya terhenti karena terantuk dinding di belakangnya.“Kenapa kamu selalu ketakutan jika melihatku?” tanya Axel kemudian.Sera menggeleng. “Aku tidak ketakutan, aku hanya ---”“Hanya apa?” Axel memotong kalimatnya dan sudah berdiri tak berjarak di depan Sera.Sera tidak menjawab
“Eng … aku rasa tidak. Aku baru ini melihatmu,” jawab Sera.Ia langsung menyambut uluran tangan Axel dan secepat kilat menariknya kembali. Axel hanya diam dan sama sekali tidak mempermasalahkannya. Apalagi setelah itu banyak tamu yang menghampiri Sera dan Regan hendak memberi selamat.Axel mundur dengan teratur dan memilih duduk di salah satu kursi. Ia hanya diam memperhatikan Sera sambil menikmati minuman yang disajikan.“Rasanya aku tidak salah. Dia wanita di malam itu,” gumam Axel.Mata pekatnya terus mengawasi gerik Sera dan tentu saja Sera jadi tidak nyaman. Padahal sepanjang acara, Sera merasa bahagia, tapi setelah kedatangan Axel dan perkenalannya tadi membuat Sera ketakutan.Bagaimana jika Axel mengatakan ke Regan kalau telah terjadi sesuatu pada mereka malam itu? Apa jadinya Sera jika Regan marah dan membatalkan pernikahannya?Beberapa kali Sera menghela napas untuk melepas ketegangannya dan itu diketa