“Apa maksudmu, Regan? Aku … aku ---”
Sera terperangah kaget mendengar ucapan Regan, tapi belum sempat Sera bersuara tangan Regan sudah turun mencengkram erat lehernya.
Tidak hanya itu Regan sudah mendorong tubuh Sera menempel ke dinding di belakangnya.
“Ekgrr … Re … gan … akhrgg … .”
Sera kesakitan dan kesulitan bernapas. Wajahnya memerah dengan mata yang melotot. Belum lagi rasa nyeri dan sakit yang ia rasakan. Sera tidak tahu mengapa tiba-tiba Regan melakukan hal ini padanya.
“Tidak mau ngaku, heh?”
Sera kebingungan harus menjawab apa. Apa ini berkaitan dengan pengakuannya saat itu? Apa Regan tahu jika Axel orangnya?
Belum selesai benak Sera berpikir, tiba-tiba Regan melepas cengkraman tangannya. Tubuh Sera merosot. Ia berulang kali batuk sambil memegang lehernya. Masih terasa nyeri tertinggal di sana.
Sera pikir semua akan selesai, tapi dugaan Sera salah. Tiba-tiba Regan menarik tubuh Sera ke kasur kemudian mengikat ke dua tangan dan kakinya. Sera kebingungan melihat ulah Regan. Belum sempat ia bertanya, Regan sudah melepas ikat pinggangnya dan langsung melecutkan ke tubuh mulus Sera.
Sera menjerit kesakitan, kulit mulusnya terkelupas mengeluarkan darah. Sera menatap Regan dengan bingung.
“Kamu kenapa, Regan? Apa salahku?”
Regan tidak menjawab. Ia merayap ke atas kasur menarik paksa pakaian Sera. Lalu menampar Sera berulang kali, menindih tubuh Sera dan melakukan penyatuan dengan kasar.
“Sakit, Regan. Sakit … .”
Sera merintih, menangis dengan isakan, tapi Regan tak peduli. Pria itu semakin bersemangat melampiaskan hasratnya hingga berulang kali.
Entah mengapa malam terasa panjang kali ini, Sera hampir pingsan saat menghadapi bertubi tamparan dan siksaan dari Regan. Ia tidak tahu mengapa Regan sebiadab ini menyiksanya. Telah hilang Regan yang lembut, perhatian dan penyayang. Apa mungkin ini karena pengaruh alkohol?
Esok paginya, Sera masih meringkuk di balik selimut merintih kesakitan. Perlahan Regan mendekat, melepas seluruh ikatan di tangan dan kakinya kemudian langsung memeluk Sera.
“Maafkan aku, Sayang. Aku benar-benar hilang kendali semalam. Aku mabuk.”
Sera terdiam, menatap Regan dengan sendu. Perlahan Regan menyentuh sekujur tubuh Sera yang lebam dan terluka. Beberapa kali ia mendaratkan kecupan di sana sebagai permintaan maaf.
“Aku minta maaf, Sayang. Aku benar-benar tidak mengenalimu semalam.”
Regan menangis sambil memeluk Sera. Sera membalas pelukannya sambil mengangguk.
“Iya, aku gak papa, kok. Lain kali jangan mabuk lagi.”
Regan mengangguk. Ia tersenyum menatap Sera, kemudian membantu mengobati semua luka di tubuh Sera. Bahkan pagi itu, Regan melarang Sera keluar kamar. Ia juga yang mengantarkan makan pagi untuknya.
“Aku janji ini tidak akan terulang lagi, Sayang,” janji Regan.
Sera mengangguk. Ia percaya dengan ucapan suaminya. Ia sangat mengenal Regan dan tahu jika pria itu tidak akan sekasar ini.
Namun, janji Regan hanya manis di mulut saja. Dua hari setelah luka Sera mengering, Regan kembali melakukan hal yang sama. Mungkin dua malam yang lalu, Regan melakukannya dalam keadaan mabuk dan Sera bisa memakluminya.
Sayangnya malam ini tidak. Regan dalam keadaan sadar, menampar Sera berulang kali, menuduhnya pelacur kemudian melecutkan ikat pinggangnya ke punggung Sera dan diakhiri dengan penyatuan yang penuh paksaan.
Paginya, Regan minta maaf, menangis sambil memeluk Sera, mengobati lukanya dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatannya.
“Aku akan keluar kota beberapa hari ini. Kamu baik-baik di rumah, ya?” pamit Regan pagi itu.
Sera hanya mengangguk dengan lesu. Dulu, ia suka saat Regan ada di rumah menemaninya, tapi kini ketidak beradaan Regan bagai setetes air di gurun pasir.
Regan mendekat, mendaratkan sebuah kecupan di bibir Sera kemudian berlalu pergi meninggalkannya.
Sera masih bergeming di tempatnya menatap pantulan wajahnya ke cermin. Semalam Regan tidak menamparnya, sehingga wajahnya tidak terlihat lebam. Namun, sebagai gantinya pria itu berulang kali menyudutkan rokok ke tubuh Sera.
Sera meringis kesakitan saat menyentuh beberapa luka sudutan rokok di paha kanannya. Sera tidak menduga pria yang terlihat lembut dan penuh kasih itu begitu beringas saat melampiaskan hasratnya.
Helaan napas berulang kali keluar dari mulut Sera. Sudah beberapa hari ia tidak keluar kamar untuk menutupi ulah Regan. Sera berharap tidak ada tanya yang datang saat ia keluar nanti.
Baru saja Sera membuka pintu, tiba-tiba ia melihat Axel sedang berjalan ke arahnya. Tidak biasanya Axel datang ke sini. Setahu Sera, putra Regan itu tinggal di apartemennya sendiri.
“Selamat pagi, Sera,” sapa Axel.
Pria tampan itu langsung menyapa Sera dengan manis. Sera hanya membalas dengan anggukkan kepala.
“Papamu sudah berangkat, Axel. Sepertinya ia tidak pulang beberapa hari ini. Kalau kamu punya keperluan dengannya, langsung telepon saja.”
Axel mengangguk sambil tersenyum.
“Aku datang ke sini tidak untuk bertemu dengan Papa, tetapi menemui kamu.”
Sera tampak terkejut, kedua alisnya terangkat dengan mata menatap penuh selidik.
“Ada apa lagi? Bukankah semuanya sudah selesai?”
Axel berdecak. “Kamu lupa, kalau kamu punya janji padaku, Sera.”
Sera menelan ludah, suaranya tercekat dan hanya bisa diam menatap Axel. Sesekali matanya memperhatikan sekitar, ia takut ada telinga yang mendengar percakapan mereka. Sepertinya reaksi Sera terlihat jelas oleh Axel.
“Tenang saja, Sera. Semua asisten rumah tangga sedang sibuk melakukan pekerjaannya. Tidak akan ada yang mendengar kita.”
Sera tidak bereaksi, tapi Axel malah berjalan mendekat dan langsung merengkuh tubuh Sera masuk ke pelukannya.
“Axel!! Apa-apaan kamu? Cepat lepaskan aku!!!”
Axel tersenyum mencondongkan wajahnya ke Sera sambil memejamkan mata dan mengendus beberapa kali seolah sedang menghirup aroma tubuh Sera.
“Aku kangen, Sera. Apa tidak boleh aku melepas kerinduanku sebentar?”
Perlahan bibir Axel merapat kemudian tanpa permisi mencium bibir Sera. Sera melotot dan berusaha melepas pagutan Axel. Ia takut ulah mereka ada yang melihat.
“Axel!!!”
Sera mendorong tubuh Axel dengan susah payah. Axel hanya tersenyum melihat reaksinya. Kemudian kembali menarik tubuh Sera dan menciumnya sama seperti tadi. Bahkan tangan nakal Axel sudah menelusup masuk ke dalam roknya meraba paha mulus Sera.
“Aah!!”
Sera menjerit tertahan sambil menarik tangan Axel. Axel terkejut dan menatapnya dengan bingung. Perlahan tangan Axel menyibak rok Sera, tapi belum sempat terlihat apa yang ingin diketahui.
Tiba-tiba terdengar bunyi langkah mendekat kemudian berhenti tepat di belakang Axel sambil bersuara, "Axel, apa yang kamu lakukan di sini?"
Dengan kecepatan laksana cahaya, Axel melepas genggaman tangannya. Sehingga Regan tidak sempat melihat ulah nekat putranya.“Aku pergi dulu, ya?” pamit Regan ke Sera.Sera mengangguk dan terdiam saat Regan mendaratkan ciuman di bibirnya. Regan melirik Axel, menganggukkan kepala kemudian sudah berjalan masuk ke dalam mobil.Begitu mobil Regan menghilang, Sera tergesa masuk. Ia tidak mau berada lebih lama dengan Axel. Namun, pria tampan itu dengan cepat mencekal lengan Sera dan membuatnya urung pergi.“Kamu mau apa lagi?” tanya Sera dengan sebal.Axel mengulum senyum, berjalan mendekat hingga berdiri sejajar di depan Sera. Mata mereka beradu saling pandang.Perlahan tangan Axel merengkuh pinggul Sera dan menarik rapat hingga dada mereka menempel. Sera panik. Ia takut ulah mereka dilihat asisten rumah tangga di sini.“Tante gak usah panik gitu, dong. Aku kan cuman mau pamitan.”Sera berdecak. &l
“Re—Regan,” ujar Sera terbata.Ia sangat terkejut begitu melihat suaminya tiba-tiba kembali pulang. Apa Regan melihat yang Axel lakukan tadi? Apa Regan melihat semuanya?Sera terlihat gugup, tapi sebisa mungkin menutupinya. Berbanding terbalik dengan Axel yang terlihat lebih tenang.Bahkan pria itu tidak menurunkan tangannya dari pinggul Sera sejak tadi.“Hai, Pa. Aku ke sini untuk menjenguk Nenek.” Axel menjawab dengan riang.Selama ini nenek Axel, Nyonya Josephine tinggal di rumah yang sama dengan Regan dan Sera. Hanya karena sakit stroke membuat Nyonya Josephine terus berada di kamar.Regan mengangguk, tapi matanya sedang menatap tangan Axel yang memeluk pinggul Sera. Seketika Sera menurunkan tangan Axel. Sementara Axel hanya tersenyum cengengesan melihat Regan.“Tadi Tante Sera kepleset dan aku membantu memeganginya supaya tidak jatuh. Sepertinya lantainya masih basah.”“Betul
“Apa maksudmu, Regan? Aku … aku ---”Sera terperangah kaget mendengar ucapan Regan, tapi belum sempat Sera bersuara tangan Regan sudah turun mencengkram erat lehernya.Tidak hanya itu Regan sudah mendorong tubuh Sera menempel ke dinding di belakangnya.“Ekgrr … Re … gan … akhrgg … .”Sera kesakitan dan kesulitan bernapas. Wajahnya memerah dengan mata yang melotot. Belum lagi rasa nyeri dan sakit yang ia rasakan. Sera tidak tahu mengapa tiba-tiba Regan melakukan hal ini padanya.“Tidak mau ngaku, heh?”Sera kebingungan harus menjawab apa. Apa ini berkaitan dengan pengakuannya saat itu? Apa Regan tahu jika Axel orangnya?Belum selesai benak Sera berpikir, tiba-tiba Regan melepas cengkraman tangannya. Tubuh Sera merosot. Ia berulang kali batuk sambil memegang lehernya. Masih terasa nyeri tertinggal di sana.Sera pikir semua akan selesai, tapi dugaan Sera salah.
“Baguslah kalau begitu. Sekalian saja aku katakan sebenarnya apa yang terjadi di antara kita,” ucap Axel.Ia bangkit dari kasur dan tampak sibuk merapikan baju sambil berjalan menuju pintu menghampiri Sera. Sera melotot saat Axel hendak membukanya.“Kamu gila. Kamu ingin aku mati?”Axel terdiam, kepalanya miring menatap Sera dengan bingung.“Bukannya dari awal aku sudah memberimu solusi, Sera. Kamu yang menolaknya. Jadi, apa salahnya jika aku yang mengatakan langsung ke Papa?”“JANGAN!!!”Sera langsung menahan tangan Axel, mencegahnya membuka pintu. Axel terdiam, menatapnya dengan saksama.“Aku janji … aku janji akan melakukan apa saja yang kamu minta asal jangan katakan soal malam itu ke Regan.”“Aku mohon … .”Sera berkata dengan sungguh-sungguh. Axel trenyuh melihatnya, apalagi saat mata bulat wanita cantik itu menatapnya penuh ketul
“AXEL!!! Apa yang kamu lakukan di sini?” pekik Sera tertahan.Pria berusia 27 tahun itu tidak menjawab, malah meringsek masuk ke dalam kamar. Sera melotot dan berusaha menyuruhnya keluar, tapi tenaga Axel lebih besar darinya. Hingga pada akhirnya Sera mengizinkan Axel masuk.Ia berdiri diam sambil merapatkan jubah tidurnya. Kali ini ia sudah mengenakan lingerie merah nan seksi dengan belahan dada yang rendah. Untung saja ada jubah tidur yang menutupi lekuk tubuhnya.Axel tersenyum menyeringai kemudian berjalan mendekati Sera. Setiap kali Axel melangkah maju, setiap kali itu pula Sera berjalan mundur. Hingga langkahnya terhenti karena terantuk dinding di belakangnya.“Kenapa kamu selalu ketakutan jika melihatku?” tanya Axel kemudian.Sera menggeleng. “Aku tidak ketakutan, aku hanya ---”“Hanya apa?” Axel memotong kalimatnya dan sudah berdiri tak berjarak di depan Sera.Sera tidak menjawab
“Eng … aku rasa tidak. Aku baru ini melihatmu,” jawab Sera.Ia langsung menyambut uluran tangan Axel dan secepat kilat menariknya kembali. Axel hanya diam dan sama sekali tidak mempermasalahkannya. Apalagi setelah itu banyak tamu yang menghampiri Sera dan Regan hendak memberi selamat.Axel mundur dengan teratur dan memilih duduk di salah satu kursi. Ia hanya diam memperhatikan Sera sambil menikmati minuman yang disajikan.“Rasanya aku tidak salah. Dia wanita di malam itu,” gumam Axel.Mata pekatnya terus mengawasi gerik Sera dan tentu saja Sera jadi tidak nyaman. Padahal sepanjang acara, Sera merasa bahagia, tapi setelah kedatangan Axel dan perkenalannya tadi membuat Sera ketakutan.Bagaimana jika Axel mengatakan ke Regan kalau telah terjadi sesuatu pada mereka malam itu? Apa jadinya Sera jika Regan marah dan membatalkan pernikahannya?Beberapa kali Sera menghela napas untuk melepas ketegangannya dan itu diketa